- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Rupiah tak sanggup lanjutkan penguatan


TS
cikolord
Rupiah tak sanggup lanjutkan penguatan
Quote:
JAKARTA. Rupiah melemah pada penutupan awal pekan. Di pasar spot, Senin (20/4), pasangan USD/IDR naik 0,33% dibanding Jumat (17/4) menjadi 12.893. Kurs tengah dollar AS di Bank Indonesia (BI) naik 0,09% menjadi 12.875.
Putu Agus Pransuamitra, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures mengatakan, rupiah sedang menuju tahap konsolidasi setelah menguat pada akhir pekan lalu. Penguatan rupiah terpaksa tertahan lantaran positifnya data ekonomi Amerika Serikat (AS) pada Jumat (17/4) malam.
Data tersebut adalah data inflasi AS yang di rilis naik dari 1,7% menjadi 1,8% pada Maret (year on year). Adapun data positif lainnya yaitu tingkat kepercayaan konsumen bulan April yang dirilis 95,9. Angka ini melampaui ekspektasi sebesar 93,8.
Putu menduga rupiah masih rawan tekanan pada pergerakan Selasa (21/4). Pasalnya, belum ada sentimen positif yang menopang rupiah. Sementara Yunani masih terbelit krisis utang yang semakin mendekati jatuh tempo pembayaran.
“Kabar terakhir, pengajuan penundaan pembayaran utang Yunani terhadap IMF ditolak,” ungkap Putu.
Mencuatnya krisis utang Yunani ini turut memberikan tekanan terhadap mata uang euro. Akibatnya, dollar AS diuntungkan karena euro memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap indeks dollar. Penguatan dollar AS akibat krisis Yunani ini turut mendepresiasi rupiah.
Putu menebak, pasangan USD/IDR besok akan berada di kisaran 12.780-12.970.
sumber
Putu Agus Pransuamitra, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures mengatakan, rupiah sedang menuju tahap konsolidasi setelah menguat pada akhir pekan lalu. Penguatan rupiah terpaksa tertahan lantaran positifnya data ekonomi Amerika Serikat (AS) pada Jumat (17/4) malam.
Data tersebut adalah data inflasi AS yang di rilis naik dari 1,7% menjadi 1,8% pada Maret (year on year). Adapun data positif lainnya yaitu tingkat kepercayaan konsumen bulan April yang dirilis 95,9. Angka ini melampaui ekspektasi sebesar 93,8.
Putu menduga rupiah masih rawan tekanan pada pergerakan Selasa (21/4). Pasalnya, belum ada sentimen positif yang menopang rupiah. Sementara Yunani masih terbelit krisis utang yang semakin mendekati jatuh tempo pembayaran.
“Kabar terakhir, pengajuan penundaan pembayaran utang Yunani terhadap IMF ditolak,” ungkap Putu.
Mencuatnya krisis utang Yunani ini turut memberikan tekanan terhadap mata uang euro. Akibatnya, dollar AS diuntungkan karena euro memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap indeks dollar. Penguatan dollar AS akibat krisis Yunani ini turut mendepresiasi rupiah.
Putu menebak, pasangan USD/IDR besok akan berada di kisaran 12.780-12.970.
sumber
Awas, Rupiah bisa loyo di Mei-Juni
Quote:
JAKARTA. Kurs tengah Bank Indonesia mencatat, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) April 2015 ada di Rp 12.946,36 per dollar, menguat dibandingkan sebulan sebelumnya di Rp 13.069,86. Namun, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tetap perlu waspada karena rupiah selalu melemah di akhir semester pertama.
Biasanya, rupiah loyo pada Mei dan Juni. Tahun lalu misalnya, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada kurs tengah BI pada Mei Rp 11.525,94, melemah dibandingkan April yang Rp 11.435,75. Lalu di Juni melemah lebih dalam lagi, dengan rata-rata bulanan Rp 11.902,16. Usut punya usut, hal ini terjadi lantaran kebutuhan valuta asing di periode itu sangat besar. Sebagian untuk membayar utang jatuh tempo, sebagian lagi repatriasi aset.
Kondisi ini diperkirakan juga akan terjadi pada tahun ini. Bahkan, kemungkinan dampaknya kepada pelemahan rupiah bisa lebih dalam lagi. Soalnya, utang jatuh tempo dan repatriasi aset semakin besar, sehingga kebutuhan valuta asing makin banyak.
Catatan BI per akhir Februari 2015, utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo kurang dari setahun US$ 57,66 miliar, naik dari periode sama tahun lalu hanya US$ 54,45 miliar. Sebagian besar utang jatuh tempo ini berasal dari swasta (lihat tabel). "Mei dan Juni adalah puncak pembayaran utang, ditambah dengan repatriasi aset, itu kombinasi pas yang melemahkan rupiah," ujar Lana Soelistianingsih, ekonom Samuel Asset Management, Minggu (19/4).
Menurut Lana, nilai repatriasi aset mencapai US$ 8 miliar. Dengan beban utang yang kian besar, potensi pelemahan rupiah tahun ini pun semakin tinggi. "Tahun 2013, rupiah terdepresiasi 300 poin, tahun lalu 500, tahun ini saya perkirakan 600," ujar Lana.
Nah, agar pelemahan itu tak terjadi, pemerintah harus segera melakukan antisipasi jangka pendek hingga Juni mendatang. Pertama, pemerintah harus ikut mengawasi penerapan undang-undang mata uang, yakni menghukum pelaku transaksi non rupiah di pasar domestik. Kedua, mengoptimalkan aturan lindung nilai (hedging). Ketiga, mengeluarkan insentif untuk mencegah repatriasi aset.
Direktur Komunikasi BI Peter Jacobs mengatakan, pihaknya akan memastikan suplai valuta asing yang cukup untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah. BI akan mengoptimalkan keberadaan instrumen seperti term deposit valuta asing untuk menjaga dollar. BI juga berjanji akan tetap berada di pasar untuk mengawal jual beli valas.
sumber
Biasanya, rupiah loyo pada Mei dan Juni. Tahun lalu misalnya, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada kurs tengah BI pada Mei Rp 11.525,94, melemah dibandingkan April yang Rp 11.435,75. Lalu di Juni melemah lebih dalam lagi, dengan rata-rata bulanan Rp 11.902,16. Usut punya usut, hal ini terjadi lantaran kebutuhan valuta asing di periode itu sangat besar. Sebagian untuk membayar utang jatuh tempo, sebagian lagi repatriasi aset.
Kondisi ini diperkirakan juga akan terjadi pada tahun ini. Bahkan, kemungkinan dampaknya kepada pelemahan rupiah bisa lebih dalam lagi. Soalnya, utang jatuh tempo dan repatriasi aset semakin besar, sehingga kebutuhan valuta asing makin banyak.
Catatan BI per akhir Februari 2015, utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo kurang dari setahun US$ 57,66 miliar, naik dari periode sama tahun lalu hanya US$ 54,45 miliar. Sebagian besar utang jatuh tempo ini berasal dari swasta (lihat tabel). "Mei dan Juni adalah puncak pembayaran utang, ditambah dengan repatriasi aset, itu kombinasi pas yang melemahkan rupiah," ujar Lana Soelistianingsih, ekonom Samuel Asset Management, Minggu (19/4).
Menurut Lana, nilai repatriasi aset mencapai US$ 8 miliar. Dengan beban utang yang kian besar, potensi pelemahan rupiah tahun ini pun semakin tinggi. "Tahun 2013, rupiah terdepresiasi 300 poin, tahun lalu 500, tahun ini saya perkirakan 600," ujar Lana.
Nah, agar pelemahan itu tak terjadi, pemerintah harus segera melakukan antisipasi jangka pendek hingga Juni mendatang. Pertama, pemerintah harus ikut mengawasi penerapan undang-undang mata uang, yakni menghukum pelaku transaksi non rupiah di pasar domestik. Kedua, mengoptimalkan aturan lindung nilai (hedging). Ketiga, mengeluarkan insentif untuk mencegah repatriasi aset.
Direktur Komunikasi BI Peter Jacobs mengatakan, pihaknya akan memastikan suplai valuta asing yang cukup untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah. BI akan mengoptimalkan keberadaan instrumen seperti term deposit valuta asing untuk menjaga dollar. BI juga berjanji akan tetap berada di pasar untuk mengawal jual beli valas.
sumber
Rupiah may not remain strong for long
Quote:
JAKARTA. Analysts have said that the rupiah’s recent appreciation may be short-lived, while Bank Indonesia (BI) is also expected to take action against the overstrengthening of the currency, which could pose risks to Indonesia’s trade competitiveness.
A rupiah rate of 12,850 per US dollar will provide an opportunity for investors to buy greenbacks before the rupiah depreciates again on the risk of slowing portfolio flows into Indonesia and the swelling current-account deficit, according to Irene Cheung, a senior foreign exchange strategist with ANZ Bank.
She forecasted the currency to weaken to 13,600 per dollar by the end of this year, arguing that the central bank would opt for an “undervaluation” strategy aimed at preserving economic stability.
“We continue to believe that the Indonesian rupiah needs to weaken further to address the current-account deficit,” she commented.
“A more competitive currency will not only boost exports but also dampen imports to help reduce the external deficit.”
The rupiah has strengthened for five consecutive weeks, the longest rally this year, over expectations that the latest string of trade surpluses would significantly improve Indonesia’s current-account deficit.
Bloomberg currency rates show that the rupiah closed at 12,855 per US dollar on Friday, with the Indonesian currency rallying 2.7 percent over the past five weeks.
The rupiah’s rise followed news that Indonesia recorded a US$2.5 billion trade surplus from January to March, the biggest quarterly surplus in three years.
BI has estimated that the hefty trade surplus could push down the current-account deficit — a major concern among investors — to 1.6 percent of gross domestic product (GDP) in the first quarter, from 2.8 percent in the last three months of 2014.
“We believe that this euphoria, buoyed by the record trade surplus in March, could be short-lived,” Maybank analysts led by Saktiandi Supaat wrote in a research note.
Saktiandi pointed to the fact that Indonesia, despite posting a trade surplus, was in fact witnessing steep contraction in the growth of its exports and imports, both of which have contracted for six straight months, falling by 9.7 percent and 13.4 percent, respectively, in March.
“The weak export and import prints suggest that economic growth could remain anemic,” he noted.
Last week, almost all Asian currencies rose against the dollar on weak US economic data, with the latest data releases on retail sales, manufacturing and jobless claims in the world’s biggest economy all falling short of economists’ estimates.
The rupiah’s 0.5 percent advance against the US dollar was matched by a 0.5 percent strengthening in the Thai baht and a 0.4 percent appreciation in the Philippine peso, and dwarfed by gains of 1.2 percent in the Japanese yen and the Malaysian ringgit and 1.9 percent in the Singapore dollar.
In the medium-term, however, the risks from broad-based dollar appreciation will remain, as a potential hike in the US interest rate will boost the global demand for dollars, Mandiri Sekuritas analysts led by Aldian Taloputra wrote in a research note.
“Forex reserve cost to defend the rupiah is high and therefore it is unsustainable if continuously implemented without deepening of the currently thin forex market,” said Aldian, who predicted the rupiah to weaken to 13,300 per dollar this year.
sumber
A rupiah rate of 12,850 per US dollar will provide an opportunity for investors to buy greenbacks before the rupiah depreciates again on the risk of slowing portfolio flows into Indonesia and the swelling current-account deficit, according to Irene Cheung, a senior foreign exchange strategist with ANZ Bank.
She forecasted the currency to weaken to 13,600 per dollar by the end of this year, arguing that the central bank would opt for an “undervaluation” strategy aimed at preserving economic stability.
“We continue to believe that the Indonesian rupiah needs to weaken further to address the current-account deficit,” she commented.
“A more competitive currency will not only boost exports but also dampen imports to help reduce the external deficit.”
The rupiah has strengthened for five consecutive weeks, the longest rally this year, over expectations that the latest string of trade surpluses would significantly improve Indonesia’s current-account deficit.
Bloomberg currency rates show that the rupiah closed at 12,855 per US dollar on Friday, with the Indonesian currency rallying 2.7 percent over the past five weeks.
The rupiah’s rise followed news that Indonesia recorded a US$2.5 billion trade surplus from January to March, the biggest quarterly surplus in three years.
BI has estimated that the hefty trade surplus could push down the current-account deficit — a major concern among investors — to 1.6 percent of gross domestic product (GDP) in the first quarter, from 2.8 percent in the last three months of 2014.
“We believe that this euphoria, buoyed by the record trade surplus in March, could be short-lived,” Maybank analysts led by Saktiandi Supaat wrote in a research note.
Saktiandi pointed to the fact that Indonesia, despite posting a trade surplus, was in fact witnessing steep contraction in the growth of its exports and imports, both of which have contracted for six straight months, falling by 9.7 percent and 13.4 percent, respectively, in March.
“The weak export and import prints suggest that economic growth could remain anemic,” he noted.
Last week, almost all Asian currencies rose against the dollar on weak US economic data, with the latest data releases on retail sales, manufacturing and jobless claims in the world’s biggest economy all falling short of economists’ estimates.
The rupiah’s 0.5 percent advance against the US dollar was matched by a 0.5 percent strengthening in the Thai baht and a 0.4 percent appreciation in the Philippine peso, and dwarfed by gains of 1.2 percent in the Japanese yen and the Malaysian ringgit and 1.9 percent in the Singapore dollar.
In the medium-term, however, the risks from broad-based dollar appreciation will remain, as a potential hike in the US interest rate will boost the global demand for dollars, Mandiri Sekuritas analysts led by Aldian Taloputra wrote in a research note.
“Forex reserve cost to defend the rupiah is high and therefore it is unsustainable if continuously implemented without deepening of the currently thin forex market,” said Aldian, who predicted the rupiah to weaken to 13,300 per dollar this year.
sumber
0
7.3K
Kutip
108
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan