Jakarta - Impian para dokter untuk tidak mudah dipidana seperti yang dialami oleh dr Ayu pada tahun 2014 lalu kandas. Mahkamah Konstitusi (MK) mengunci rapat-rapat keinginan dokter supaya bisa dipidana berdasarkan rekomendasi dewan etik kedokteran.
"Menolak permohonan untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Arief Hidayat saat membacakan putusan dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (20/4/2015).
Gugatan ini diajukan oleh sekumpulan dokter. Mereka meminta MK membatalkan pasal 66 ayat 3 UU Praktik Kedokteran. Alasannya, karena pasal itulah para dokter bisa langsung diadukan dan dipidana tanpa melewati rekomendasi Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Tapi majelis MK berkata lain. Menurut Arief, pasal 66 ayat 3 tetap diperlukan demi memenuhi hak hukum para pasien. Arief juga menganggap pasal tersebut demi menjaga marwah dan martabat para dokter.
"Mahkamah memahami bahwa sanksi pidana terhadap profesi dokter atau dokter gigi memang ditujukan untuk melindungi dokter, pasien serta stake holder lainnya," ucap Arief.
Atas putusan itu, dr Agung Saptahadi, perwakilan Dokter Indonesia Bersatu, mengatakan, putusan MK menandakan peran MKDKI menjadi tidak ada. Putusan para hakim MK, menurut dr Agung bisa membuat para dokter ketakutan untuk mengambil tindakan penting kepada pasien.
"Misalnya dokter yang melakukan pembedahan lalu beresiko potensi komplikasi dan meninggal itu akan bisa dikenakan seperti pasal pembunuhan," kata dr Agung kecewa.
Gugatan yang diajukan awal 2014 ini dilatar belakangi kasus dr Ayu yang sempat dipenjara lewat vonis kasasi yang diputus hakim agung Artdijo Alkotsar. Atas vonis inilah, para dokter merasa takut dipidana dengan mudah. Vonis Artidjo itu lalu dianulir di tingkat peninjauan kembali (PK).
Makanan empuk pengacara lagi nih. Harusnya dibuat undang2 juga, salah membuat undang2, boleh dihukum penjara. Salah menghukum orang, boleh dipenjara. Salah menangkap penjahat, boleh dipenjara.
Dokter ada yg belajar hukum, tapi hakim mana ada yg belajar kedokteran.
Makin banyak yang takut nih. Masak komplikasi, faktor resiko dokternya yang tanggung. Misalnya bekas operasi, operasi kedua tnyt lengket, susah, perdarahan trus mati. Trus dokternya yg nanggung, bisa2 nanti semua dokter operasi buka perut trus tutup lagi, gak berani diapa2in, takut duluan.
Nanti kayak kasus kecelakaan, di obati, eh ternyata kakinya tetap busuk trus amputasi, lu yang kecelakaan, dokternya yang nanggung, pantas supir2 truk korbannya dibikin mampus semua, repot bnyk nuntut. Atau kayak kasus Ayu, masak emboli sesuatu yang gak bisa dicegah dokternya yg nanggung.
Atau uu yang memperbolehkan aborsi pd kasus rudapaksaan. Lu yg hamil, dokternya yg nanggung dosanya.
Mana BPJS skrg pakai plafon juga, dibatasin juga, katanya klo benar2 mau sesuai teori, pemeriksaannya banyak, siapa yg mau nanggung biayanya, masak dokternya juga jasa medisnya dipotong sama RS. Yang butuh sebenarnya siapa ya
Boleh batasin pasien donk klo gitu, mis alasan capek. Yang di RS harap sabar nunggu, dokternya capek, daripada salah nanganin.
Kenapa gak pengobatan alternatif dulu yang dihajar, banyak tipu2 nya. Paling sering kayak kasusnya Olga. Banyak yg datang udh parah. Setau ane dokter tidak menjanjikan hasil, cuman pengobatan alternatif yg menjanjikan hasil, bisa menyembuhkan bla bla bla
Perkenalkan, saya Fritz Sumantri Usman ; seorang dokter di Indonesia. Di pertengahan bulan April 2015 ini, saya dan beberapa teman sejawat terhenyak, terpaku, terkesima saat kami membaca bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai Gerbang Keadilan terakhir dalam pengujian Undang Undang di Negara kita memutuskan bahwa seorang dokter dapat dipenjara tanpa rekomendasi dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ( MKDKI ).
Apa yang kami takutkan dari putusan tersebut adalah, bahwa dokter akan semakin takut melakukan suatu tindakan atau terapi yang memiliki resiko kematian atau kecacatan tertentu pada suatu saat tertentu, seperti pada saat kondisi atau keadaan darurat ; bahkan bila kondisi darurat tidak ada, maka dokter akan berfikir 2,3,4,5 atau istilahnya beribu ribu kali untuk melakukan suatu penatalaksanaan ataupun prosedur yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian terhadap pasiennya. Prosedur lumbal pungsi yang masih merupakan gold standar untuk mendiagnosa suatu infeksi pada susunan saraf pusat, dan puluhan prosedur lainnya, dapat saja bukan menjadi pilihan utama lagi. Sehingga yang akan terjadi adalah defensive medicine dan biaya pemeriksaan penunjang akan amat sangat membengkak, sehingga ujung ujungnya yang dirugikan adalah pasien, asuransi penjamin, dan pihak pihak lain yang terkait sistem kesehatan lainnya.
Kami cukup mengerti bahwa hak dan keselamatan pasien merupakan hal yang utama dalam aktivitas kita sebagai dokter, karena saya yakin seyakin yakinnya bahwa TIDAK ADA seorang DOKTER pun YANG MEMILIKI NIAT JAHAT DALAM MENGOBATI PASIENNYA, kita pun tahu yang namanya informed consent dan rekam medis. Namun kita semua tahu dan mengerti, bahwa reaksi tubuh terhadap penyakit, terhadap suatu obat , terhadap suatu prosedur tertentu tidaklah sama pada semua orang , sehingga di dunia kedokteran, 1+1 belum tentu hasilnya 2 ; walaupun penatalaksanaan sudah sesuai SOP namun hasil yang berbeda SANGATLAH MUNGKIN TERJADI. Dan apabila kita sudah mengerti hal itu , apakah wajar seorang DOKTER bisa LANGSUNG DIPENJARA sementara badan internal dunia kedokteran belum memberikan atau tidak dipandang dalam memberikan pertimbangannya. Layakkah seorang dokter dapat langsung dipenjara padahal dia sudah melakukan SOP yang tepat ? , layakkah seorang dokter dapat langsung dipenjara padahal dia tidak ada niat sama sekali untuk menyakiti apalagi membunuh pasiennya. Bila ada yang menjawab “ya...tidak perlu takut , kalau memang tidak salah kan nanti juga dibebaskan “, benar ....nanti juga akan di bebaskan , tapi ingat !, sejawat kita sudah dipenjara, sudah hancur moralnya, sudah hancur martabatnya, sudah hancur harga dirinya, sudah hancur nama baiknya, dan sudah hancur kepercayaan orang lain terhadap dirinya...padahal IA ( SI DOKTER ) hanya ingin menolong pasiennya, tidak untuk menyakiti apalagi membunuh !!!.
Dan apabila kita melihat lebih jauh, bila banyak profesi di luar sana yang memiliki perlindungan hukum, dengan kata lain bahwa seseorang yang berprofesi A tidak dapat di tuntut sewaktu dia menjalankan profesinya atau harus didengar dulu keterangannya oleh tim kode etik profesi A , lalu kenapa SEORANG DOKTER dapat langsung di PENJARA ; padahal hasil yang sama sama tidak diharapkan tersebut, terjadi pada saat dokter melakukan tugas , dan lebih sadisnya lagi suatu lembaga yang bertujuan menjaga kehormatan dan disiplin dunia kedokteran di Indonesia tidak diminta pertimbangannya, atau bahkan tidak perlu meminta keterangan dari si dokter , karena pertimbangan dari MKDKI tidak diperlukan...dan si dokter langsung dapat di tangkap dan dipenjara dan proses hukum pun berlanjut , tanpa pernah disadari bahwaDUNIA KEDOKTERAN memiliki pemahaman tersendiri, memiliki nuansa keilmuan sendiri, dimana tidak semua orang, apalagi yang tidak berpraktisi sebagai dokter dapat memahami atau mengerti tentang itu.
Jadi....petisi ini saya buat , agar kita dapat bersama sama menunjukan keprihatinan kita . Kita tahu dan mengerti bahwa putusan MK adalah bersifat final dan mengikat, oleh sebab itu petisi ini, bila sudah terkumpul tanda tangan dari masyarakat Indonesia yang bersimpati kepada kami dan sejawat yang senasib dan sepenanggungan , maka akan kami kirimkan sebagai kekuatan MORAL dan BENTUK KEPRIHATINAN kepada : Ikatan Dokter Indonesia, Komisi IX DPR RI, Menteri Kesehatan RI, dan Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo melalui Sekretariat Negara.
Tolong tanda tangani petisi ini, untuk nasib dokter, pelayanan kesehatan, dan hak pasien untuk hidup sehat yang lebih baik, Terima Kasih Sebelumnya. Indonesia yang JAYA bisa tercapai juga karena Masyarakat yang Sehat dan Dokter yang bekerja dengan tenang.
Jaman dulu masih koass, teringat sering sekali operasi emergensi tanpa keluarga.
Tertulis dipapan
Ms. X pro bla bla bla
Mr. X pro kraniotomi
Operasi dilakukan krn kecelakaan, keluarga tidak ada. Mau cari kemana juga tidak tahu.
Ada ucapan terimakasih dari keluarga, kalo ada yg punya kliping koran nya mungkin bisa share.
Sejak kapan ada niatan dokter untuk membunuh
Sekarang mungkin sudah tidak bisa lagi.
Bahaya tuntutan besar.
Bad news is a good news bagi teman2 wartawan.
Kebanyakan sekarang karena penjelasan yang kurang. Seperti berita si ibu yang mengidap kanker payudara, setelah kemoterapi lengannya membengkak, padahal itu perjalanan penyakitnya, tanpa kemoterapi juga lengannya akan membengkak.
Bagaimana dengan dokter2 pns, coba sekali2 kalian cek, berapa pasien dipoli yang kalian tangani, berapa pasien rawat inap yg kalian tangani, sering tidak sesuai krn sering ditilep sama org diadministrasi sana. Kalian yang capek, tp uang kalian dipotong oleh orang2 yang mungkin tingkat pendidikannya lebih rendah dari kalian, dan pekerjaannya lebih ringan.
Apakah perawat atau bidan pernah ditangkap krn berbuat salah. Tidak. Ditulis obat A, tapi kasih ke pasien B. Atau di ICU, pasien gaduh gelisah, tanpa sepengetahuan dokter langsung dikasih penenang. Helloo. Atau sirkumsisi atau vakum pada bayi yang mengerjakan bukan dokter, hellooo. Jangan pernah kasih ilmu kalian, karena mereka akan menusuk kalian dari belakang.
Bekerja saja yang benar, informed concent yang jelas.
Jangan belagak pahlawan, jangan kerjakan kalo potensi tuntutan, rujuk saja.
Kalau bukan kompentensinya, kasih dokter lain yg berkompenten, tidak usah malu bilang ke pasien.
Tambahan
Dari anamnesis bisa dapat diagnosis krglebih 70%.
Tapi jangan percaya anamnesis 100%, karena keluarga/pasien bisa bohong. Apakah semua pasien yang dapat pasien penyakit kelamin mau jujur dapat darimana, apakah semua pasien remaja yang hamil diluar kandungan mau mengaku kalo pernah berhubungan badan. Apakah ada undang2 yang mengatur kalo pasien bohong, boleh dipenjara.
Pernah ditanya apakah sudah dijelaskan oleh dokter sebelumnya atau ditanya apakah saudara tahu kenapa dirujuk. Seringnya dijawab tidak tahu. Padahal sudah dijelaskan, krn sesama dokter biasanya saling kenal, jadi tahu siapa pasien yang bawel. Apakah boleh dipenjara pada pasien yg berbohong?.
Belajar satu penyakit saja bisa beberapa halaman. Mungkin lebih baik dikasih buku aja biar mengerti penyakitnya. Satu topik aja bisa berapa jam mata kuliah. Otomatis penjelasan ke keluarga yg penting2 saja. Klo kurang, kasih saja mereka buku, biar dibaca. Apalagi pasien banyak, dan tidak boleh menolak pasien.
Jangan percaya tanda tangan pasien klo kira2 potensi tuntutan, nanti dibilang palsu. Rekam semua tindakan.
Jangan percaya dengan tampilan luar. Pasien mungkin orang baik, tapi keluarganya belum tentu.
Jangan pernah kasih uang, klo mau hapus saja jasa medis nya.