Jokowi Sindir Pemerintahan Sebelumnya Takut Kehilangan Popularitas
Sabtu, 18 April 2015 | 05:45 WIB

Presiden RI Joko Widodo dan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono duduk dalam Ruang Sidang Paripurna I, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, dalam acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019, Senin (20/10/2014)
SURABAYA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo menyindir pemerintahan sebelumnya yang dianggap takut kehilangan popularitas, dengan tidak segera mengalihkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) ke subsidi yang lebih bersifat produktif.
Pernyataan itu disampaikan Presiden Jokowi di hadapan sekitar 2.000 anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang sedang merayakan Hari Lahir Ke-55 dan Muktamar Pergerakan, di Masjid Nasional Al-Akbar, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (17/4/2015) malam.
Pada kesempatan itu, Presiden menyampaikan tekadnya yang, meski sulit, tetapi terus dilaksanakan, yakni pengalihan subsidi BBM. Ia mengatakan, pemerintahannya mengalihkan subsidi BBM senilai Rp 300 triliun per tahun yang konsumtif ke subsidi yang produktif.
Jokowi mencontohkan, pembangunan jalur kereta api dari Aceh sampai Papua hanya perlu Rp 360 triliun. Akan tetapi, Indonesia sampai saat ini tidak bisa membangunnya karena dana justru banyak dihabiskan untuk subsidi BBM.
"Kenapa yang dulu-dulu tidak berani melakukannya, ini karena masalah popularitas," kata Jokowi.
Jokowi mengaku sudah banyak diingatkan, jika ia menerapkan kebijakan pengalihan subsidi BBM dari konsumtif ke produktif, maka popularitasnya akan jatuh. "Akan tetapi, saya sampaikan bahwa itu risiko sebuah keputusan," katanya.
Terlebih lagi, ia menyadari bahwa Indonesia sedang dalam kondisi ekonomi yang sulit akibat tekanan ekonomi global. Meski demikian, Presiden menegaskan bahwa hal itu tetap perlu dilakukan untuk membuat subsidi yang diberikan kepada rakyat tepat sasaran.
"Rp 300 triliun, setiap tahun, subsidi BBM, yang menikmati adalah mereka yang punya mobil. Subsidi ini apa tidak terbalik? Inilah proses untuk tepat sasaran," ujarnya.
sumber:
http://nasional.kompas.com/read/2015...tm_source=news
penyakit menyalahkan orang dan pencitraan sudah kronis stadium akut nih...