dan salut sama integritasnya yang mungkin jarang sekali ditemukan pada saat ini

Koesparmono Irsan SH, MM, MBA
Tempat & tanggal lahir :
Pematang Siantar, 24 Maret 1940
Isteri :
Wening Rialatun MS
Anak :
- Roefke Koerniawan Irsan ST
- Reza Sefrino Irsan ST
- Drg. Ria Dyah Safitri
Pekerjaan :
- Rektor Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
- Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
- Anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
- Dosen S-2/KIK Universitas Indonesia
- Dosen S-1 dan S-2 Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
- Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian
- Anggota TimAhli Bank Indonesia (UKIP)
- Komisaris PT Jasa Marga (Persero)
- Komisaris Bank Maspion
Riwayat Pendidikan :
- PTIK VIII
- Kawiryan Brimob
- Seskopol KRA II
- Criminal Investigation Course, Tokyo
- Narcotic and Drug Abuse, Seoul
- Fakultas Hukum Universitas Pancasila
- Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IGI Jakarta
- Gregorio Aranetta University, Manila
- Lemhanas KRA XXI
Riwayat Pekerjaan :
- Perwira Reserse Mabes Polri
- Wadanres 2105 Fakfak
- Anggota DPRD II Fakfak
- Danres 2107 Sorong
- Danwilko 072/Jakarta Utara
- Dansatserse Polda Metro Jaya
- Asintelpampol Polda Riau
- Asintelpampol Polda Jawa Timur
- Kapolwiltabes Surabaya
- Wakapolda Sumbar
- Kapolda Sumbar
- Direktur Reserse Polri
- Kapolda Jawa Timur
- Gubernur Akpol
- Deputi Operasi Kapolri
Pria berkacamata ini banyak dikenal ceplas-ceplos. Setiap kali memberi keterangan terkesan berani dan melawan segala macam bentuk melawan hukum. Pria kelahiran Pematang Siantar ini memang kuat dalam memegang prinsip. Tetapi, kebiasaannya ceplas-ceplos tiba-tiba hilang seribu bahasa ketika menangani kasus Theys. "Bukan kewenangan saya untuk menjelaskannya," begitu jawaban yang sering terlontar kepada wartawan. Bahkan selalu terpatri pasal-pasal hukum untuk menolak menyebut tersangka pelakunya.
Keteguhan prinsip bapak tiga anak ini mengantarkan prestasi seabrek semenjak menjadi polisi. Di kantor Rektorat Universitas Bhayangkara Jakarta Raya saja, tempatnya sehari-hari mengantor, bisa dilihat berbagai penghargaan terpajang di meja dan almarinya. Di sana tertata rapi berbagai cendera mata baik berbagai seminar maupun konferensi hukum maupun hak asasi manusia di dalam maupun luar negeri. "Masih ada lagi di rumah, sampai nggak muat saya bawa ke sini," ujar suami Wening Raulatin MS ini enteng tanpa bermaksud sombong.
Maklum, prestasinya menanjak karena komitmen yang kuat terhadap moto hidupnya sendiri. "I do my best. I'm not the best, I try to do my best." Di mata polisi berakhir karir di tampuk Deputi Operasi Kapolri ini yang terpenting adalah bukan menjadi polisi terbaik. Namun yang terpenting berbuat kebaikan dalam profesinya sebagai polisi. Baginya, kebaikan itu mahal untuk diakui dan dosa tidak akan terampuni dalam hidupnya.
"Artinya punya jasa seperti apapun menjadi polisi, tak akan pernah bisa diterima orang lain. Malahan ketika berbuat kesalahan kecil saja lantas dibesar-besarkan, dituntut dan dituding. Oleh karena itu, harus sadar kalo menjadi polisi," tutur pria bercucu satu ini.
Dalam perjalanan hidupnya, Koesparmono cukup taat nasehat ayahnya Iskandar Irsan asal Madura. Ayahnya yang purnawirawan polisi itu mengatakan kepadanya agar tidak pernah berbuat dosa dan tidak menuntut jasa sekecilpun. Makanya, dia meyakini dalam perjalanan karirnya harus bisa membuktikan itu menjadi polisi baik atau anggota Komnas HAM yang baik. Ayah Koesparmono, tentu cukup beruntung, nasehatnya masih tesimpan di benak putera sulungnya hingga kini.
Koesparmono mengingat kembali satu hal yang pernah dituturkan ayahnya kepada dirinya, "Beliau pernah bilang, eh le, jadilah kamu orang yang terbaik. Jadi maling, maling terbaik, perampok ya perampok terhebat, kalau polisi ya polisi terbaik."
Rasa bangga Koesparmono terhadap ayahnya tak bisa disembunyikan dari nada bicaranya. Cerita-cerita menarik tentang usaha ayahnya menghidupi enam adik kandungnya dan enam anak angkatnya satu cerminnya. "Beliau itu mau juga menjadi montir untuk membiayai kami," tutur Pak Kus -- panggilan akrabnya. Bahkan salah satu adiknya hingga dikenal menjadi dokter pribadi mantan Panglima TNI Jenderal Sudirman.
Koesparmono juga merasa damai di lingkup keluarganya. Sehari-hari kehidupannya penuh dengan dinamika pluralisme. Sejak kecil, ia selalu diajari untuk menghargai perbedaan. Baik agama maupun budaya. "Kalau Natal, semua Natalan, pasang pohon natal. Kalau puasa, semua ikut puasa," tutur mantan Kapolwiltabes Surabaya ini.
Kasus pembunuhan Theys bukanlah satu-satunya yang ditangani Pak Koes. Sejak menjadi polisi, berbagai macam kasus telah dipegangnya. Salah satunya kasus besar semasa menjabat Kapolda Jawa Timur untuk menangani kasus pembunuhan Marsinah. Kasus yang hingga kini masih misterius dan terhadang tembok besar. Kini kasus itupun telah diorbitkan menjadi komoditas film. Layar kaca banyak mengiklankan film ini. Sambil menunjukkan satu buku kecil setebal 100 halaman, Koesparmono mengatakan buku itu berisi kesaksiannya tentang kasus Marsinah. Rencananya, buku itu akan diterbitkannya. "Tunggu saja, kalau ada duit," seloroh dia.
Menulis buku telah dilirik Koesparmono akhir-akhir ini untuk mengisi waktu senjanya. Rencananya, buku Marsinah itu akan diterbitkan bersamaan dengan 13 buku lainnya yang masih berupa dummy. Buku-buku itu akan menyusul empat buku yang sudah diterbitkannya mengenai "Hukum Pidana" setebal 400 halaman. Sebagian besar buku itu kumpulan pengalamannya semasa menangani berbagai kasus hukum, mengajar dan perjalanannya di bidang hak asasi manusia. Buku itu kini masih tertumpuk rapi di ruang kerjanya di Ubhara, Jalan Bharmawangsa I Nomor I Jakarta Selatan.
Selesai tahun 2003 ini, Koesparmono juga merencanakan untuk istirahat dari keanggotaan Komnas HAM. Selain sudah berakhir masa jabatannya, ia juga ingin memfokuskan pada dunia pendidikan. "Nggak ah, saya capek, ganti aja yang muda-muda. Kalau emang dipilih lagi, saya nggak duduk, saya diganti lagi yang baru-baru. Kan masih banyak," ujar dia. Namun Koesparmono mengharapkan posisinya diganti orang lain yang memang memiliki disiplin penyidikan. Alasannya di Komnas HAM hanya dirinya yang berasal dari disiplin penyelidikan.
Tanggungan dirinya sebagai satu-satunya penyelidik memang berat. Kedudukannya sebagai penyelidik mendesaknya harus banting tulang di garda terdepan di Komnas HAM. Pada saat kasus Timtim dibongkar, ia yang mewakili KPP HAM untuk melakukannya. Demikian pula dalam kasus Tanjung Priok dan berbagai kasus lainnya. "Jadi ke mana-mana yang bongkar kuburan, saya yang ganti. Mungkin besok-besok ada yang menggantikan," katanya
Saat ini beliau aktif juga mengabdi dalam dunia pendidikan gan, ane sering diajarin sama beliau di kampus dan integritasnya pun ga berubah sedikitpun, orangnya ramah dan setiap ada pertanyaan pasti beliau bakalan jawab walaupun pertanyaan itu sangat sangat dasar.
pernah waktu mata kuliah beliau satu kelas dikasih bahan berupa buku yang beliau tulis sendiri terus beliau yang fotokopi sendiri dan dibagiin sama anak anak sekelas satu orang satu buku, ane langsung nanya kok kenapa ga kami sendiri aja yang fotokopi pak ? dia langsung jawab "kan saya disini mengajar dapat honor dan honor itulah yang saya gunakan untuk fotokopi buku kalian"
walaupun sempat memegang jabatan elit di korps bhayangkara bukan berarti beliau adalah orang tajir loh gan. banyak temen ane bilang namanya polisi mana ada yang bersih, tapi beliau ini beda gan buktinya dia ke kampus pake mobil kari*un kotak
banyak juga yang bilang ke ane gini "mana ada orang korupsi mau nunjukin hartanya alias diumpetin hartanya" kalo dipikir pake logika umur beliau aja 73 tahun sekarang, kalo udah umur segitu hartanya diumpetin terus kapan nikmatinnya ?
ini sekedar pembelajaran aja agar para penegak hukum di negara kita bener bener bisa lebih baik lagi