Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengakui bila ia dilaporkan pemilik kapal MV Hai Fa berbobot 4.306 Gross Ton (GT) yang diduga mengangkut ikan ilegal yang didapat dari laut Indonesia. Susi dilaporkan ke Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri pekan lalu.
Saat mendapatkan laporan tersebut, Susi menanggapinya dengan serius dan menyatakan ada orang kuat dibalik kepemilikan kapal MV Hai Fa.
"Sampai dia berani melaporkan ke Kabareskrim dia itu sangat kuat. Padahal ada bukti di Bakamla (Badan Keamanan Laut) VMS (Vessel Monitoring System) dimatikan, AIS (Automatic Identification System) nya juga dimatikan," kata Susi bernada serius saat ditemui di Gedung Mina Bahari III, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Senin (13/04/2015).
Menurut Susi, pada dasarnya bila kedua alat transponder itu dimatikan jelas menyalahi aturan International Maritime Organization (IMO). Namun kenyataannya justru sang pemilik berani membawa kasus ini dan menjerat dirinya ke Kabareskrim.
"Secara internasional itu pelanggaran teritorial dan Indonesia menerapkan hukum diskresi tidak ada izin layar dari kita dan melanggar IMO," tambah Susi.
Atas laporan pemilik kapal MV Hai Fa ke Bareskrim jelas disikapi oleh Susi. Namun hingga saat ini belum ada panggilan resmi tertulis Susi oleh Bareskrim untuk menjalani proses pemeriksaan. Menyikapi hal ini, Susi sudah menunjuk kuasa hukum dan siap melawan MV Hai Fa di dalam prosedur hukum.
"Sekarang gugat kita lagi makanya kita pikir dia lebih hebat daripada Indonesia hebat. Kita sudah ada kuasa hukum dan kita sudah siap. Belum ada panggilan. Hari Rabu ke Kabareskrim untuk menjadi keynote speaker. Saya serius menangani hal ini," tegas Susi.
Quote:
berita sebelumnya
Quote:
EKSKLUSIF: Susi Bikin Kapal Tomy Winata Dicacah, Yorrys Rugi
Politikus Golkar, Yorrys Raweyai, mengaku merugi akibat kebijakan moratorium perizinan kapal eks-asing yang diterbitkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Menurut dia, sekitar 40 kapal buatan Cina yang beroperasi di bawah empat perusahaan miliknya kini menganggur di Timika, Papua.
"Bayangkan itu sejak November tidak jalan. Ini kan merugikan," kata Yorrys kepada Tempo, Selasa malam, 3 Maret 2015.
Sebelumnya, dalam rapat dengan Badan Anggaran pada Januari lalu, Menteri Susi sempat menyebut nama Yorrys sebagai salah satu pengusaha kapal perikanan. Kala itu dia mengeluhkan setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari perusahaan-perusahaan perikanan yang hanya sekitar Rp 300 miliar per tahun.
Yorrys membenarkan selama ini dia ikut berbisnis perikanan. Empat perusahaannya berpangkalan di Sorong, Papua, yakni PT Minatama Mutiara, PT Ombre Lines, PT Anugrah Bahari Berkat Abadi, dan PT Chindo Zhengyang Mina Anugerah. "Chindo ini perusahaan penanaman modal asing," kata Yorrys yang juga membenarkan seluruh armadanya adalah eks-Cina.
Yorrys mengaku mendukung kebijakan moratorium perizinan kapal eks-asing yang diterbitkan Menteri Susi. Namun, dia mengingatkan agar Kementerian tak hanya memberikan shock therapy, tapi juga menyiapkan solusi. "Terutama pasca moratorium, ini mau bagaimana?" kata Yorrys yang mengaku telah bertemu Susi pertengahan bulan lalu.
Kapal ikan milik Tomy Winata di Tual, Maluku Tenggara kini juga tak beroperasi lagi karena moratorium Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Sebagian dari kapal – kapal itu, bahkan kini sudah dipotong – potong menjadi besi tua.
“Ada sembilan kapal yang di-scrap,” Kata Tomy saat ditemui Tempo Ahad pekan lalu di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat. Setelah dipotong – potong, kapal itu akan ditimbang lalu dijual ke pengolahan besi di pelabuhan sekitar Pulau Jawa. Sementara mesin – mesinnya akan dijual ke nelayan - nelayan di Afrika.
Tomy, 56 tahun, pernah memiliki armada kapal penangkap ikan terbanyak di Tual, Maluku Tenggara, lewat PT Maritim Timur Jaya (MTJ) dan PT Binar Surya Buana (Binar). Ia memperoleh kapal – kapal itu setelah bekerjasama dengan nelayan Cina. Ia bahkan memiliki tempat pengolahan ikan terbesar di Tual.
Setelah Susi mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 56/2014, Susi memoratorium izin kapal – kapal eks asing yang selama ini mencari ikan di Indonesia. Khususnya kapal asal Thailand dan Cina. Tomy kemudian tiarap dan memerintahkan semua kapal berlabuh. “Saya ingin membantu pemerintah,” kata Tomy.
Kepada Tempo, Menteri Susi berulang kali menegaskan niatnya untuk membersihkan perairan Indonesia dari armada perikanan eks-asing. Susi hakulyakin kapal-kapal buatan luar negeri selama ini menjadi kedok pencurian ikan. Sebab, kata dia, sebagian besar kapal tersebut masih milik juragan di luar negeri meski telah berbendera Merah Putih dan tercatat sebagai milik pengusaha Indonesia.
Laporan investigasi Majalah Tempo edisi Senin, 23 Februari 2015, menguatkan dugaan tersebut. Sejak berlakunya moratorium, sedikitnya 262 kapal eks-asing dari total 700-an kapal yang selama ini beroperasi di ZEE Arafura dan Natuna lenyap, pergi tak kembali.
Quote:
Quote:
EKSKLUSIF: Ditolak Susi, Utusan Cina Temui Tomy Winata
Akibat kapal MV Hai Fa dan delapan kapal Shino ditangkap pemerintah Indonesia, pemerintah Cina ternyata pernah mengirim tim khusus untuk bertemu dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Menteri Susi Pudjiastuti. Tim khusus dari Cina itu datang akhir Desember lalu. “Tapi saya tidak mau menemui mereka,” kata Susi saat ditemui di komplek rumah menteri Widya Chandra, beberapa hari lalu.
Seorang staf Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing, yang menolak disebutkan namanya, mengatakan, kedatangan tim khusus dari Cina itu tanpa koordinasi dengan KBRI di Beijing dan Kementerian Luar Negeri Indonesia. “Itu sebabnya Menteri Susi menolak bertemu dengan tim dari Tiongkok tersebut,” kata dia.
Selain membicarakan soal penangkapan kapal ikan, mereka juga ingin membahas lebih rinci mengenai moratorium yang diberlakukan oleh Menteri Susi sejak awal November lalu. Sebab, moratorium perizinan kapal eks asing itu memutus kontrak kerjasama di bidang perikanan dan kelautan yang ditandatangani Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada Oktober 2013.
Pemerintah Cina mengirim tim khusus untuk menemui Susi karena tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh KBRI di Beijing. Melalui Duta Besar KBRI di Beijing Sugeng Rahardjo, Kementerian Luar Negeri Cina meminta diberi akses kepada 78 anak buah kapal asal Tiongkok yang ditangkap bersama kapal Sino dan MV Hai Fa. Pemerintah Cina juga berharap kapal yang ditangkap bisa ditebus dengan membayar denda. Kepada pemerintah Cina, Sugeng mengatakan, “Kapal-kapal yang ditangkap akan diproses sesuai dengan mekanisme dan aturan hukum di Indonesia,” kata sumber yang mengikuti pertemuan itu.
Tak mau datang ke Jakarta dengan tangan hampa, enam orang utusan pemerintah Cina tersebut kemudian menemui Tomy Winata di Hotel Borobudur, Jakarta. Menurut Susi, mereka bermaksud meminta bantuan bos Artha Graha itu agar bisa dipertemukan dengan dirinya, sekaligus melobi agar kapal-kapal yang ditangkap tidak ditenggelamkan. Tapi upaya mereka mentok di tengah jalan. “Saya justru mendukung sepenuhnya kebijakan Menteri Susi,” kata Tomy kepada Tempo.
Setelah dua hari berada di Jakarta, enam orang perwakilan Kementerian Pertanian Cina, yang juga mewakili sektor perikanan dan kelautan, itu akhirnya kembali ke Tiongkok. Susi sendiri mengatakan, dirinya tak akan puas sebelum kapal MV Hai Fa ditenggelamkan di Samudera Indonesia.
Kapal MV Hai Fa ditangkap pemerintah di perairan Wanam, Kabupaten Merauke, akhir Desember lalu. Menurut Susi, kapal berbobot 4.306 gross tonnage ini merupakan kapal ilegal terbesar dalam sejarah yang pernah ditangkap di laut Indonesia. Saat ditangkap, kapal ini mengangkut 80 ton ikan beku, 800 ton udang beku, dan 66 ton ikan hiu martil dan hiu koboi. Seluruh awak kapal di kapal penampung ikan berbendera Indonesia ini merupakan warga negara Tiongkok.
Kapal ini dicurigai terlibat persekongkolan untuk mengekspor ikan secara ilegal melalui kerjasama antara PT Antarticha Segara Lines, pemilik kapal, dengan PT Avona Mina Lestari di Avona, pemilik ikan, dan PT Dwikarya Reksa Abadi di Wanam yang mengajukan rencana ekspor. Seluruh muatan kapal rencananya akan dikirim ke Cina.
Adapun delapan kapal Sino ditangkap awal Oktober lalu. Saat itu, Stasiun Pengawasan Tual memergoki PT Maritim Timur Jaya, perusahaan milik Tomy Winata, menampung ikan hasil tangkapan delapan armada PT Sino Indonesia Sunlida Fishing. Padahal, pangkalan Sino ada di Merauke dan peraturan melarang kapal ikan membongkar muatan di luar pangkalannya.
http://www.tempo.co/read/news/2015/0...ui-Tomy-Winata
mafia tiongkok mulai frontal menyerang kedaulatan hukum indonesia