TS gak bermaksud apa-apa, cuma ini contoh pelajaran hidup yang patut kita ambil sisi positifnya....
Wanita ini bernama Sutriyani, Sarjana Fisika yang mempunyai IPK 3,49. Beliau tak kenal malu, gengsi ataupun risih menjalani pekerjaan sebagai penjual jamu keliling.
Mungkin berbanding dengan kelakuan anak jaman sekarang, manja .... manja .... dan manja. Boro2 IPK gede lha wong ngerjain tugas aja mending bayarin orang buat ngerjain

Boro2 jualan jamu lha wong make HP jadul aja malu + gengsi

. Bagi beliau prinsip tidak membebani orangtua adalah hal paling utama.
Dan berikut ane kutip kisahnya dari situs berita :
Quote:

Jadi sarjana tapi jualan jamu, Satriyani kerap dicibir tetangga- Tidak mudah rupanya menyandang gelar sarjana lalu bekerja sebagai penjual jamu. Cibiran tetangga bertubi-tubi terasa menyayat telinga. Namun itu tidak digubris Sutriyani (23) sarjana pendidikan Fisika dengan IPK 3,49. Meski terkadang merasa sakit hati, namun hal itu dianggapnya angin lalu.
"Banyak yang bilang, sarjana kok cuma jualan jamu. Sakitnya tuh di sini," kata Tri, begitu sapaannya, lalu tertawa.
Semula tidak banyak tetangganya yang tahu jika dia adalah sarjana. Saat itu tidak banyak tetangganya yang berkomentar. Tapi begitu tahu bahwa Tri adalah sarjana, cibiran dari berbagai penjuru pun mulai membikin telinganya gatal.
"Ada yang bilang, kok bisa sarjana jadi bakul jamu. Saya tanya, anak njenengan kuliah? Semester berapa? Belum aja merasakan susahnya cari kerja," ujarnya.
Cibiran semacam itu bukan datang pertama kalinya. Saat dia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Universitas, sejumlah tetangganya pun juga banyak mencibirnya. Dengan kondisi ekonomi keluarga yang berkekurangan, niat Tri untuk kuliah dianggap terlalu muluk-muluk.
"Saya mikir, lah orangtua saya saja tidak masalah, kenapa pada komentar. Ada yang bilang enggak tahu diri, hidup susah pakai kuliah lagi," ungkapnya.
Beruntung selama kuliah dia nyaris tidak membebani orangtua. Setiap semesternya dia selalu mendapat beasiswa hingga kuliahnya selesai.
"Cuma biaya masuk saja, itu pun dapat potongan, selebihnya dapat beasiswa, saya juga ngajar les anak-anak SMP dan SMA biar dapat uang tambahan," tandasnya.
Quote:

Cerita sarjana Fisika ber-IPK 3,49 tak malu jadi penjual jamu - Hari sudah mulai petang, azan Magrib pun sudah selesai berkumandang. Namun Sutriyani (23) belum juga kunjung pulang. Sang ibu, Tukilah duduk di kursi depan rumah ditemani cahaya lampu yang remang, menunggu anaknya itu pulang.
Sekitar pukul 19.00 WIB, suara motor Sutriyani terdengar masuk ke jalan setapak ke arah rumahnya. Begitu memarkir motornya, dia langsung mendatangi ibunya. Keringat di wajah pun masih tampak.
"Perjalanan satu jam ini tadi dari pelanggan terakhir," ujar Tri, begitu sapaan akrabnya.
Tri adalah salah satu dari sekian banyak sarjana di Indonesia yang berharap bisa memperbaiki nasib dengan ijazahnya. Lulus dengan IPK 3,49 di jurusan pendidikan Fisika, Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa dalam waktu 3,5 tahun, tidak lantas membuat Tri bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan gelarnya yang disandangnya.
"Pengennya kerja yang sesuai, tapi jualan jamu juga enggak apa-apa, saya enggak malu. Saya anggap ini proses, semakin sulit, hasilnya nanti semakin baik," ungkapnya.
Mulanya tidak terpikir dalam benak Tri untuk menjadi penjual jamu seperti ibunya. Setelah lulus kuliah pada Juni 2014 lalu, dia sudah mengirimkan puluhan lamaran pekerjaan, namun nihil. Belum satu pun perusahaan yang menerimanya.
"Saya pernah jualan nasi goreng, ikut orang, kerja di kantor pos, lamar pekerjaan di sana-sini. Pernah juga ditipu, dapat pemberitahuan dapat pekerjaan, tapi ujung-ujungnya dimintain uang," ujarnya.
Setelah banyak pengalaman sejumlah pengalaman pahit mencari pekerjaan, Tri pun memutuskan untuk jualan jamu seperti ibunya. Biasanya Tri berangkat jualan jamu mulau pukul 09.00 pagi hingga siang. Namun sejak beberapa hari lalu dia menggantikan ibunya jualan jamu sore hingga malam hari.
"Ini sekarang dua shif, jam 09.00 berangkat, jam 13.00 sudah pulang, nunggu jamu rampung dimasak satu jam sambil istirahat, terus jam 14.00 sampai malam begini," jelasnya.
Meski melanjutkan profesi ibunya, tapi Tri tidak mau hanya mengandalkan langganan ibunya saja. Dia menyusuri kampung-kampung di daerah selatan Bantul dan mencari pelanggan baru.
"Saya tidak mau hanya nerusin ibu, saya cari pelanggan baru, biar saya ini ada usaha juga, enggak sekedar meneruskan ibu," tandasnya.
Jika ada kesempatan, Tri sebenarnya ingin menjadi guru. Dia ingin ilmu yang dipelajarinya di bangku kuliah bisa berguna bagi orang lain.
"Pemerintah seharusnya menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak, ini kan tanggung jawab mereka. Kalau pengennya saya ngajar, kalau ada beasiswa lanjut studi saya pun mau banget," pungkasnya.
Semoga menjadi pelajaran aja buat kita gan.
Sumur
1
2
Sesungguhnya Ninggalin jejak+ Rate +
tidak akan membuat kaskuser rugi