- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Rangkuman Berita Vonis Dua Guru JIS


TS
bernard123
Rangkuman Berita Vonis Dua Guru JIS
Dua guru JIS sudah divonis oleh Majelis Hakim PN Selatan. Berikut ini rangkuman beberapa pemberitaan terhadap vonis tersebut dari media online:
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Vonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terhadap terdakwa oknum guru Jakarta Internasional School (JIS) Neil Bantleman dan Ferdinand Tjiong dinilai bisa menjadi stimulan pengawasan terhadap dunia pendidikan.
“Vonis ini harus jadi trigger untuk seluruk pihak guna meningkatkan pengawasan bahwa tidak ada yang kebal hukum dan merasa tidak terjamah aturan. Serta menunjukkan kebenaran ada tindak kejahatan seksual di JIS yang melibatkan pendidik,” tegas Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am Sholeh, Jumat (3/4).
Dengan vonis ini, ujarnya, Kemendikbud harus melakukan audit total terhadap keberadaan sekolah-sekolah internasional.
Begitupun Kemenaker yang harus memperketat izin terhadap guru asing terkait kompetensi profesional dan moralitas.
Pada Kamis (2/4), majelis hakim yang diketuai oleh Nuraslam Bustaman juga menjatuhi kedua terdakwa tersebut denda Rp 100 juta subsider enam bulan penjara. Keduanya pun mengajukan banding atas putusan tersebut.
sumber: http://www.republika.co.id/berita/na...ng-kebal-hukum
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi keputusan majelis hakim yang menghukum dua guru Jakarta International School (JIS), Ferdinant Tjiong dan Neil Bantleman, dengan pidana 10 tahun penjara. Ketua KPAI Asrorun Ni'am menilai keputusan ini menunjukkan rasa keadilan bagi anak. "Masih ada keadilan untuk anak Indonesia. Hakim menunjukkan independensinya," kata Asrorum di Jakarta, Kamis malam, 2 April 2012.
Vonis ini, kata dia, memperlihatkan bahwa benar terjadi kejahatan seksual di JIS yang melibatkan tenaga pendidik. Keputusan ini bisa menjadi peringatan kepada semua pihak untuk meningkatkan pengawasan. Dengan vonis ini, menurut Ni'am, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus mengaudit total keberadaan sekolah-sekolah internasional. "Kementerian Ketenagakerjaan juga perlu mengetatkan izin guru asing terkait keprofesionalan dan moralnya," ujarnya.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 2 April 2015, memvonis Tjiong dan Bantleman dengan hukuman pidana masing-masing 10 tahun penjara, dan denda Rp 100 juta atau diganti 6 bulan kurungan. Majelis menilai mereka sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, tipu muslihat, membujuk, dan membiarkan adanya tindakan cabul.
Istri Ferdinant, Sisca Tjiong, mengatakan dirinya sedih dan sangat kecewa atas putusan majelis hakim terhadap suaminya. Ia mengatakan akan mengajukan banding atas putusan yang ditetapkan terhadap Ferdinant. "Saya akan mencari keadilan," kata Sisca di Pengadilan Negeri Jaksel, Kamis, 2 April 2015. Menurut dia, sejak awal persidangan ada ketidakwajaran ketika hakim melarang pihak JIS berbicara kepada media mengenai perkembangan persidangan.
Ferdinant Tjiong divonis bersalah atas tuduhan mencabuli tiga siswa TK Jakarta International School, yakni AK, AL, dan DA. Hakim menyatakan terdakwa memenuhi syarat secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, tipu muslihat, membujuk, dan membiarkan adanya tindakan cabul.
Sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Nur Aslam Bustaman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menyatakan Ferdinant dinyatakan bersalah dan dihukum berdasarkan tuntutan primer Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ferdinant ditetapkan hukuman pidana 10 tahun dengan denda Rp 100 juta, dan subsider kurungan 6 bulan.
sumber: http://www.tempo.co/read/news/2015/0...Anak-Indonesia
Jakarta - Dua guru Jakarta International School (JIS) dinyatakan bersalah melakukan kekerasan seksual terhadap murid. Putusan hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp 100 juta yang dijatuhi Majelis Hakim diapresiasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"KPAI menegaskan mengapresiasi atas putusan pengadilan terhadap 2 terdakwa guru JIS. Masih ada keadilan untuk anak Indonesia. Hakim menunjukkan independensinya," kata Ketua KPAI, Asrorun Ni'am Saleh dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/4/2015).
Vonis ini menurut dia, menunjukkan tindak kejahatan seksual di JIS memang terjadi. Tindakan tersebut juga melibatkan pendidik di sekolah internasional itu.
"Vonis ini harus menjadi trigger untuk seluruh pihak guna meningkatkan pengawasan. Tidak ada yang kebal hukum dan merasa tidak terjamah aturan," ujarnya.
Merujuk dari vonis ini, KPAI meminta pemerintah yakni Kementerian Pendidikan segera melakukan audit total terhadap keberadaan sekolah internasional.
Sedangkan Kementerian Tenaga Kerja, sambung Asrorun harus memperketat izin kerja bagi guru asing. Tak hanya kompetensi guru yang menjadi poin penilaian, namun perilaku dan kepribadian juga penting untuk dipertimbangkan.
"Kemenaker perlu pengetatan izin terhadap guru asing terkait kompetensi profesional dan moral," ujarnya.
sumber: http://news.detik.com/read/2015/04/0...an-introspeksi
Spoiler for Sumber: Jawapos Gan:
JAKARTA – Kalangan pemerhati pendidikan dan pelindung anak-anak bernapas lega. Setelah melalui rangkaian panjang, akhirnya kasus kekerasan seksual dengan terdakwa dua guru Jakarta International School (JIS) Neil Bantleman dan Ferdinand Tjiong sampai pada tahap vonis. Keduanya dijatuhi hukuman masing-masing 10 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan pada Kamis (2/4).
Menurut Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai dalam rilisnya Jumat (3/4), putusan itu hendaknya menjadi peringatan bagi para pelaku lain untuk tidak berani-berani memikirkan, apalagi sampai melakukan, kekerasan seksual terhadap anak. ”Kekerasan kepada anak akan sangat berdampak bagi masa depan anak yang menjadi korban dan di Indonesia ada hukuman keras bagi pelakunya,” tandas Haris.
Selanjutnya, Haris mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang diketuai Nur Aslam Bustaman, yang telah menjatuhkan putusan sepuluh tahun penjara. ”Majelis hakim mampu menjalankan perannya dan tidak mudah diintervensi kekuatan mana pun dalam menyidangkan kasus ini,” katanya.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menambahkan, majelis hakim sudah melakukan terobosan dengan digunakannya model telekonferensi dalam mendengarkan kesaksian saksi korban anak. Dengan demikian, saksi korban anak bisa memberikan keterangan tanpa harus takut bertemu muka dengan para terdakwa. ”Model telekonferensi menjadi sumbangan alat bukti untuk memperkuat keyakinan majelis hakim dalam memutuskan kasus ini,” ucap Edwin.
Apresiasi ke majelis hakim juga datang dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Ketua KPAI Asrorun Ni’am menilai putusan tersebut menunjukkan adanya keadilan bagi anak-anak Indonesia. ”Hakim telah menunjukkan independensinya dalam memberikan putusan,” tegasnya di Jakarta kemarin.
Asrorun melanjutkan, vonis itu sekaligus memperlihatkan benar adanya tindak kejahatan seksual di JIS yang melibatkan pendidik. Karena itu, dia mengharapkan semua pihak meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak di mana pun berada. Tak terkecuali di sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak. ”Vonis ini harus menjadi trigger bagi seluruh pihak untuk lebih waspada,” tuturnya. Termasuk, lanjut dia, pihak kementerian terkait untuk lebih memperhatikan masalah kejahatan seksual terhadap anak di sekolah.
Menurut Asrorun, ada dua kementerian yang harus segera bertindak. Yang pertama adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kementerian pimpinan Anies Baswedan itu diminta segera melakukan audit pada seluruh sekolah internasional di Indonesia. ”Fakta dari vonis tidak bisa diabaikan. Ada dua guru yang melakukan tindak kejahatan seksual di sekolah bertaraf internasional,” urainya.
Selanjutnya adalah Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Asrorun menyatakan, Kemenaker juga memiliki peran penting untuk mencegah munculnya kejadian serupa. Kementerian pimpinan Hanif Dhakiri itu harus menyeleksi dengan ketat pemberian izin kerja kepada para ekspatriat yang ingin mencari rezeki di Indonesia. ”Masalah moral dan kompetensi profesional mereka harus masuk dalam syarat pemberian izin,” tegasnya.
Putusan PN Jakarta Selatan direspons negatif pemerintah Amerika Serikat (AS). Duta Besar (Dubes) AS untuk Indonesia Robert Blake mengatakan, sampai saat ini banyak keraguan yang muncul di publik terkait proses penyelidikan. ”Mencuat juga pertanyaan tentang kurangnya bukti kredibel dalam tuduhan kepada para guru ini. Karena itu, kami sangat kecewa dengan putusan ini,” ungkapnya dalam pernyataan resmi kemarin.
Saat ini, lanjut Robert, komunitas internasional secara luas juga terus mengikuti kasus tersebut. Maka, hasil putusan terhadap proses hukum itu bakal mencerminkan aturan hukum di Indonesia. ”Ini akan sangat berpengaruh terhadap reputasi Indonesia di luar negeri,” tuturnya.
Menanggapi protes Dubes AS di Indonesia, pakar hubungan internasional (HI) Teuku Rezasyah mengatakan, yang dilakukan Robert Blake bisa dikategorikan ofensif dan mengancam. Pasalnya, kasus tersebut sebenarnya tak berkaitan langsung dengan warga negara AS.
Neil Bantleman adalah warga Kanada dan Inggris, sedangkan Ferdinand Tjiong WNI. ”Saya rasa Robert Blake harus lebih berhati-hati dalam berpendapat. Pernyataan itu jelas seperti menghakimi proses pengadilan hukum di Indonesia. Jangan sampai dia menjadi persona non grata (sosok yang tak disambut baik sebuah negara, Red),” ingatnya.
Reza –sapaan akrab Teuku Rezasyah– pun berharap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) merespons pendapat tersebut, misalnya dengan mengeluarkan nota protes. ”Atau setidaknya memanggil Robert sehingga keadaan jelas,” tegasnya. (bil/mia/c9/kim)
sumber: http://www.jawapos.com/baca/artikel/...pelecehan-anak
Menurut Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai dalam rilisnya Jumat (3/4), putusan itu hendaknya menjadi peringatan bagi para pelaku lain untuk tidak berani-berani memikirkan, apalagi sampai melakukan, kekerasan seksual terhadap anak. ”Kekerasan kepada anak akan sangat berdampak bagi masa depan anak yang menjadi korban dan di Indonesia ada hukuman keras bagi pelakunya,” tandas Haris.
Selanjutnya, Haris mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang diketuai Nur Aslam Bustaman, yang telah menjatuhkan putusan sepuluh tahun penjara. ”Majelis hakim mampu menjalankan perannya dan tidak mudah diintervensi kekuatan mana pun dalam menyidangkan kasus ini,” katanya.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menambahkan, majelis hakim sudah melakukan terobosan dengan digunakannya model telekonferensi dalam mendengarkan kesaksian saksi korban anak. Dengan demikian, saksi korban anak bisa memberikan keterangan tanpa harus takut bertemu muka dengan para terdakwa. ”Model telekonferensi menjadi sumbangan alat bukti untuk memperkuat keyakinan majelis hakim dalam memutuskan kasus ini,” ucap Edwin.
Apresiasi ke majelis hakim juga datang dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Ketua KPAI Asrorun Ni’am menilai putusan tersebut menunjukkan adanya keadilan bagi anak-anak Indonesia. ”Hakim telah menunjukkan independensinya dalam memberikan putusan,” tegasnya di Jakarta kemarin.
Asrorun melanjutkan, vonis itu sekaligus memperlihatkan benar adanya tindak kejahatan seksual di JIS yang melibatkan pendidik. Karena itu, dia mengharapkan semua pihak meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak di mana pun berada. Tak terkecuali di sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak. ”Vonis ini harus menjadi trigger bagi seluruh pihak untuk lebih waspada,” tuturnya. Termasuk, lanjut dia, pihak kementerian terkait untuk lebih memperhatikan masalah kejahatan seksual terhadap anak di sekolah.
Menurut Asrorun, ada dua kementerian yang harus segera bertindak. Yang pertama adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kementerian pimpinan Anies Baswedan itu diminta segera melakukan audit pada seluruh sekolah internasional di Indonesia. ”Fakta dari vonis tidak bisa diabaikan. Ada dua guru yang melakukan tindak kejahatan seksual di sekolah bertaraf internasional,” urainya.
Selanjutnya adalah Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Asrorun menyatakan, Kemenaker juga memiliki peran penting untuk mencegah munculnya kejadian serupa. Kementerian pimpinan Hanif Dhakiri itu harus menyeleksi dengan ketat pemberian izin kerja kepada para ekspatriat yang ingin mencari rezeki di Indonesia. ”Masalah moral dan kompetensi profesional mereka harus masuk dalam syarat pemberian izin,” tegasnya.
Putusan PN Jakarta Selatan direspons negatif pemerintah Amerika Serikat (AS). Duta Besar (Dubes) AS untuk Indonesia Robert Blake mengatakan, sampai saat ini banyak keraguan yang muncul di publik terkait proses penyelidikan. ”Mencuat juga pertanyaan tentang kurangnya bukti kredibel dalam tuduhan kepada para guru ini. Karena itu, kami sangat kecewa dengan putusan ini,” ungkapnya dalam pernyataan resmi kemarin.
Saat ini, lanjut Robert, komunitas internasional secara luas juga terus mengikuti kasus tersebut. Maka, hasil putusan terhadap proses hukum itu bakal mencerminkan aturan hukum di Indonesia. ”Ini akan sangat berpengaruh terhadap reputasi Indonesia di luar negeri,” tuturnya.
Menanggapi protes Dubes AS di Indonesia, pakar hubungan internasional (HI) Teuku Rezasyah mengatakan, yang dilakukan Robert Blake bisa dikategorikan ofensif dan mengancam. Pasalnya, kasus tersebut sebenarnya tak berkaitan langsung dengan warga negara AS.
Neil Bantleman adalah warga Kanada dan Inggris, sedangkan Ferdinand Tjiong WNI. ”Saya rasa Robert Blake harus lebih berhati-hati dalam berpendapat. Pernyataan itu jelas seperti menghakimi proses pengadilan hukum di Indonesia. Jangan sampai dia menjadi persona non grata (sosok yang tak disambut baik sebuah negara, Red),” ingatnya.
Reza –sapaan akrab Teuku Rezasyah– pun berharap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) merespons pendapat tersebut, misalnya dengan mengeluarkan nota protes. ”Atau setidaknya memanggil Robert sehingga keadaan jelas,” tegasnya. (bil/mia/c9/kim)
sumber: http://www.jawapos.com/baca/artikel/...pelecehan-anak
Spoiler for sumber: republika:
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Vonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terhadap terdakwa oknum guru Jakarta Internasional School (JIS) Neil Bantleman dan Ferdinand Tjiong dinilai bisa menjadi stimulan pengawasan terhadap dunia pendidikan.
“Vonis ini harus jadi trigger untuk seluruk pihak guna meningkatkan pengawasan bahwa tidak ada yang kebal hukum dan merasa tidak terjamah aturan. Serta menunjukkan kebenaran ada tindak kejahatan seksual di JIS yang melibatkan pendidik,” tegas Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am Sholeh, Jumat (3/4).
Dengan vonis ini, ujarnya, Kemendikbud harus melakukan audit total terhadap keberadaan sekolah-sekolah internasional.
Begitupun Kemenaker yang harus memperketat izin terhadap guru asing terkait kompetensi profesional dan moralitas.
Pada Kamis (2/4), majelis hakim yang diketuai oleh Nuraslam Bustaman juga menjatuhi kedua terdakwa tersebut denda Rp 100 juta subsider enam bulan penjara. Keduanya pun mengajukan banding atas putusan tersebut.
sumber: http://www.republika.co.id/berita/na...ng-kebal-hukum
Spoiler for sumber: tempo:
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi keputusan majelis hakim yang menghukum dua guru Jakarta International School (JIS), Ferdinant Tjiong dan Neil Bantleman, dengan pidana 10 tahun penjara. Ketua KPAI Asrorun Ni'am menilai keputusan ini menunjukkan rasa keadilan bagi anak. "Masih ada keadilan untuk anak Indonesia. Hakim menunjukkan independensinya," kata Asrorum di Jakarta, Kamis malam, 2 April 2012.
Vonis ini, kata dia, memperlihatkan bahwa benar terjadi kejahatan seksual di JIS yang melibatkan tenaga pendidik. Keputusan ini bisa menjadi peringatan kepada semua pihak untuk meningkatkan pengawasan. Dengan vonis ini, menurut Ni'am, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus mengaudit total keberadaan sekolah-sekolah internasional. "Kementerian Ketenagakerjaan juga perlu mengetatkan izin guru asing terkait keprofesionalan dan moralnya," ujarnya.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 2 April 2015, memvonis Tjiong dan Bantleman dengan hukuman pidana masing-masing 10 tahun penjara, dan denda Rp 100 juta atau diganti 6 bulan kurungan. Majelis menilai mereka sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, tipu muslihat, membujuk, dan membiarkan adanya tindakan cabul.
Istri Ferdinant, Sisca Tjiong, mengatakan dirinya sedih dan sangat kecewa atas putusan majelis hakim terhadap suaminya. Ia mengatakan akan mengajukan banding atas putusan yang ditetapkan terhadap Ferdinant. "Saya akan mencari keadilan," kata Sisca di Pengadilan Negeri Jaksel, Kamis, 2 April 2015. Menurut dia, sejak awal persidangan ada ketidakwajaran ketika hakim melarang pihak JIS berbicara kepada media mengenai perkembangan persidangan.
Ferdinant Tjiong divonis bersalah atas tuduhan mencabuli tiga siswa TK Jakarta International School, yakni AK, AL, dan DA. Hakim menyatakan terdakwa memenuhi syarat secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, tipu muslihat, membujuk, dan membiarkan adanya tindakan cabul.
Sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Nur Aslam Bustaman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menyatakan Ferdinant dinyatakan bersalah dan dihukum berdasarkan tuntutan primer Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ferdinant ditetapkan hukuman pidana 10 tahun dengan denda Rp 100 juta, dan subsider kurungan 6 bulan.
sumber: http://www.tempo.co/read/news/2015/0...Anak-Indonesia
Spoiler for Sumber: detik:
Jakarta - Dua guru Jakarta International School (JIS) dinyatakan bersalah melakukan kekerasan seksual terhadap murid. Putusan hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp 100 juta yang dijatuhi Majelis Hakim diapresiasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"KPAI menegaskan mengapresiasi atas putusan pengadilan terhadap 2 terdakwa guru JIS. Masih ada keadilan untuk anak Indonesia. Hakim menunjukkan independensinya," kata Ketua KPAI, Asrorun Ni'am Saleh dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/4/2015).
Vonis ini menurut dia, menunjukkan tindak kejahatan seksual di JIS memang terjadi. Tindakan tersebut juga melibatkan pendidik di sekolah internasional itu.
"Vonis ini harus menjadi trigger untuk seluruh pihak guna meningkatkan pengawasan. Tidak ada yang kebal hukum dan merasa tidak terjamah aturan," ujarnya.
Merujuk dari vonis ini, KPAI meminta pemerintah yakni Kementerian Pendidikan segera melakukan audit total terhadap keberadaan sekolah internasional.
Sedangkan Kementerian Tenaga Kerja, sambung Asrorun harus memperketat izin kerja bagi guru asing. Tak hanya kompetensi guru yang menjadi poin penilaian, namun perilaku dan kepribadian juga penting untuk dipertimbangkan.
"Kemenaker perlu pengetatan izin terhadap guru asing terkait kompetensi profesional dan moral," ujarnya.
sumber: http://news.detik.com/read/2015/04/0...an-introspeksi
0
1.4K
Kutip
5
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan