

TS
amalikasyari
Mandi Junub Berbarengan dengan Istri
Bolehkah mandi junub berbarengan dengan istri?
Di antara yang bisa memupuk rasa cinta kasih antara pasangan suami istri adalah ketika junub (sehabis hubungan intim) bisa mandi berbarengan. Ini yang dianjurkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ucapan beliau dan juga praktek beliau. Sampai-sampai ketika mandi dari satu wadah dengan ‘Aisyah, beliau katakan kepada istri tercintanya, “Sisakan bagianku, sisakan bagianku”. Karena ketika itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saling berlomba dengan istrinya ketika mengambil air.
Dari hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ تَغْتَسِلَ الْمَرْأَةُ بِفَضْلِ الرجُلِ أَوْ يَغْتَسِلَ الرجُلُ بِفَضْلِ الْمَرْأَةِ وَلْيَغْتَرِفَا جَمِيعًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang perempuan mandi dari sisa laki-laki atau seorang laki-laki mandi dari sisa perempuan. Namun hendaklah mereka mandi berbarengan (lewat wadah yang sama).” (HR. Abu Daud no. 81 dan An Nasai no. 239. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Didikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat bagus karena seorang suami atau istri tidak baik jika mandi sendiri ketika junub, lalu datang pasangannya setelah itu. Namun yang lebih bagus ketika mereka mandi junub bisa berbarengan.
2- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuki pada sesuatu yang lebih maslahat oleh umatnya walau mungkin sebagian malu untuk menceritakan.
3- Antara suami istri boleh memandang satu dan lainnya, tidak ada batasan aurat antara keduanya. Hal ini berbeda dengan pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa aurat antara suami istri adalah kemaluan, sehingga tidak boleh suami atau istri memandang kemaluan pasangannya. Ini adalah pendapat lemah dan terbantah dengan hadits yang sedang kita kaji.
4- Hendaklah seorang suami juga melakukan hal yang bisa membuat keduanya semakin cinta dan berkasih sayang, serta romantis.
5- Larangan mandi dari sisa istri yang disebutkan dalam hadits di atas adalah larangan ta’dib, bimbingan untuk melakukan yang lebih baik. Jadi bukan maksudnya adalah larangan haram. Karena dalam hadits lain disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dari sisa istrinya, seperti dari bekas mandi Maimunah. Sebagiamana disebutkan dalam hadits riwayat Muslim, di mana Ibnu ‘Abbas berkata,
أَن رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mandi dari sisa mandi Maimunah.” (HR. Muslim no. 323).
Dalam kitab sunan disebutkan,
عَنِ ابْنِ عَباسٍ قَالَ اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النبِى -صلى الله عليه وسلم- فِى جَفْنَةٍ فَجَاءَ النبِى -صلى الله عليه وسلم- لِيَتَوَضأَ مِنْهَا – أَوْ يَغْتَسِلَ – فَقَالَتْ لَهُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنى كُنْتُ جُنُبًا. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِن الْمَاءَ لاَ يَجْنُبُ ».
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mandi di satu wadah besar. Lalu datang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau mengambil air dari sisa mandi istrinya, atau beliau berkeinginan untuk mandi. Maka salah satu istrinya berkata, “Wahai Rasulullah, aku tadi junub (dan itu sisa mandiku, pen). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda: Sesungguhnya air itu tidak terpengaruh oleh junub.” (HR. Abu Daud no. 68, Tirmidzi no. 65, dan Ibnu Majah no. 370. Tirmidzi menshahihkan hadits ini).
Sourch: fb.Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat.
Di antara yang bisa memupuk rasa cinta kasih antara pasangan suami istri adalah ketika junub (sehabis hubungan intim) bisa mandi berbarengan. Ini yang dianjurkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ucapan beliau dan juga praktek beliau. Sampai-sampai ketika mandi dari satu wadah dengan ‘Aisyah, beliau katakan kepada istri tercintanya, “Sisakan bagianku, sisakan bagianku”. Karena ketika itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saling berlomba dengan istrinya ketika mengambil air.
Dari hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ تَغْتَسِلَ الْمَرْأَةُ بِفَضْلِ الرجُلِ أَوْ يَغْتَسِلَ الرجُلُ بِفَضْلِ الْمَرْأَةِ وَلْيَغْتَرِفَا جَمِيعًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang perempuan mandi dari sisa laki-laki atau seorang laki-laki mandi dari sisa perempuan. Namun hendaklah mereka mandi berbarengan (lewat wadah yang sama).” (HR. Abu Daud no. 81 dan An Nasai no. 239. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Didikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat bagus karena seorang suami atau istri tidak baik jika mandi sendiri ketika junub, lalu datang pasangannya setelah itu. Namun yang lebih bagus ketika mereka mandi junub bisa berbarengan.
2- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuki pada sesuatu yang lebih maslahat oleh umatnya walau mungkin sebagian malu untuk menceritakan.
3- Antara suami istri boleh memandang satu dan lainnya, tidak ada batasan aurat antara keduanya. Hal ini berbeda dengan pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa aurat antara suami istri adalah kemaluan, sehingga tidak boleh suami atau istri memandang kemaluan pasangannya. Ini adalah pendapat lemah dan terbantah dengan hadits yang sedang kita kaji.
4- Hendaklah seorang suami juga melakukan hal yang bisa membuat keduanya semakin cinta dan berkasih sayang, serta romantis.
5- Larangan mandi dari sisa istri yang disebutkan dalam hadits di atas adalah larangan ta’dib, bimbingan untuk melakukan yang lebih baik. Jadi bukan maksudnya adalah larangan haram. Karena dalam hadits lain disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dari sisa istrinya, seperti dari bekas mandi Maimunah. Sebagiamana disebutkan dalam hadits riwayat Muslim, di mana Ibnu ‘Abbas berkata,
أَن رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mandi dari sisa mandi Maimunah.” (HR. Muslim no. 323).
Dalam kitab sunan disebutkan,
عَنِ ابْنِ عَباسٍ قَالَ اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النبِى -صلى الله عليه وسلم- فِى جَفْنَةٍ فَجَاءَ النبِى -صلى الله عليه وسلم- لِيَتَوَضأَ مِنْهَا – أَوْ يَغْتَسِلَ – فَقَالَتْ لَهُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنى كُنْتُ جُنُبًا. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِن الْمَاءَ لاَ يَجْنُبُ ».
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mandi di satu wadah besar. Lalu datang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau mengambil air dari sisa mandi istrinya, atau beliau berkeinginan untuk mandi. Maka salah satu istrinya berkata, “Wahai Rasulullah, aku tadi junub (dan itu sisa mandiku, pen). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda: Sesungguhnya air itu tidak terpengaruh oleh junub.” (HR. Abu Daud no. 68, Tirmidzi no. 65, dan Ibnu Majah no. 370. Tirmidzi menshahihkan hadits ini).
Sourch: fb.Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat.


tien212700 memberi reputasi
1
1.9K
4
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan