[BERWIBAWA] Panglima TNI Imbau Santoso Menyerahkan Diri jika Tidak Ingin Mati
TS
moto_21
[BERWIBAWA] Panglima TNI Imbau Santoso Menyerahkan Diri jika Tidak Ingin Mati
PALU, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal Moeldoko, mengimbau Santoso, gembong teroris di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, untuk menyerah kepada aparat keamanan. TNI tengah menggelar latihan gabungan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) dengan kekuatan 3.200 personel di sana.
"Nanti kalau ketemu TNI ada dua risikonya, mati atau dia (Santoso) menyerahkan diri," kata Moeldoko, di Kota Palu, Senin (30/3/2015), sesaat sebelum terbang ke Poso untuk membuka latihan perang gabungan TNI.
Santoso adalah pimpinan kelompok teroris yang diduga kuat melakukan serangkaian kasus kekerasan di Kabupaten Poso dan beberapa daerah di Provinsi Sulawesi Tengah.
Saat ini terdapat latihan PPRC di Poso dari Divisi II Komando Strategis TNI AD yang diperkuat beberapa unsur dari TNI AL, TNI AU, dan TNI AD.
Moeldoko mengatakan saat ini di Kabupaten Poso terdapat sekelompok sipil kecil dan bersenjata dan tidak boleh dibiarkan. Kelompok dimaksud adalah 20-an orang yang saat ini bersembunyi di hutan dan kerap menebar teror kepada aparat dan masyarakat.
"Kelompok itu jangan sampai dibiarkan. Kalau dibiarkan, kelompok radikal lain bisa merasa nyaman di Poso dan tumbuh besar," ujarnya.
Dia mengatakan jika kelompok pimpinan Santoso itu dibiarkan maka kelompok radikal Negara Islam di Suriah dan Irak (NIIS/ISIS) suatu saat bisa bergabung dengan mereka.
"Saya tegaskan, tidak ada tempat untuk ISIS di Indonesia, termasuk di Poso," kata Jenderal bintang empat ini.
Dia juga kembali menegaskan latihan perang seperti di Poso itu latihan rutin tahunan yang lokasinya bisa di mana saja. "Tapi kalau ketemu Santoso dan tidak mau menyerah, ya saya tembak," katanya, menegaskan
POSO, KOMPAS.com - Sebanyak 160 roket ditembakkan ke lokasi Gunung Biru, Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Penembakan itu dilakukan dalam latihan tempur satuan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) yang digelar di Poso, Selasa (31/3/2015).
Selain itu, ada sejumlah roket–M70 grade marinir kaliber 122 dengan jangkauan hingga 20 kilometer yang ditembakan dari KRI Sultan Hasanudin 3-6-6 yang bersandar di Teluk Poso.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas.com, serangan roket ini dilakukan tak hanya dengan tujuan latihan, tapi juga untuk menghentikan aksi-aksi teror dari kelompok teroris pimpinan Santoso. Para teroris itu selama ini menjadikan Gunung Biru sebagai tempat bergerilya.
Sementara itu, di tempat yang terpisah, di tengah perkebunan warga antara Desa Masani dan Desa Lape, ratusan pasukan penerjung payung juga ikut dilepas dari 10 pesawat Hercules dengan yang dikawal empat pesawat F-16.
Seluruh rangkaian kegiatan serangan selama dua jam dari pukul 6.00 sampai pukul 8.00 wita itu dipimpin langsung oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Sebelumnya, Panglima dalam jumpa pers usai membuka Latgab menegaskan, pemilihan lokasi latihan di Poso juga untuk menekan perkembangan kelompok radikal.
Menurut dia, dengan kondisi pegunungan yang luas dan medan yang sulit terjangkau, wilayah Poso menjadi salah satu tempat yang paling aman untuk perkembangan paham radikal seperti teroris dan juga paham Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).
"Saya berkali-kali menegaskan, TNI dan Pemerintah tidak pernah memberi tempat bagi berkembangnya aliran-aliran radikal seperti teroris. Untuk itu, Poso yang memiliki potensi bagi perkembangan kelompok itu kita jadikan sebagai pusat latihan,’’ tegas Moeldoko.
Jakarta - Pasukan TNI yang tergabung dalam Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) melakukan operasi latihan militer di Poso, Sulawesi Tengah. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mempertanyakan kegiatan latihan militer yang salah satu tujuannya untuk memburu kelompok teroris jaringan Santoso di Poso tersebut.
"Kenapa operasi militer dikerahkan untuk melakukan penangkapan teroris Santoso, yang seharusnya penangkapan teroris itu adalah upaya penegakan hukum," ujar Koordinator Kontras Haris Azhar dalam diskusi mempertanyakan operasi militer yang dilakukan di Poso di Kantor Kontras, Jl Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (24/3/2015).
Tak hanya itu, berdasarkan informasi yang dihimpun Kontras, jumlah personel yang dikerahkan dalam latihan tersebut sebanyak 3.000 personel. Jumlah ini dirasa Kontras sangat berlebihan dan membuat takut masyarakat setempat.
"Kami melihat situasi di Poso dengan tiga armada yaitu AL, AU dan AD itu dikerahkan dalam operasi besar-besaran, sekitar 3.000 personel diturunkan di beberapa titik yang diduga sebagai basis teroris Santoso. Di mana wilayahnya ada di tiga desa, yaitu Desa Tangkura di Poso pesisir selatan, Desa Tambarana di Poso pesisir utara dan Pegunungan Biru Tamanjeka," kata Haris.
Kepala Biro Riset Kontras, Puri Kencana Putri mengatakan, pada saat bersamaan digelar operasi Camar Maleo 2015 yang dilakukan oleh Polda Sulawesi Tengah. Operasi ini juga bertujuan untuk membekuk jaringan teroris Santoso.
"Operasi Camar Maleo 2015 dibentuk untuk membekuk jaringan Santoso dan organisasi Mujahidin Indonesia Timur. Di mana dari pantauan kami terdapat ribuan personel juga yang diturunkan dalam operasi tersebut. Dengan estimasi 600 personel Brimob, dan 400 personel dari jajaran Polda Sulawesi Tengah, seperti Polres Poso, Parigi, Moutong, Tojo Unauna, Morowali dan Sigi," jelas Puti.
"Dengan perbandingan seperti itu, sipil, polisi dan TNI menjadi tidak seimbang dengan TNI yang pasukan dan koordinasi lebih banyak sehingga menimbulkan sedikit keresahan terutama pada tiga wilayah tadi," timpal Hari