- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[Berita + Saran] BBG Win-Win Solution Untuk Masalah Energi Indonesia


TS
EconomicHitman
[Berita + Saran] BBG Win-Win Solution Untuk Masalah Energi Indonesia
![[Berita + Saran] BBG Win-Win Solution Untuk Masalah Energi Indonesia](https://dl.kaskus.id/s27.postimg.org/tijnywarn/020714_cadangan_gas_0_jpg_itok_Tl2_Nei_OM.jpg)
Belakangan ini, hampir tak asing lagi melihat beragam angkutan umum dengan tulisan atau stiker CNG/ BBG di badan kendaraan.
Kendaraan- kendaraan itu cukup banyak berseliweran di jalan-jalan Ibu Kota dan sekitarnya. Itu terjadi setelah pemerintah mulai serius berupaya mengurangi ketergantungan konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Awalnya memang tak mudah, karena harus menyiapkan infrastruktur baru.
Melalui PT Pertamina (Persero), duatiga tahun lalu, infrastruktur stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) pun mulai dibangun di Jakarta menggunakan kas internal BUMN energi tersebut. Tapi, pelan-pelan kendaraan umum yang kini menggunakan BBG mulai banyak setelah merasakan kelebihan bahan bakar alternatif tersebut.
Punto Wiryono (35) misalnya, pengemudi bajai biru pengguna BBG mengaku lebih senang menggunakan gas ketimbang BBM konvensional. Menurut dia, sejak menggunakan BBG, pengeluaran untuk bahan bakar menjadi jauh lebih irit. ”Lebih irit, hanya Rp25.000–30.000 (per hari),” ujarnya kepada KORAN SINDO baru-baru ini.
Tentu penggunaan gas lebih efisien, mengingat harga jual BBG di Jabodetabek hanya dibanderol Rp3.100 per liter setara premium (LSP), kurang dari setengah harga premium yang kini mencapai Rp6.900 per liter. ”Sudah begitu enggak berisik, penumpang lebih senang,” tuturnya.
Hal senada dikatakan pengemudi bajai lainnya, Ilham, 25, yang mengaku bisa menghemat lebih dari Rp500.000 per bulan setelah menggunakan BBG. Namun, tantangan untuk mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan ini masih banyak. Seperti dikatakan Ilham, terkadang dia harus menempuh jarak cukup jauh untuk mengisi gas. ”Saya biasa isi di (SPBG) Mampang, sementara saya mutermuterdi Thamrin,” kata dia.
Selain infrastruktur, kendala lainnya adalah harga kendaraan pengguna gas yang masih relatif mahal. Rinto menyebutkan, untuk membeli bajai BBG, ia harus menyiapkan Rp140 juta. ”Ini yang membuat beberapa kawan masih bertahan dengan bajai lama yang pakai BBM,” katanya.
Terlepas dari itu, penggunaan gas sebagai bahan bakar kendaraan menjamin masa depan yang lebih baik, terkait finansial maupun lingkungan. Gas menawarkan efisiensi yang lebih besar dan juga ramah lingkungan. Berdasarkan data Pertamina, LGV (liquefied gas for vehicle) kini menempati urutan ketiga bahan bakar transportasi yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah bensin dan solar.
Di seluruh dunia, LGV digunakan lebih dari 23 juta kendaraan. Bahkan, di beberapa negara maju di Eropa dan Asia, porsi penggunaan LGV lebih besar dari BBM. Harus diakui, di dalam negeri penggunaan gas sebagai bahan bakar kendaraan belum sepopuler itu. Pertamina pun baru mengoperasikan sebanyak 23 unit stasiun pengisian di beberapa kota.
Konsumsi CNG dengan merek Envogas maupun LGV dengan merek Vi- Gas yang dijual Pertamina juga baru sekitar 0,1% dari konsumsi BBM konvensional. Namun, tren penggunaannya terus tumbuh. Pertamina mencatat, khusus untuk Vi- Gas, konsumsinya meningkat rata-rata sekitar 40% per tahun dari semula189 kiloliter (kl) pada 2008 menjadi 913 kl pada 2013.
Berdasar tren tersebut, perusahaan energi pelat merah itu yakin, masyarakat akan menerima gas sebagai alternatif BBM di masa mendatang. Karena itu, Pertamina menargetkan untuk membangun 150 unit penjualan Vi-Gas dan Envogas di SPBU secara terintegrasi setiap tahun. Pemerintah, harusnya memanfaatkan momentum tersebut untuk memasyarakatkan penggunaan BBG.
Selain mendorong pembangunan infrastruktur gas, pemerintah bisa menyiapkan kebijakan insentif agar harga kendaraan dual fuel lebih terjangkau. Dengan begitu, tujuan program konversi bahan bakar untuk menciptakan efisiensi dalam skala nasional bisa diwujudkan.
Jika itu dicapai, tak hanya ketahanan energi yang meningkat, impor bahan bakar yang selama ini membebani negara juga bisa ditekan. Manfaatnya akan sangat terasa jika suatu saat harga minyak dunia kembali membubung tinggi.
sumber
JAKARTA - Asosiasi Perusahaan CNG Indonesia (APCNGI) menyebut harga keekonomian Bahan Bakar Gas (BBG) sampai ke konsumen atau di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) sekira Rp5.500 liter setara premium (lsp).
Saat ini, harga BBG yang dijual di beberapa SPBG di wilayah Jabodetabek yang operatornya PT Pertamina (Persero) dan PT PGN (Persero) sekira Rp3.100 lsp.
"Kalau harga keekonomisan itu secara keekonomisan harga gasnya dengan kurs sekarang tanpa fasilitas apapun seperti subsidi atau segala macam, gas itu di titik SPBG di Rp5.500 liter setara premium," ucap Ketua Umum APCNGI Robbi R Sukardi di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (19/12/2014).
Menurut Robbi, dengan harga keekonomisan mencapai Rp5.500 lsp, membuat keuntungan untuk semua pihak, mulai dari hulu sampai hilir.
"Memang dilihat dari sisi hulu yang punya gas untung, dari sisi infrastruktur pipa cukup keekonomisannya, yang punya stadion (SPBG) ekonomis," sebutnya.
Lanjut Robbi menjelaskan, walaupun dari sisi hulu menguntungkan, namun dari sisi hilir khususnya konsumen akan merugikan.
"Tapi yang disengsarakan adalah pengguna atau konsumen mungkin keberatan dengan harga Rp5.500 karena yang saya sampaikan, mereka untuk beralih itu perlu insentif," tukasnya.
sumber
Quote:
Diubah oleh EconomicHitman 30-03-2015 18:43
0
2.4K
17


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan