Kisruh antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama semakin memanas. Namun, Wakil
Quote:
Gubernur Djarot Saiful Hidayat terkesan diam, tak membela Ahok-sapaan Basuki.
Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, menilai Djarot sengaja memakai strategi menghilang dalam kisruh ini. "Djarot tidak bisa bersikap lugas seperti Ahok karena dia ini politikus, berbeda dengan Ahok yang tak lagi berpartai," kata Hamdi kepada Tempo, Selasa 24 Maret 2015. Djarot, kata dia, bagaimanapun tak akan bisa melepaskan diri dari partai.
Djarot, kata Hamdi, dalam posisi terjepit. Dalam posisi ini, maka strategi yang paling mudah adalah menghilang. "Kalkukasi politiknya jelas walaupun kalah, Ahok tetap akan didukung publik," kata dia. Sementara itu, jika Djarot melawan Ahok maka dia menjadi tidak populer.
Namun demikian, Hamdi berujar, Djarot mungkin saja sudah berupaya mendamaikan Ahok dengan dewan, tetapi usahanya itu gagal. "Ahok sudah berada pada titik di mana dia sangat muak, sehingga tak dapat dilunakkan lagi," kata Hamdi. Sementara itu, Djarot tak punya kekuatan untuk melobi dewan.
Hamdi menambahkan, posisi Djarot berbeda 180 derajat dengan Ahok. Ahok mampu bersikap lugas ketika berhadapan dengan dewan, menurut Hamdi, karena tiada lagi ada kepentingan politik yang menunggangi.
"Lagipula, dia (Ahok) sudah kepalang basah sampai di titik all out. Sudah tidak bisa lagi untuk mundur," kata Hamdi. Justru ketika Ahok melunak, ujar dia, malah akan menjadi blunder bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dalam situsi ini, Hamdi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kementerian Dalam Negeri bertindak lebih tegas. "Supaya konflik tidak berlarut-larut dan jelas siapa yang maling sebenarnya," kata dia. Selain itu, akan menjadi pembelajaran politik yang baik bagi Indonesia ke depan bahwa tak ada celah bagi korupsi.