- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[PASTI SEPI] Neraca perdagangan Februari surplus 0,74 miliar dolar


TS
anshasoank
[PASTI SEPI] Neraca perdagangan Februari surplus 0,74 miliar dolar
Neraca perdagangan Februari surplus 0,74 miliar dolar
Quote:
Jakarta (ANTARA News) - Neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2015 kembali surplus sebesar 0,74 miliar dolar AS, setara Rp9,62 triliun (kurs Rp13.00), relatif stabil dibanding surplus Januari 2015 sebesar 0,75 miliar dolar AS atau Rp9,75 triliun.
"Pencapaian tersebut ditopang oleh surplus neraca migas maupun nonmigas," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara dalam pernyataan resmi di laman BI, Jakarta, Senin.
Neraca perdagangan migas mencatat surplus sebesar 0,17 miliar dolar AS atau Rp2,21 triliun, lebih baik dibanding bulan sebelumnya yang mengalami defisit sebesar 0,03 miliar dolar AS atau Rp390 miliar.
Surplus neraca migas disebabkan oleh penurunan impor migas sebesar 18,7 persen (mtm), yang melampaui penurunan ekspor migas sebesar 8,8 persen (mtm). Penurunan impor migas tersebut dipicu oleh turunnya impor hasil minyak dan minyak mentah.
Sementara itu, ekspor migas juga mengalami penurunan, disebabkan oleh penurunan ekspor gas dan ekspor hasil minyak.
Meskipun lebih rendah daripada bulan sebelumnya, neraca perdagangan nonmigas pada Februari 2015 masih mencatat surplus sebesar 0,57 miliar dolar AS atau Rp7,41 triliun. Ekspor nonmigas tercatat turun 7,8 persen (mtm) terutama terjadi pada ekspor perhiasan/permata, alas kaki, bahan bakar mineral, serta lemak dan minyak hewan/nabati.
Di sisi lain, ekspor nonmigas untuk kendaraan dan bagiannya mengalami peningkatan. Sementara itu, impor nonmigas juga turun 6,3 persen (mtm), terutama disebabkan oleh turunnya impor mesin dan peralatan mekanik , mesin dan peralatan listrik, serta besi dan baja.
"Bank Indonesia memandang kinerja neraca perdagangan Februari 2015 tersebut akan berdampak positif terhadap kinerja transaksi berjalan triwulan I-2015. Bank Indonesia memperkirakan struktur neraca perdagangan Indonesia kedepan akan lebih sehat dan semakin mendukung proses pemulihan keseimbangan eksternal Indonesia," ujar Tirta.
Editor: Suryanto
"Pencapaian tersebut ditopang oleh surplus neraca migas maupun nonmigas," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara dalam pernyataan resmi di laman BI, Jakarta, Senin.
Neraca perdagangan migas mencatat surplus sebesar 0,17 miliar dolar AS atau Rp2,21 triliun, lebih baik dibanding bulan sebelumnya yang mengalami defisit sebesar 0,03 miliar dolar AS atau Rp390 miliar.
Surplus neraca migas disebabkan oleh penurunan impor migas sebesar 18,7 persen (mtm), yang melampaui penurunan ekspor migas sebesar 8,8 persen (mtm). Penurunan impor migas tersebut dipicu oleh turunnya impor hasil minyak dan minyak mentah.
Sementara itu, ekspor migas juga mengalami penurunan, disebabkan oleh penurunan ekspor gas dan ekspor hasil minyak.
Meskipun lebih rendah daripada bulan sebelumnya, neraca perdagangan nonmigas pada Februari 2015 masih mencatat surplus sebesar 0,57 miliar dolar AS atau Rp7,41 triliun. Ekspor nonmigas tercatat turun 7,8 persen (mtm) terutama terjadi pada ekspor perhiasan/permata, alas kaki, bahan bakar mineral, serta lemak dan minyak hewan/nabati.
Di sisi lain, ekspor nonmigas untuk kendaraan dan bagiannya mengalami peningkatan. Sementara itu, impor nonmigas juga turun 6,3 persen (mtm), terutama disebabkan oleh turunnya impor mesin dan peralatan mekanik , mesin dan peralatan listrik, serta besi dan baja.
"Bank Indonesia memandang kinerja neraca perdagangan Februari 2015 tersebut akan berdampak positif terhadap kinerja transaksi berjalan triwulan I-2015. Bank Indonesia memperkirakan struktur neraca perdagangan Indonesia kedepan akan lebih sehat dan semakin mendukung proses pemulihan keseimbangan eksternal Indonesia," ujar Tirta.
Editor: Suryanto
antara
Neraca Perdagangan Surplus, Menko Perekonomian Langsung Bersyukur
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil langsung bersyukur setelah tahu bahwa kinerja neraca perdagangan Februari 2015 surplus 738,3 juta dollar AS. Menurut dia, hasil itu merupakan bukti kinerja pemerintah.
"Alhamdulillah artinya kinerja ekspor bagus. Masyarakat lihat makin hari makin bagus saja kinerja ekspor," ujar Sofyan usai menggelar rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Senin (16/3/2015).
Meski nampak senang karena surplus tersebut, Sofyan mengingatkan bahwa Indonesia masih memiliki masalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Oleh karena itu kata dia, masalah tersebut harus segera diperbaiki.
"Tapi kan kita ada masalah CAD. Nah CAD ini hrs diadres segera. Tapi jangan meningkatkan ekspor saja tapi artinya perbaiki juga CAD," kata dia.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca dagang Februari 2015 surplus 738,3 juta dollar AS. Neraca perdagangan kumulatif Januari-Februari 2015 tercatat surplus 1,48 miliar dollar AS.
Kepala BPS Suryamin mengatakan surplus yang terjadi pada Februari 2015 terjadi pada neraca migas dan non migas. Biasanya, surplus hanya terjadi pada neraca non migas sedangkan neraca migas selalu defisit. Neraca migas Februari surplus 174,1 juta dollar AS.
Sementara itu, neraca non migas surplus 564,2 juta dollar AS. Untuk ekspor pada Februari 2015 tercatat 12,29 miliar dollar AS, turun 16,02 persen dibanding Februari 2014 yang sebesar 14,63 miliar dollar AS. Bila dibanding Januari 2015, ekspor Februari turun sebesar 7,99 persen.
Sementara itu dari sisi impor, terjadi penurunan yang lebih dalam dibanding ekspor. Impor secaratotal pada Februari 2015 sebesar 11,55 miliar dollar AS. Nilai ini turun 16,24 persen dibanding Februari 2014 yang sebesar 13,79 miliar dollar AS. Bila dibanding Januari 2015, impor Februari pun turun hingga 8,42 persen.
"Alhamdulillah artinya kinerja ekspor bagus. Masyarakat lihat makin hari makin bagus saja kinerja ekspor," ujar Sofyan usai menggelar rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Senin (16/3/2015).
Meski nampak senang karena surplus tersebut, Sofyan mengingatkan bahwa Indonesia masih memiliki masalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Oleh karena itu kata dia, masalah tersebut harus segera diperbaiki.
"Tapi kan kita ada masalah CAD. Nah CAD ini hrs diadres segera. Tapi jangan meningkatkan ekspor saja tapi artinya perbaiki juga CAD," kata dia.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca dagang Februari 2015 surplus 738,3 juta dollar AS. Neraca perdagangan kumulatif Januari-Februari 2015 tercatat surplus 1,48 miliar dollar AS.
Kepala BPS Suryamin mengatakan surplus yang terjadi pada Februari 2015 terjadi pada neraca migas dan non migas. Biasanya, surplus hanya terjadi pada neraca non migas sedangkan neraca migas selalu defisit. Neraca migas Februari surplus 174,1 juta dollar AS.
Sementara itu, neraca non migas surplus 564,2 juta dollar AS. Untuk ekspor pada Februari 2015 tercatat 12,29 miliar dollar AS, turun 16,02 persen dibanding Februari 2014 yang sebesar 14,63 miliar dollar AS. Bila dibanding Januari 2015, ekspor Februari turun sebesar 7,99 persen.
Sementara itu dari sisi impor, terjadi penurunan yang lebih dalam dibanding ekspor. Impor secaratotal pada Februari 2015 sebesar 11,55 miliar dollar AS. Nilai ini turun 16,24 persen dibanding Februari 2014 yang sebesar 13,79 miliar dollar AS. Bila dibanding Januari 2015, impor Februari pun turun hingga 8,42 persen.
sumber
Februari 2015, Pemerintah Lanjutkan Penurunan Ekspor
Spoiler for CNN:
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang Februari 2015 nilai ekspor Indonesia sebesar US$ 12,28 miliar turun 7,99 persen dibandingkan nilai ekspor Januari 2015 yang mencapai US$ 13,35. Sementara jika dibandingkan secara tahunan jumlah penurunannya lebih besar lagi yaitu 16,02 persen dari sebelumnya US$ US$ 14,63 miliar
Kepala BPS Suryamin menjelaskan penurunan ekspor Februari 2015 disebabkan oleh turunnya ekspor nonmigas sebesar 7,83 persen dari US$ 11,27 miliar menjadi US$ 10,39 miliar, sekaligus penurunan ekspor migas sebesar 8,82 persen dari US$ 11,27 miliar menjadi US$ 10,39 miliar. Meskipun harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia naik dari US$ 45,28 per barel pada Januari 2015 menjadi US$ 54,32 per barel pada Februari 2015.
Selama Februari 2015, negara tujuan ekspor dengan nilai tertinggi adalah Amerika Serikat sebesar US$ 1,18 miliar, Jepang US$ 1,13 miliar, dan India US$ 957,4 juta. Ketiga negara tersebut menyumbang 31,53 persen terhadap total ekspor Indonesia ke seluruh dunia.
Namun menurut Suryamin, meskipun tren ekspor masih berada di jalur menurun namun pada Februari 2015, Indonesia justru mengalami surplus neraca perdagangan karena pada saat yang bersamaan nilai impor juga mengalami penurunan.
“Nilai ekspor lebih tinggi dibandingkan impor yang senilai US$ 11,55 miliar. Secara kumulatif neraca perdagangan Indonesia pada 2015 juga mencatatkan surplus US$ 1,48 miliar,” kata Suryamin dalam konferensi pers di kantornya, Senin (16/3).
Suryamin mencatat impor Indonesia sepanjang Februari 2015 turun 8,42 persen dibandingkan impor Januari yang sebesar US$ 12,62 miliar. Jika dibandingkan dengan periode yang sama di 2014, nilai impor Februari 2015 turun lebih besar mencapai 16,24 persen.
Statistik menunjukan, nilai impor Indonesia selama Januari-Februari 2015, yaitu US$ 24,16 miliar atau turun US$4,54 miliar setara 15,83 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan terjadi pada impor migas sebesar US$ 3,17 miliar atau 45,28 persen dan impor nonmigas sebesar US$ 1,37 miliar atau 6,32 persen.
"Impor migas turun akibat menurunnya impor minyak mentah sebesar 44,39 persen, penurunan impor hasil minyak 44,86 persen dan penurunan impor gas 44,39 persen. Semoga penurunan impor ini terus berlanjut," kata Suryamin.
Sementara negara yang paling banyak memasukkan barangnya ke Indonesia selama Januari-Februari 2015 masih di pegang oleh Tiongkok dengan nilai impor US$ 5,2 miliar atau naik 5,44 persen. "Padahal ekspor kita kesana masih turun, namun kita masih impor banyak dari Tiongkok," ujar Suryamin.
Negara kedua yang produknya paling banyak membanjiri pasar Indonesia adalah Jepang dengan nilai US$ 4,3 miliar, atau menurun 15,22 persen dari periode yang sama tahun lalu. Pangsa impor terbesar ketiga diduduki oleh Thailand senilai Us$ 1,34 miliar atau menurun 11,6 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Dari 10 golongan barang nonmigas utama , BPS mencatat tiga golongan barang mengalami peningkatan impor pada Februari 2015 dari Januari 2015, yakni serealia (13,24 persen), kendaraan bermotor dan bagiannya (9,15 persen), sisa industri makanan (8,36 persen). Sementara itu, impor tujuh golongan barang utama lainnya turun, di mana penurunan tertinggi dicatat oleh besi dan baja sebesar 17,54 persen dan golongan bahan kimia organik menurun 13,35 persen. (gen)
Kepala BPS Suryamin menjelaskan penurunan ekspor Februari 2015 disebabkan oleh turunnya ekspor nonmigas sebesar 7,83 persen dari US$ 11,27 miliar menjadi US$ 10,39 miliar, sekaligus penurunan ekspor migas sebesar 8,82 persen dari US$ 11,27 miliar menjadi US$ 10,39 miliar. Meskipun harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia naik dari US$ 45,28 per barel pada Januari 2015 menjadi US$ 54,32 per barel pada Februari 2015.
Selama Februari 2015, negara tujuan ekspor dengan nilai tertinggi adalah Amerika Serikat sebesar US$ 1,18 miliar, Jepang US$ 1,13 miliar, dan India US$ 957,4 juta. Ketiga negara tersebut menyumbang 31,53 persen terhadap total ekspor Indonesia ke seluruh dunia.
Namun menurut Suryamin, meskipun tren ekspor masih berada di jalur menurun namun pada Februari 2015, Indonesia justru mengalami surplus neraca perdagangan karena pada saat yang bersamaan nilai impor juga mengalami penurunan.
“Nilai ekspor lebih tinggi dibandingkan impor yang senilai US$ 11,55 miliar. Secara kumulatif neraca perdagangan Indonesia pada 2015 juga mencatatkan surplus US$ 1,48 miliar,” kata Suryamin dalam konferensi pers di kantornya, Senin (16/3).
Suryamin mencatat impor Indonesia sepanjang Februari 2015 turun 8,42 persen dibandingkan impor Januari yang sebesar US$ 12,62 miliar. Jika dibandingkan dengan periode yang sama di 2014, nilai impor Februari 2015 turun lebih besar mencapai 16,24 persen.
Statistik menunjukan, nilai impor Indonesia selama Januari-Februari 2015, yaitu US$ 24,16 miliar atau turun US$4,54 miliar setara 15,83 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan terjadi pada impor migas sebesar US$ 3,17 miliar atau 45,28 persen dan impor nonmigas sebesar US$ 1,37 miliar atau 6,32 persen.
"Impor migas turun akibat menurunnya impor minyak mentah sebesar 44,39 persen, penurunan impor hasil minyak 44,86 persen dan penurunan impor gas 44,39 persen. Semoga penurunan impor ini terus berlanjut," kata Suryamin.
Sementara negara yang paling banyak memasukkan barangnya ke Indonesia selama Januari-Februari 2015 masih di pegang oleh Tiongkok dengan nilai impor US$ 5,2 miliar atau naik 5,44 persen. "Padahal ekspor kita kesana masih turun, namun kita masih impor banyak dari Tiongkok," ujar Suryamin.
Negara kedua yang produknya paling banyak membanjiri pasar Indonesia adalah Jepang dengan nilai US$ 4,3 miliar, atau menurun 15,22 persen dari periode yang sama tahun lalu. Pangsa impor terbesar ketiga diduduki oleh Thailand senilai Us$ 1,34 miliar atau menurun 11,6 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Dari 10 golongan barang nonmigas utama , BPS mencatat tiga golongan barang mengalami peningkatan impor pada Februari 2015 dari Januari 2015, yakni serealia (13,24 persen), kendaraan bermotor dan bagiannya (9,15 persen), sisa industri makanan (8,36 persen). Sementara itu, impor tujuh golongan barang utama lainnya turun, di mana penurunan tertinggi dicatat oleh besi dan baja sebesar 17,54 persen dan golongan bahan kimia organik menurun 13,35 persen. (gen)
sumber
Penyebab Anjloknya Kinerja Ekspor Indonesia ke Tiongkok
Spoiler for viva:
VIVA.co.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kinerja ekspor mencapai US$12,29 miliar pada Februari 2015, turun 16,02 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini dinilai dampak dari gejolak ekonomi global saat ini.
Kepala BPS, Suryamin, menyampaikan bahwa secara global, kinerja negara-negara yang biasa melakukan impor mengalami penurunan secara signifikan.
"Sebenarnya secara global kinerja impor dunia turun 20 persen karena ekonomi global belum membaik," ujar Suryamin di kantornya, Jakarta, Senin 16 Maret 2015.
Hal itu juga tercermin dari turunnya kinerja ekspor Indonesia pada tiga negara tujuan ekspor terbesar, yaitu Amerika Serikat (AS), Jepang dan Tiongkok.
Dia juga memaparkan, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) pada Februari ini sebesar US$245 miliar atau turun 4,43 persen. Dengan Jepang sebesar US$2,283 miliar atau turun 2,17 persen.
Penurunan terbesar, yakni sebesar 40,62 persen dengan Tiongkok, atau hanya sebesar US$2,03 miliar pada bulan ini.
"Di sini ada dua negara yang ekonominya kurang baik, Tiongkok dan Jepang, terbukti impor mereka turun," ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, beberapa komoditas ekspor ke Tiongkok yang mengalami penurunan, antara lain ekspor batubara pada Februari 2014 sebesar US$527,66 juta turun menjadi US$ 261,3 juta dan Crude Palm Oil atau minyak kelapa sawit mentah dari sebelumnya US$324,96 juta menjadi US$120,25 juta.
Kepala BPS, Suryamin, menyampaikan bahwa secara global, kinerja negara-negara yang biasa melakukan impor mengalami penurunan secara signifikan.
"Sebenarnya secara global kinerja impor dunia turun 20 persen karena ekonomi global belum membaik," ujar Suryamin di kantornya, Jakarta, Senin 16 Maret 2015.
Hal itu juga tercermin dari turunnya kinerja ekspor Indonesia pada tiga negara tujuan ekspor terbesar, yaitu Amerika Serikat (AS), Jepang dan Tiongkok.
Dia juga memaparkan, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) pada Februari ini sebesar US$245 miliar atau turun 4,43 persen. Dengan Jepang sebesar US$2,283 miliar atau turun 2,17 persen.
Penurunan terbesar, yakni sebesar 40,62 persen dengan Tiongkok, atau hanya sebesar US$2,03 miliar pada bulan ini.
"Di sini ada dua negara yang ekonominya kurang baik, Tiongkok dan Jepang, terbukti impor mereka turun," ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, beberapa komoditas ekspor ke Tiongkok yang mengalami penurunan, antara lain ekspor batubara pada Februari 2014 sebesar US$527,66 juta turun menjadi US$ 261,3 juta dan Crude Palm Oil atau minyak kelapa sawit mentah dari sebelumnya US$324,96 juta menjadi US$120,25 juta.
sumber
Ekonomi Dunia Melemah, AS Malah Makin Perkasa
Spoiler for berita:
Liputan6.com, Washington - Turunnya harga minyak mentah dunia belakangan ini memang cukup menguras perhatian para pelaku industri dan petinggi di sejumlah negara. Namun bagi Gubernur The Fed di Minneapolis Narayana Kocherlakota, penurunan harga minyak tersebut akan berdampak baik bagi perekonomian Amerika Serikat (AS).
"Saya yakin, perekonomian AS akan terus tumbuh bahkan meski perekonomian di seluruh dunia melemah," kata Kocherlakota seperti dikutip dari Reuters, Jumat (9/1/2015).
Menurutnya, penurunan harga minyak membuat para penduduk lebih berhemat dan pada dasarnya, itu merupakan kabar baik bagi perekonomian AS. Pada saat bersamaan, dia menjelaskan, kemerosotan harga minyak akan meredakan tekanan pada bisnis produksi dan pengeboran di North Dakota.
Di wilayah tersebut, perekonomian lokal tengah mengalami penguatan akibat industri minyak yang menguat dalam beberapa tahun terakhir.
Meski begitu, Kocherlakota menjelaskan, pandangannya terhadap keperkasaan ekonomi AS tersebut kali ini masih tertantang berbagai hambatan.
Tantangan terbesar bagi pertumbuhan ekonomi saat ini adalah apakah The Fed mampu bersabar cukup lama sebelum akhirnya menaikkan suku bunga AS. Langkah tersebut memang diprediksi berpotensi mengganjal pemulihan ekonomi As yang tengah merekah saat ini. (Sis/Ndw)
liputan 6
"Saya yakin, perekonomian AS akan terus tumbuh bahkan meski perekonomian di seluruh dunia melemah," kata Kocherlakota seperti dikutip dari Reuters, Jumat (9/1/2015).
Menurutnya, penurunan harga minyak membuat para penduduk lebih berhemat dan pada dasarnya, itu merupakan kabar baik bagi perekonomian AS. Pada saat bersamaan, dia menjelaskan, kemerosotan harga minyak akan meredakan tekanan pada bisnis produksi dan pengeboran di North Dakota.
Di wilayah tersebut, perekonomian lokal tengah mengalami penguatan akibat industri minyak yang menguat dalam beberapa tahun terakhir.
Meski begitu, Kocherlakota menjelaskan, pandangannya terhadap keperkasaan ekonomi AS tersebut kali ini masih tertantang berbagai hambatan.
Tantangan terbesar bagi pertumbuhan ekonomi saat ini adalah apakah The Fed mampu bersabar cukup lama sebelum akhirnya menaikkan suku bunga AS. Langkah tersebut memang diprediksi berpotensi mengganjal pemulihan ekonomi As yang tengah merekah saat ini. (Sis/Ndw)
liputan 6
Bank Dunia: Pelemahan Rupiah Bukan Karena Salah Kelola Ekonomi
Quote:
Rimanews – Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bukan disebabkan karena salah kelola perekonomian Indonesia. Pelemahan rupiah semata karena faktor penguatan dolar AS di pasar global.
Hal tersebut disampaikan Kepala Ekonom Bank Dunia di Indonesia, Ndiame Diop saat peluncuran laporan triwulan ekonomi Indonesia, di Jakarta, Rabu (18/3/2015) pagi.
"Depresiasi rupiah terhadap dollar AS bukan akibat salah pengelolaan ekonomi di dalam Indonesia, tapi karena menguatnya dollar AS secara global," jelasnya.
Diop mengingatkan, dolar AS hingga saat ini belum kembali ke posisi dulu, sehingga masih ada potensi untuk terus menguat.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu pagi (18/3/2015), bergerak menguat sebesar tujuh poin menjadi Rp13.173 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.180 per dolar AS. Penguatan rupiah terjadi setelah keluarnya sejumlah kebijakan dan bertahannya BI Rate di kisaran 7,5 persen.
Diop mengapresiasi langkah pemerintah merevisi APBN, terutama dalam hal penghapusan subsidi BBM. Menurut Diop, dengan langkah (revisi APBN) itu saat ini belanja modal melebihi dari anggaran yang dialokasikan untuk subsidi energi. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa ruang yang tersedia untuk melakukan belanja masih terbatas.
"Akan sulit untuk mencapai belanja modal 2 kali lipat dari 2014 karena hambatan disbursement, ruang fiskal terbatas," jelas Diop.
Hal tersebut disampaikan Kepala Ekonom Bank Dunia di Indonesia, Ndiame Diop saat peluncuran laporan triwulan ekonomi Indonesia, di Jakarta, Rabu (18/3/2015) pagi.
"Depresiasi rupiah terhadap dollar AS bukan akibat salah pengelolaan ekonomi di dalam Indonesia, tapi karena menguatnya dollar AS secara global," jelasnya.
Diop mengingatkan, dolar AS hingga saat ini belum kembali ke posisi dulu, sehingga masih ada potensi untuk terus menguat.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu pagi (18/3/2015), bergerak menguat sebesar tujuh poin menjadi Rp13.173 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.180 per dolar AS. Penguatan rupiah terjadi setelah keluarnya sejumlah kebijakan dan bertahannya BI Rate di kisaran 7,5 persen.
Diop mengapresiasi langkah pemerintah merevisi APBN, terutama dalam hal penghapusan subsidi BBM. Menurut Diop, dengan langkah (revisi APBN) itu saat ini belanja modal melebihi dari anggaran yang dialokasikan untuk subsidi energi. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa ruang yang tersedia untuk melakukan belanja masih terbatas.
"Akan sulit untuk mencapai belanja modal 2 kali lipat dari 2014 karena hambatan disbursement, ruang fiskal terbatas," jelas Diop.
sumber
yang kurang baik kita kritik , yang bagus kita apresiasi ..
dan menerima informasi jangan yg setengah2


Diubah oleh anshasoank 23-03-2015 21:47
0
10.4K
Kutip
222
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan