- Beranda
- Komunitas
- News
- Militer
Ini Kepalaku, Mana Kepalamu ? ( Kisah Nyata : Sersan Kepala Versus Kapten )


TS
delongetea
Ini Kepalaku, Mana Kepalamu ? ( Kisah Nyata : Sersan Kepala Versus Kapten )

Quote:
Suatu pagi di sebuah kesatuan TNI, seorang perwira muda berpangkat Kapten mendapat tugas memimpin apel pagi. Perwira tersebut baru saja mendapat tugas baru sebagai salah seorang Kepala Seksi di sebuah Kesatuan Teritorial TNI. Sebelum bertugas ditempat ini, perwira ini sempat bertugas di salah satu kesatuan tempur.
Setiap mendapat tugas dari komandan kesatuannya (berpangkat Letkol) untuk memimpin apel pagi, dia selalu berpenampilan layaknya seorang komandan. Seperti lazimnya para perwira yang memimpin apel pagi, biasanya tugasnya adalah memberi pengarahan kepada para anggota TNI lainnya. Berbeda dengan pemimpin apel lainnya, Sang Kapten dalam setiap pengarahannya sering sekali melontarkan kata-kata kasar yang sering membuat gerah para peserta apel pagi.
“ ….. Saya harap saudara faham terhadap apa yang saya katakan ! Saya tidak ingin ada anggota yang melanggar aturan. Jika ada yang berani melanggar, Saya tidak akan segan-segan menguliti kulit kepala Anda, ” kata sang Kapten berapi-api, dengan mimik serius dan terkesan arogan.
Semua anggota yang mengikuti apel pagi itu diam membisu. Tak ada satupun yang angkat bicara atau membantah. Semuanya terkesan takut dengan ancaman Sang kapten.
Diantara peserta rapat, terdapat seorang Sersan Kepala berusia 45 tahun yang merasa tidak nyaman dengan kata-kata Sang Kapten. Sersan ini termasuk tentara senior di kesatuan tersebut. Masih banyak juga rekan anggota TNI lainnya, termasuk dari kalangan PNS yang usianya jauh lebih tua dari Sang Kapten merasa ikut gerah mendengar kata-kata sang kapten. Maklum, mereka bukan anak kecil yang biasa dibentak-bentak. Mereka juga sudah memiliki anak yang sudah dewasa. Bagi mereka, nasehat yang diucapkan tidak perlu menggunakan nada ancaman. Mereka juga sudah tua, tahu aturan dan malu melakukan kesalahan. Jadi, kalau bisa bicara baik-baik, mengapa musti pakai ancaman.
Sudah beberapa kali terjadi, jika sang Kapten yang memberi pengarahan pasti menggunakan nada-nada ancaman kepada anggotanya, setidaknya lebih dari tiga kali. Hari itu, kebetulan salah seorang anggota kesatuan tersebut yang berpangkat Sersan Kepala baru saja bertengkar dengan istrinya. Suasana kesal dan marah dari rumah ternyata terbawa juga sampai ke kantornya. Maklum, tentara tua yang sudah berulang kali bergelut di medan perang dalam menumpas gerombolan pengacau keamanan tersebut termasuk tentara yang bertemperamental tinggi.
Kata-kata Sang Kapten di pagi yang cerah itu membuat jantung Sang Sersan kepala berdetak kencang. Dadanya berdebar-debar menahan amarah. Kata-kata sang perwira yang ditujukan kepada semua peserta apel dianggapnya hanya ditujukan kepada dirinya. Darahnya segera naik ke ubun-ubun. Giginya gemerak menahan amarah. Dia merasa sang kapten berperawakan sedang tersebut seperti menantang dirinya yang betubuh tinggi besar. Dia ingin cepat-cepat apel ini berakhir. Apel kali ini begitu menyiksa batinnya, seolah-olah hari ini adalah apel terlama dalam hidupnya.
Waktu apel segera berlalu. Semua anggota di kesatuan teritorial TNI itupun segera menuju ke ruangan kerja masing-masing, kecuali Sang Sersan Kepala yang masih diam ditempatnya berdiri. Dia hanya mondar-mandir dilapangan sambil mengepalkan tangannya keras-keras, terlihat seperti orang yang sedang bingung. Ternyata setan sedang menari-nari dikepalanya. Dia sedang mempertimbangkan langkah yang akan diambilnya terhadap Sang Kapten yang dianggapnya terlalu arogan.
Tiba-tiba secepat kilat Sang Sersan bergerak menuju ke salah satu ruangan, tempat Sang Kapten bertugas. Tanpa mengetuk pintu, dia langsung membuka dan masuk ke dalam. Di dalam, tampak Sang Kapten sedang duduk di kursi kerjanya. Tanpa basa-basi lagi Sang Sersan segera memukul meja sambil mengeluarkan pisau komando dan menancapkan diatasnya. Sang Kapten kaget bukan kepalang, dia terhentak mundur beberapa langkah kebelakang.
“Kau ini kurang ajar, tidak bisa menghargai orang lain. Kau belum jadi tentara aku sudah malang melintang berperang membasmi gerombolan ! Kau belum pernah berperang tapi selalu ngomong mau menguliti kepala orang. Hebat sekali kau ! Yang membedakan kau dengan aku hanya pangkat ! “ hardik Sang Sersan sambil menunjuk kearah pundaknya sendiri.
“Buka bajumu, ayo kita berkelahi kalau berani ! Kalau kau memang laki-laki dan merasa hebat, ambil belati ini …ini kepalaku …! Ayo silahkan kau kuliti !! Kalau kau tidak mau menguliti kepalaku, Aku yang akan menguliti kepala kau !” kata Sang Sersan sambil menyodorkan kepalanya diatas meja Sang Kapten, persis seperti posisi orang yang siap untuk disembelih.
Melihat kejadian tersebut, Sang Kapten kaget bukan kepalang. Badannya tiba-tiba menggigil ketakutan. Dengan sekali gerakan, dia segera loncat dan kabur dari ruangan tersebut, lari tunggang langgang menuju ruang Komandan sambil berteriak minta tolong !
Kejadian tersebut tentu saja mengejutkan semua anggota di kesatuan tersebut. Akhirnya Sang Sersan kepala diamankan dan dibawa ke ruang Komandan oleh anggota TNI lainnya. Mereka segera didamaikan oleh sang Komandan. Kejadian tersebut hanya diselesaikan secara intern karena masing-masing pihak segera menyadari kesalahannya. Walau demikian, Sang Sersan tetap mendapat hukuman disiplin karena sudah berani melawan atasannya.
Sejak kejadian tersebut, Sang Kapten tidak berani bertindak arogan lagi dan jadi pelajaran berharga yang tidak terlupakan.



Spoiler for :
0
9.4K
Kutip
22
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan