- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ahok dan Verbal Aggression: Tahapan Masa Kecil yang Tak Tuntas?


TS
middleware
Ahok dan Verbal Aggression: Tahapan Masa Kecil yang Tak Tuntas?
Tolong lah.. yang cinta sama Ahok, bantu Ahok supaya berubah. Sikap begitu itu gak bagus buat dia. Kalo pendukungnya makin nyorakin setiap kali dia ngomong kasar, makin terjerumus dia ke dalam "penyakit kejiwaan". Serius gw nyaranin ini. Demi kebaikan dia juga.
Ini ada tulisan bagus yang menganalisa perangai Ahok ini. Info penting buat yang punya anak kecil.
Ini ada tulisan bagus yang menganalisa perangai Ahok ini. Info penting buat yang punya anak kecil.
Quote:
Ahok dan Verbal Aggression: Tahapan Masa Kecil yang Tak Tuntas?
Ijinkan saya menulis tentang Ahok tepat di hari ia menjadi Gubernur DKI Jakarta. Tapi berbeda dengan banyak pihak mengkritisinya dari kacamata agama dan fatsun politik, saya ingin melihat pemilik nama lengkap Basuki Thahaja Purnama itu dari sudut pendidikan masa kecil. Perspektif yang justru belum pernah diulas. Padahal, disnilah akar masalah sesungguhnya saat bicara tentang tingkah laku Ahok.
Mari kita awali tulisan ini dengan pengamalan yang saya dapatkan tiga tahun lalu. Kala itu, saya mengikuti sebuah Konferensi Pendidikan Anak Usia Dini di Jakarta dengan tema Membangun Kecerdasan Emosi dan Sosial Anak. Pembicaranya tak sembarangan. Dua pakar dan praktisi pendidikan anak dari Florida, AS: Pamela Phelps, Ph.D dan Laura Stannard, Ph.D. Menurut keduanya, ada empat tahapan penyelesaian konflik yaitu: Pasif (Passive), Serangan Fisik (Physical Aggression), Serangan Bahasa (Verbal Aggression), dan Bahasa (Language).
Tahapan pertama Pasif (Passive). Pada tahap ini, anak hampir tidak melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan lingkungan. Tahapan ini dialami oleh para bayi yang belum bisa bicara dan berbuat banyak, terlebih menyelesaikan masalahnya.
Tahap kedua adalah Serangan fisik (Physical Aggression). Anak-anak usia praTK (sekitar 2-3 tahun) seringkali menyelesaikan masalah dengan melakukan serangan fisik berupa: tantrum (marah), berteriak, menggigit, menendang, memukul, atau melempar benda. Ia belum mempunyai perbendaharaan kata- kata untuk mengatasi persoalannya. Saat menginginkan mainan, seorang anak akan langsung merampas atau ketika marah pada temannya ia akan langsung memukul.
Tahap ketiga yaitu Serangan Kata-kata (Verbal Aggression). Ketika anak menginjak TK sekitar 4-6 tahun maka serangan fisik akan berkurang namun mereka mulai memahami kekuatan kata-kata. Mereka akan bergerak ke tahap ‘serangan kata-kata’. Anak perempuan usia 4 tahun kadang berkata: “Bajumu jelek!” atau “Kamu tidak boleh datang ke pesta ulang tahunku!”
Tahap keempat yaitu Bahasa (Language). Tahap ini, seorang anak sudah dapat menyelesaikan masalah dengan bahasa: kalimat yang positif, tidak kasar dan tidak menghakimi. Penggunaaan bahasa seperti ini merupakan cermin dari kematangan dan pengendalian emosi yang baik. Anak-anak yang akan masuk sekolah dasar sebaiknya sudah sampai pada tahapan bahasa untuk mengatasi persoalannya. Contoh: ketika seorang anak sedang membuat bangunan dengan balok, seorang teman menyenggol bangunannya. Anak itu berkata, “Aku tidak suka, kamu merobohkan rumahku.” Kemudian temannya itu menjawab, “Maaf aku tidak sengaja!” Masalah selesai dan kedua anak itu melanjutkan pekerjaannya.
Paparan dua pakar di atas sangat tepat untuk menganalisa soal Ahok yang acapkali melontarkan kata-kata kasar. Sejak menjadi wakil gubernur lalu menjadi pelaksana tugas gubernur DKI Jakarta, Ahok selalu memproduksi ucapan-ucapan kasar yang bernada menyerang (verbal aggression). Bagi Anda yang lupa, saya coba mengingatkannya.
1. “Bakar setengah Jakarta”
Ahok menyatakan penyelesaian masalah di Ibu Kota harus bertahap dan butuh waktu. Hanya cara ekstrem dan berisiko bisa mengubah Jakarta dengan cepat. “Kamu mau cepat benerin Jakarta. Bakar setengahnya Jakarta!” kata Ahok di Balai Kota, Rabu 5 Juni 2013.
2. “Yang jual beli lahan pemerintah bajingan”
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sempat dibuat pusing oleh sikap warga bantaran Waduk Pluit yang menolak direlokasi. Ahok menuding ada banyak kepentingan yang menunggangi warga sekitar Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, sehinga sulit direlokasi.
“Kalau jujur dan baik kami kasih modal dan Anda bisa berubah nasib, asal mau berusaha. Tapi kalau hidup Anda mau jual beli lahan milik pemerintah maka Anda bajingan. Pelanggaran itu jelas bagi saya,” ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta, Senin 13 Mei 2013.
3. “DPRD mau makzulkan Jokowi? Belagu banget”
Tak hanya itu, pada kesempatan lain Ahok kembali menunjukkan arogansinya saat DPRD DKI Jakarta berniat memakzulkan Joko Widodo dari kursi Gubernur. Rencana pemakzulan tersebut menyusul ancaman mundurnya 16 rumah sakit dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS).
“Kalau mau tanya, ya panggil kami saja. Hak tanya saja dibilang pemakzulan. Belagu banget,” kata Ahok, Jumat 24 Mei 2013.
4. “Ada bajingan oknum PNS di DKI.”
Ahok sempat mengucapkan kata bajingan ketika dituding menggunakan dana CSR untuk mengelola Ahok center. Ahok membantah tegas dan yakin isu itu sengaja dihembuskan untuk menyerang dirinya.
“Ini kedua kalinya ada bajingan-bajingan oknum PNS di DKI yang tidak suka dengan saya,” kata Ahok beberapa waktu lalu.
5. “…Orang Bego gitu kamu…”
Ahok mengeluarkan kata bego saat mengomentari fenomena politisi yang jelang pemilu rajin bertandang ke paranormal. Anehnya, menurut Ahok, banyak politisi yang percaya kalau dukun bisa mendulang suara pemilih.
“Kalau gitu kesempatan dong. Kita bisa pura-pura jadi dukun kalau banyak orang bego gitu kamu bisa dapat duit banyak. Dung dung pret. Itu film Benyamin dukun palsu,” ujar Ahok sembari tertawa di Balai Kota Jakarta, Selasa 17 September lalu.
6. “Brengsek sekali…”
Ahok mengatakan brengsek kepada orang yang memfitnah dirinya. Bahkan saking kesalnya, Ahok berpesan kepada wartawan agar mencatat nama dan pangkat PNS yang mengaku belum dibayar gajinya.
“Minta tolong kalau wawancara sama PNS, catat nama dan pangkatnya siapa, kalau rekamannya jelas, saya kasih sanksi. Brengsek sekali main fitnah, gitu loh,” kata Ahok di Balai Kota, Rabu, 17 Juli lalu.
7. Bila perlu bunuh di tempat.”
Dalam pernyataannya di acara Pelaksanaan Revitalisasi Kring Serse Jajaran Polda Metro Jaya, di Ecopark Ancol, Jakarta Utara, Selasa (14/10), Ahok meminta petugas tidak segan untuk menembak mati pelaku anarkis yang mengancam nyawa banyak orang.
“Ini tugas pemerintah kalau ada kelompok bertindak anarkis dan justru mengancam nyawa banyak orang, saya minta petugas untuk tindak tegas, bila perlu bunuh di tempat sekalipun ada kamera TV menyorot,” kata Ahok.
Kerapnya Ahok berkata kasar tersebut membuat saya bertanya-tanya, apakah ia tak tuntas menjalani tahapan saat masih kecil sesuai dengan teori yang dipaparkan di atas? Verbal aggression dilakukan oleh anak dalam rentang usia 4-6 tahun. Tahapan ini akan berhasil dilalui oleh seorang anak saat lingkungan di sekitarnya memberikan pijakan terhadap kata-kata serangan yang diucapkannya. Pijakan itu berupa penjelasan tentang tak baiknya kata tersebut diucapkan dan tidak bolehnya kalimat itu dilontarkan.
Ketika seorang anak mendapatkan pijakan tersebut dari orang-orang di sekitarnya, maka tahapan verbal aggression akan tuntas dilaluinya. Namun, ketika tak ada pijakan, maka tahapan ini tak akan pernah tuntas dan itu akan terbawa sampai ia dewasa. Bagi mereka yang tak tuntas melewati tahapan tersebut, segala persoalan bisa diselesaikan dengan verbal aggression.
Kembali saya mengulang tanya, apakah Ahok tak tuntas menjalani tahapan masa kecilnya sehingga bersikap verbal aggression? Saya tak berani menjawabnya. Kalaupun jawabannya iya, siapapun tak boleh memakzulkannya selama ia tak melanggar konstitusi, meski mungkin kita tak nyaman dengan sosok pemimpin yang kita duga tak tuntas melewati tahapan masa kecilnya. Semoga dugaan saya dan Anda salah.
Selamat bekerja Ahok…
Ijinkan saya menulis tentang Ahok tepat di hari ia menjadi Gubernur DKI Jakarta. Tapi berbeda dengan banyak pihak mengkritisinya dari kacamata agama dan fatsun politik, saya ingin melihat pemilik nama lengkap Basuki Thahaja Purnama itu dari sudut pendidikan masa kecil. Perspektif yang justru belum pernah diulas. Padahal, disnilah akar masalah sesungguhnya saat bicara tentang tingkah laku Ahok.
Mari kita awali tulisan ini dengan pengamalan yang saya dapatkan tiga tahun lalu. Kala itu, saya mengikuti sebuah Konferensi Pendidikan Anak Usia Dini di Jakarta dengan tema Membangun Kecerdasan Emosi dan Sosial Anak. Pembicaranya tak sembarangan. Dua pakar dan praktisi pendidikan anak dari Florida, AS: Pamela Phelps, Ph.D dan Laura Stannard, Ph.D. Menurut keduanya, ada empat tahapan penyelesaian konflik yaitu: Pasif (Passive), Serangan Fisik (Physical Aggression), Serangan Bahasa (Verbal Aggression), dan Bahasa (Language).
Tahapan pertama Pasif (Passive). Pada tahap ini, anak hampir tidak melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan lingkungan. Tahapan ini dialami oleh para bayi yang belum bisa bicara dan berbuat banyak, terlebih menyelesaikan masalahnya.
Tahap kedua adalah Serangan fisik (Physical Aggression). Anak-anak usia praTK (sekitar 2-3 tahun) seringkali menyelesaikan masalah dengan melakukan serangan fisik berupa: tantrum (marah), berteriak, menggigit, menendang, memukul, atau melempar benda. Ia belum mempunyai perbendaharaan kata- kata untuk mengatasi persoalannya. Saat menginginkan mainan, seorang anak akan langsung merampas atau ketika marah pada temannya ia akan langsung memukul.
Tahap ketiga yaitu Serangan Kata-kata (Verbal Aggression). Ketika anak menginjak TK sekitar 4-6 tahun maka serangan fisik akan berkurang namun mereka mulai memahami kekuatan kata-kata. Mereka akan bergerak ke tahap ‘serangan kata-kata’. Anak perempuan usia 4 tahun kadang berkata: “Bajumu jelek!” atau “Kamu tidak boleh datang ke pesta ulang tahunku!”
Tahap keempat yaitu Bahasa (Language). Tahap ini, seorang anak sudah dapat menyelesaikan masalah dengan bahasa: kalimat yang positif, tidak kasar dan tidak menghakimi. Penggunaaan bahasa seperti ini merupakan cermin dari kematangan dan pengendalian emosi yang baik. Anak-anak yang akan masuk sekolah dasar sebaiknya sudah sampai pada tahapan bahasa untuk mengatasi persoalannya. Contoh: ketika seorang anak sedang membuat bangunan dengan balok, seorang teman menyenggol bangunannya. Anak itu berkata, “Aku tidak suka, kamu merobohkan rumahku.” Kemudian temannya itu menjawab, “Maaf aku tidak sengaja!” Masalah selesai dan kedua anak itu melanjutkan pekerjaannya.
Paparan dua pakar di atas sangat tepat untuk menganalisa soal Ahok yang acapkali melontarkan kata-kata kasar. Sejak menjadi wakil gubernur lalu menjadi pelaksana tugas gubernur DKI Jakarta, Ahok selalu memproduksi ucapan-ucapan kasar yang bernada menyerang (verbal aggression). Bagi Anda yang lupa, saya coba mengingatkannya.
1. “Bakar setengah Jakarta”
Ahok menyatakan penyelesaian masalah di Ibu Kota harus bertahap dan butuh waktu. Hanya cara ekstrem dan berisiko bisa mengubah Jakarta dengan cepat. “Kamu mau cepat benerin Jakarta. Bakar setengahnya Jakarta!” kata Ahok di Balai Kota, Rabu 5 Juni 2013.
2. “Yang jual beli lahan pemerintah bajingan”
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sempat dibuat pusing oleh sikap warga bantaran Waduk Pluit yang menolak direlokasi. Ahok menuding ada banyak kepentingan yang menunggangi warga sekitar Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, sehinga sulit direlokasi.
“Kalau jujur dan baik kami kasih modal dan Anda bisa berubah nasib, asal mau berusaha. Tapi kalau hidup Anda mau jual beli lahan milik pemerintah maka Anda bajingan. Pelanggaran itu jelas bagi saya,” ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta, Senin 13 Mei 2013.
3. “DPRD mau makzulkan Jokowi? Belagu banget”
Tak hanya itu, pada kesempatan lain Ahok kembali menunjukkan arogansinya saat DPRD DKI Jakarta berniat memakzulkan Joko Widodo dari kursi Gubernur. Rencana pemakzulan tersebut menyusul ancaman mundurnya 16 rumah sakit dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS).
“Kalau mau tanya, ya panggil kami saja. Hak tanya saja dibilang pemakzulan. Belagu banget,” kata Ahok, Jumat 24 Mei 2013.
4. “Ada bajingan oknum PNS di DKI.”
Ahok sempat mengucapkan kata bajingan ketika dituding menggunakan dana CSR untuk mengelola Ahok center. Ahok membantah tegas dan yakin isu itu sengaja dihembuskan untuk menyerang dirinya.
“Ini kedua kalinya ada bajingan-bajingan oknum PNS di DKI yang tidak suka dengan saya,” kata Ahok beberapa waktu lalu.
5. “…Orang Bego gitu kamu…”
Ahok mengeluarkan kata bego saat mengomentari fenomena politisi yang jelang pemilu rajin bertandang ke paranormal. Anehnya, menurut Ahok, banyak politisi yang percaya kalau dukun bisa mendulang suara pemilih.
“Kalau gitu kesempatan dong. Kita bisa pura-pura jadi dukun kalau banyak orang bego gitu kamu bisa dapat duit banyak. Dung dung pret. Itu film Benyamin dukun palsu,” ujar Ahok sembari tertawa di Balai Kota Jakarta, Selasa 17 September lalu.
6. “Brengsek sekali…”
Ahok mengatakan brengsek kepada orang yang memfitnah dirinya. Bahkan saking kesalnya, Ahok berpesan kepada wartawan agar mencatat nama dan pangkat PNS yang mengaku belum dibayar gajinya.
“Minta tolong kalau wawancara sama PNS, catat nama dan pangkatnya siapa, kalau rekamannya jelas, saya kasih sanksi. Brengsek sekali main fitnah, gitu loh,” kata Ahok di Balai Kota, Rabu, 17 Juli lalu.
7. Bila perlu bunuh di tempat.”
Dalam pernyataannya di acara Pelaksanaan Revitalisasi Kring Serse Jajaran Polda Metro Jaya, di Ecopark Ancol, Jakarta Utara, Selasa (14/10), Ahok meminta petugas tidak segan untuk menembak mati pelaku anarkis yang mengancam nyawa banyak orang.
“Ini tugas pemerintah kalau ada kelompok bertindak anarkis dan justru mengancam nyawa banyak orang, saya minta petugas untuk tindak tegas, bila perlu bunuh di tempat sekalipun ada kamera TV menyorot,” kata Ahok.
Kerapnya Ahok berkata kasar tersebut membuat saya bertanya-tanya, apakah ia tak tuntas menjalani tahapan saat masih kecil sesuai dengan teori yang dipaparkan di atas? Verbal aggression dilakukan oleh anak dalam rentang usia 4-6 tahun. Tahapan ini akan berhasil dilalui oleh seorang anak saat lingkungan di sekitarnya memberikan pijakan terhadap kata-kata serangan yang diucapkannya. Pijakan itu berupa penjelasan tentang tak baiknya kata tersebut diucapkan dan tidak bolehnya kalimat itu dilontarkan.
Ketika seorang anak mendapatkan pijakan tersebut dari orang-orang di sekitarnya, maka tahapan verbal aggression akan tuntas dilaluinya. Namun, ketika tak ada pijakan, maka tahapan ini tak akan pernah tuntas dan itu akan terbawa sampai ia dewasa. Bagi mereka yang tak tuntas melewati tahapan tersebut, segala persoalan bisa diselesaikan dengan verbal aggression.
Kembali saya mengulang tanya, apakah Ahok tak tuntas menjalani tahapan masa kecilnya sehingga bersikap verbal aggression? Saya tak berani menjawabnya. Kalaupun jawabannya iya, siapapun tak boleh memakzulkannya selama ia tak melanggar konstitusi, meski mungkin kita tak nyaman dengan sosok pemimpin yang kita duga tak tuntas melewati tahapan masa kecilnya. Semoga dugaan saya dan Anda salah.
Selamat bekerja Ahok…
0
4.6K
Kutip
79
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan