- Beranda
- Komunitas
- News
- Militer
[Flashback] Mengapa Memilih Sukhoi - "Air Power" sebagai "Deterrent Power" yang Andal


TS
pm.vanuatu
[Flashback] Mengapa Memilih Sukhoi - "Air Power" sebagai "Deterrent Power" yang Andal
Quote:
("Air Power" sebagai "Deterrent Power" yang Andal
Mengapa Memilih Sukhoi
Oleh: Koesnadi Kardi
Akhir-akhir ini sering kita membaca berita di media massa tentang pesawat Sukhoi buatan Rusia, bahkan beberapa kali muncul pada acara talk show di layar televisi. Berbagai penjelasan telah diberikan, analisis dan argumentasi telah diuraikan, namun masih ada yang menanyakan tentang perlunya pengadaan pesawat Sukhoi.
BAHKAN ada yang mengatakan bahwa pada lima sampai 10 tahun ke depan Indonesia masih belum ada ancaman nyata dari luar jadi mengapa kita membeli Sukhoi? Yang sangat ironis, ada suatu pernyataan, lebih baik membuka ribuan hektar lahan persawahan daripada membeli empat pesawat Sukhoi.
Beberapa pernyataan tersebut bisa dimaklumi apabila mereka tidak mengetahui strategi militer, bahkan strategi udara (air strategy). Singkatnya, di antara masyarakat kita tentu banyak yang bertanya tentang (a) mengapa TNI AU memilih pesawat SU-27 SK dan SU-30 MK buatan Rusia? (b) berapa skuadron pesawat Sukhoi yang sebenarnya kita butuhkan? (c) apa keuntungannya membeli pesawat secanggih Sukhoi?
Seandainya kita mau memahami ketiga jawaban dari pertanyaan tersebut, mudah-mudahan tidak ada keraguan lagi akan pentingnya memiliki pesawat tempur multiroles Sukhoi buatan Rusia. Kecuali bagi mereka yang ingin tampil beda, tentunya hanya akan memberikan pernyataan yang berbeda.
"Detterent power"
Sebelum kita menjawab ketiga pertanyaan tersebut, baiklah kita bersama-sama mengingat sejenak sejarah air power di Indonesia bahwa pada tahun 1960-an kita pernah memiliki air power yang sangat besar dan termasuk terkuat keempat dibelahan Bumi ini. Padahal, keadaan ekonomi kita tidak lebih baik daripada kondisi pada saat ini.
Keampuhan air power tersebut telah dibuktikan pada tahun 1963, di mana Indonesia melaksanakan persiapan secara besar-besaran dalam menghadapi Operasi Trikora untuk merebut kembali Irian Barat (Papua) dari tangan Belanda.
Pada kenyataannya tidak memerlukan effort yang besar karena keampuhan air power pada saat itu benar-benar dapat diandalkan sehingga memiliki deterrent power yang kuat.Dengan menggelar berbagai pesawat tempur dan pesawat bomber di wilayah Indonesia bagian Tengah dan Timur, dengan tujuan utamanya untuk menghancurkan kekuatan militer Belanda di Irian Barat. Kemampuan air power yang dimiliki Indonesia pada saat itu lebih dari 100 pesawat tempur dari jenis MiG-15 sampai dengan MiG-21 dan lebih dari 80 pesawat bomber dari jenis Ilyusin-28 sampai dengan TU-16 KS.
Penggelaran kekuatan udara tersebut akhirnya dideteksi oleh Amerika Serikat melalui kegiatan air surveillance yang kemudian disampaikan kepada Belanda.
Mengetahui informasi bahwa penggelaran kekuatan udara tersebut akan menghancurkan kekuatan militer Belanda, kapal induk Belanda, Karl Doorman, segera pergi dari perairan Papua.
Hasilnya kemudian dapat diprediksi, Belanda menyerahkan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Dari analisis akademis, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa apabila kita memiliki air power yang kuat, maka kita akan memiliki deterrent power yang kuat.
Phillips Meilingger, Director of Advance Aerospace Studies dari AS, tahun 1996 mengatakan bahwa whoever controls the air generally control the surface (barangsiapa yang bisa mengendalikan udara biasanya akan mengendalikan permukaan).
Pada buku Air Power Doctrine milik Angkatan Udara Inggris (RAF) ditulis, "If we lose the war in the air, we lose the war, and we lose it very quickly (apabila kita kalah perang di udara, kita kalah perang, dan akan kalah perang dengan cepat)."
Itulah sebabnya, bagi negara-negara maju di dunia, air power sangat dibutuhkan. Ada atau tidak potensi ancaman, mereka tetap concern untuk meningkatkan kemampuan militernya. Sebab, mereka percaya teori Sun Tzu pada 500 tahun sebelum Masehi yang mengatakan, apabila kita siap untuk damai, kita harus siap perang, dan sebaliknya.
Bagi Indonesia, walaupun belum ada perkiraan ancaman nyata dari luar, kita juga harus ingat teori Sun Tzu karena ancaman memang tidak bisa diprediksi
. Amerika Serikat pun tidak mampu memperkirakan tragedi hancurnya World Trade Center (WTC) yang dikenal dengan peristiwa 11 September. Kecuali itu, peningkatan air power suatu negara juga untuk kepentingan keseimbangan kekuatan (balance of power) karena kalau kekuatannya tidak seimbang, bisa memunculkan potensi ancaman baru.
Pilihan
Mengapa TNI AU memilih pesawat SU-27 SK dan SU-30 MK?
Pertimbangan pertama TNI AU memilih pesawat Sukhoi buatan Rusia adalah untuk menggantikan dua skuadron pesawat tempur A-4 Skyhawk yang sudah terlalu tua (seharusnya sudah di-pass out sejak 1990 ).
Pertimbangan kedua, karena kesiapan pesawat tempur kita sangat minim (rata-rata kesiapannya hanya 25-35 persen) akibat embargo AS.
Pertimbangan ketiga, pesawat SU-27 SK (single seat) dan pesawat SU-30 MK (dual seat) memiliki kemampuan multiroles sekelas dengan F-15 dan F-18.
Pesawat tersebut tanpa pengisian bahan bakar di udara (air refueling) mampu terbang selama empat jam. Pesawat tersebut dilengkapi dengan persenjataan guided missile dan guided bomb untuk menghancurkan sasaran dengan sangat presisi.
Pesawat SU-27 SK dan SU-30 MK hampir sama, yang membedakan bahwa pesawat SU-27 SK tugas utamanya untuk supremasi udara (air supremacy), sedangkan pesawat SU-30 MK adalah untuk menghancurkan sasaran di darat dan di laut. Pesawat tersebut mampu melaksanakan operasi udara dalam segala cuaca (all weather condition) baik siang maupun malam hari.
Pertimbangan keempat, yang justru merupakan pertimbangan utama adalah untuk melindungi kepentingan nasional, termasuk menjaga wilayah kedaulatan negara dari dan melalui udara.
Kebutuhan
Berapa skuadron pesawat Sukhoi yang kita perlukan?
Apabila kita kaitkan dengan kelengkapan sistem pertahanan ta udara yang harus diganti untuk menjaga wilayah kedaulatan Indonesia yang sangat luas, di mana jarak dari Sabang sampai ke Merauke hampir sama jaraknya dari London (ibu kota Inggis) ke Baghdad (ibu kota Irak), dan dengan pertimbangan balance of power dengan Negara tetanga, idealnya kita memiliki empat skadron pesawat tempur sejenis pesawat SU-27 SK dan SU-30 MK.
Paling tidak Indonesia bisa memiliki dua skadron Sukhoi. Dengan situasi yang belum stabil seperti ini, minimum dibutuhkan satu untuk dapat menjaga wilayah kedaulatan negara di atau dari udara. Pertimbangan tersebut sangat penting, selain untuk kepentingan menciptakan stabilitas kawasan, juga kita tidak ingin diremehkan oleh negara tetangga. Seandainya kita memiliki sejumlah pesawat secanggih Sukhoi, maka negara tetangga akan menaati peraturan apabila akan terbang melintasi wilayah kedaulatan negara kita.
Apa keuntungannya dengan membeli pesawat Sukhoi ?
Tidak tergantungnya peralatan tempur kita dari dunia Barat saja karena kita memiliki pesawat tempur buatan Rusia (Eropa Timur).
Pesawat tersebut memiliki endurance empat jam terbang tanpa pengisian bahan bakar di udara) sehingga praktis memiliki deterrent power yang sangat diandalkan.
Pembelian pesawat Sukhoi tidak ada persyaratan khusus untuk dipakai di wilayah kedaulatannya sendiri, termasuk tidak ada sanksi embargo dari Rusia.
Spare parts pesawat tersebut dibuat sendiri di pabrik pesawat Sukhoi di Knaapo, Rusia. Rusia bahkan bersedia memberikan license kepada industri strategis kita.
Demikian uraian singkat tentang pilihan TNI AU terhadap pesawat Sukhoi yang saat ini sedang menjadi bahan pergunjingan di DPR. Rencana pengadaan pesawat Sukhoi juga sudah dimasukkan pada Blue Print TNI AU sebagai tindak lanjut dari realisasi reformasi TNI yang sudah dicanangkan sejak 5 Oktober 1998.
Marsekal Pertama Koesnadi Kardi MSc RCDS, Analis Air Power
sumber
..... dan selanjutnya memilih Su-35 karena punya efek deterren yg kuat

0
14.4K
Kutip
65
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan