- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sudah Beginikah Hukum Indonesia?


TS
maiqueenda
Sudah Beginikah Hukum Indonesia?
Lagi iseng-iseng ngilangin bete, Ane bacaa-baca berita awalnya cari tau tentang kriminalisasi, perbankan, entah dapet fikiran dari mana ane penasaran tentang kasus jis, inget kan kasus jis? itu tuh yang katanya ada kekerasan seksual disekolah tersebut yang bikin geger Indonesia. Ane kira mah kasusnya udah selesai ternyata belum hehe ketinggalan berita dong saya .
lagi asik baca beritanya eh ane dapet berita yang menarik nih ,
ini beritanya ane kasih :
JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan kekerasan seksual di TK Jakarta International School (JIS) mengungkap sebuah fakta mencengangkan.
Dokter Jefferson dari Rumah Sakit Polri yang dihadirkan sebagai ahli mengungkapkan bahwa nanah yang ada di anus MAK bukan dari penyakit herpes melainkan akibat bakteri. Penyakit ini juga tidak ada kaitannya dengan sodomi.
"Jika memang benar korban disodomi sampai 13 kali pasti sekarang sudah mati," ujar Kuasa Hukum Agun Iskandar, Patra M Zen menirukan ucapan Jefferson di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (12/11/2014).
Jefferson, kata Patra, juga mempertanyakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap anus terdakwa, bukan anus korban sebagaimana diminta oleh polisi.
"Dokter Jefferson juga bingung dengan permintaan polisi, kenapa anus terdakwa yang diperiksa, bukan anus korban. Ini adalah bukti kejanggalan berikutnya dari kasus ini," tambah Patra.
Ahli lain yang dihadirkan yaitu Psikolog Setyanu Ambarwati.
Dalam keterangannya Ambarwati menyatakan bahwa MAK memang mengalami trauma.
Wanita yang menyebut dirinya ahli psikologi ini menegaskan bahwa korban tidak akan kembali ke tempat yang membuat trauma. Namun kenyataannya, MAK masih melakukan kegiatan belajar di sekolah tersebut.
"Artinya trauma itu terjadi bukan karena sodomi. Bisa jadi korban trauma karena akibat laporan ibu korban ke polisi harus mengikuti serangkaian pemeriksaan, seperti di rumah sakit, polisi dan juga jadi saksi," jelas Patra.
Dokter dari RS Bhayangkara Polri merupakan salah satu dari dua ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di luar saksi yang terdapat di BAP. Kedua ahli ini dihadirkan setelah 13 saksi dalam 14 persidangan yang telah dilakukan tidak menemukan fakta adanya sodomi yang dilakukan pekerja kebersihan JIS terhadap MAK, siswa TK di sekolah itu.
Pernyataan Dokter Jefferson semakin memperkuat kesaksian Dokter Narrain Punjabi dari SOS Medika dalam sidang 29 September 2014. Dia menyebut bahwa adanya herpes pada MAK kemungkinan akibat salah diagnosa.
Namun permintaan Dokter Narrain agar MAK kembali diperiksa seminggu setelah pemeriksaan pertama tanggal 22 Maret tidak diindahkan oleh ibu korban. Berbekal diagnosa awal dari SOS Medika, ibu MAK mengungkap bahwa anaknya telah disodomi oleh enam pekerja kebersihan.
Akibat laporan ibu korban ini satu orang pekerja kebersihan JIS tewas saat penyidikan di Polda Metro Jaya dan lima orang lainnya kini jadi tersangka.
Sumber : http://news.okezone.com/read/2014/11...lecehan-di-jis
Semakin penasaran sama nih kasus, ane terus baca-baca berita lain nya. Ternyata eh ternyata ane dapet berita yang bikin kaget.
ini berita yang bikin ane kaget :

TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) M. Nasser meminta Polri untuk mengungkap adanya penyiksaan terhadap para terdakwa kasus dugaan tidak asusila di Jakarta International School (JIS) selama dalam penyidikan Polda Metro Jaya Maret-April lalu.
"Penyiksaan kepada tahanan sangat tidak dibenarkan. Mabes Polri bisa melakukan investigasi untuk mengungkap dugaan penyiksaan terhadap pekerja kebersihan di JIS tersebut. Apalagi seluruh terdakwa kasus JIS juga mencabut BAP yang dibuat oleh polisi," tegas Nasser kepada media, Selasa (7/10/2014).
Sebagai aparat negara, lanjut Nasser, polri harus mampu bekerja profesional dan melindungi hak-hak asasi warga negaranya.
Oleh karena itu, bila terjadi tindak kekerasan terhadap warga negara yang belum terbukti bersalah, intitusi Polri harus bertanggungjawab dan menegakkan hukum bagi anggotanya.
"Bila ada bukti kuat terjadi penyiksaan Polri harus melakukan inisiatif untuk melakukan investigasi. Kasus ini mendapat perhatian masyarakat international dan reputasi Polri ikut dipertaruhkan," tandasnya.
Dugaan adanya tindak kekerasan terhadap para pekerja kebersihan JIS yang didakwa melakukan tindak asusila kepada MAK (6th), siswa TK di JIS, terungkap dalam persidangan lima terdakwa kasus ini pekan lalu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
David, operasion risk management JIS yang dihadirkan sebagai saksi mengungkapkan, pada 3 April 2014 dirinya melihat dan mendengar terjadinya tindak penyiksaan terhadap Virgiawan Amin dan Agun Iskandar, dua pekerja kebersihan JIS yang saat itu masih berstatus sebagai saksi.
David, menurut pengacara Virgiawan Amin Saut Hutagalung, dalam persidangan yang digelar tertutup itu juga mengungkapkan, dirinya mendengar pernyataan dari Kanit PPA Polda Metro yang mengatakan bahwa kedua pekerja kebersihan itu harus dikembalikan ke keluarganya karena tidak punya cukup bukti.
Namun, secara mengejutkan pada 4 April baik Virgiawan maupun Agun sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan muka penuh luka dan berdarah.
Saut menambahkan, dalam keterangan didepan majelis hakim, David juga melihat wajah Zainal Abidin dan Syahrial mengalami lebam dan berdarah pada 26 April 2014 sebelum press conference digelar Polda Metro Jaya pada hari tersebut.
"Kesaksian David semakin membuktikan bahwa tindak kekerasan dan penyiksaan kepada terdakwa oleh penyidik memang terjadi dan terbukti. Akibat kondisi terdakwa yang penuh luka itulah saat press conference pada 26 April lalu wajah para terdakwa ditutup dengan karton," ungkap Saut usai sidang, Rabu (1/10)
Tindak kekerasan yang melibatkan polisi untuk mengungkap suatu kasus, terus menjadi perhatian publik.
Terakhir menimpa Krisbayudi yang harus mendekam 8 bulan dan mengalami berbagai tindak kekerasan selama masa penyidikan di Polda Metro Jaya, Krisbayudi dibebaskan oleh majelis hakim PN Jakarta Utara karena tak terbukti terlibat pembunuhan seperti yang dibuat dalam BAP Polisi.
Dalam kasus dugaan tindak asusila di JIS, sejumlah fakta medis menyatakan bahwa kasus ini sesungguhnya tidak pernah ada. Hasil RSCM dan RSPI menyatakan tidak ada kerusakan dalam alat pelepas korban MAK (6 tahun).
Hasil visum RSCM No 183/IV/PKT/03/2014 tanggal 25 Maret 2014 mengungkapkan bahwa pada pemeriksaan terhadap lubang pelepas korban MAK (6 tahun) tidak ditemukan luka lecet/robekan, lipatan sekitar lubang pelepas tampak baik dan kekuatan otot pelepas baik.
Sementara hasil visum RSPI No 02/IV.MR/VIS/RSPI/2014 tanggal 21 April 2014 juga menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan visual dan perabaan pada anus MAK tidak ada kelainan.
Dokter NP, dokter spesialis anak dari Klinik SOS Medika, pihak pertama yang melakukan pemeriksaan terhadap korban AK pada 22 Maret 2013, dalam kesaksiannya di PN Jakarta Selatan Senin (29/9), secara tegas juga mengatakan tidak pernah ada penyakit seksual menular pada MAK.
Sumber : http://m.tribunnews.com/nasional/201...kan-kasus-jis
Semakin kepo lah ane tentang penyiksaan dan apa alasannya ?
JAKARTA - Proses hukum kasus dugaan pelecehan seksual di Jakarta International school (JIS) semakin janggal. Kasus ini terus bergeser dari isu sosial menjadi komersial.
Kasus ini berawal dari seorang anak yang menjadi korban pelecehan, namun kini lebih sarat dengan uang ganti rugi yang dituntut orangtua dan pengacara korban.
Ketua Presidium Aliansi Perempuan Indonesia, RA. Berar Fathia, berpendapat ada pihak lain yang diduga memiliki kepentingan lain dengan menunggangi kasus JIS tersebut. Akibatnya, bukan saja anak didik yang kemudian dirugikan melainkan membuat celah bagi pengacara korban untuk memanfaatkan peluang ini.
"Mestinya, jika benar ada korban dibantu dan bukan JIS jadi alat kepentingan pihak lain," kata Berar di Jakarta, Senin (25/8/2014).
Dalam kasus ini ada unsur pengacara yang terkesan menunggangi pihak korban dengan menaikan gugatan yang awalnya USD12 juta menjadi USD125 juta. Menurut Berar, penyelesaian kasus ini semakin berlarut-larut dan hingga kini negara tidak berperan dalam mengupayakan pencarian kebenaran, siapa yang sesungguhnya bertanggung jawab.
"JIS telah lama menyelenggarakan pendidikan dari tigkat TK hingga SMA dan selama ini tidak ada masalah. Namun ketika muncul kasus dugaan pelecehan seksual, pihak yang sangat berperan yakni negara, tidak melakukan tindakan yang bisa meredam persoalan," paparnya.
Sementara itu pengacara pihak JIS, Hotman Paris Hutapea sempat melayangkan surat khusus yang ditujukan kepada presiden terpilih Joko Widodo. Dia mengungkapkan keanehan terhadap penetapan status tersangka dua guru JIS.
Menurutnya sejak tiga bulan lalu, yang ditetapkan tersangka kasus pelecehan seksual terhadap siswa Taman Kanak-kanak di JIS adalah 6 petugas cleaning service. Hal itu sesui keterangan ahli dan saksi serta hasil visum.
Namun, setelah adanya penolakan pihak JIS atas permintaan ganti rugi sebesar USD 13,5 juta oleh ibu korban akhir Mei 2014 lalu, secara tiba-tiba mereka membuat laporan susulan terhadap dua guru JIS. Hal ini diduga untuk memberikan tekanan kepada pihak JIS.
Terhadap dua guru JIS atas nama Ferdinant Tjiong dan Neil Bantleman itu sendiri telah disidik dan dilakukan penahanan oleh Unit II Subditrenakta Ditreskrimum. Hotman mengatakan penahanan terhadap dua kliennya oleh Polda Metro tidak ada alat bukti yang cukup.
"Pelapor bahkan mengirim pesan kepada JIS, bahwa mereka siap mencabut gugatan itu asal uang damai sebesar USD13,5 juta itu dikabulkan," tulis Hotman dalam suratnya kepada Jokowi.
Bahkan belakangan uang damai itu meningkat menjadi USD125 Juta. Sehingga, Hotman menduga ada kaitan antara penetapan status tersangka dengan upaya memuluskan ganti rugi yang sangat besar.
Hotman juga mengungkap sejumlah kejanggalan penyidikan yang dilakukan polisi, seperti tidak pernah dipertanyakan dalam pemeriksaan soal barang bukti tindak pidannya. Penyidik juga menolak memberikan kopi Berita Acara pemeriksaan dan menolak untuk memeriksa sejumlah saksi penting, seperti dokter yang melakukan visun terhadap dua orang guru JIS maupun korban.
Selain itu, kata dia, Penyidik yang menolak untuk memeriksa sejumlah saksi karyawan JIS yang duduk dekat dari tempat para guru itu melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap muridnya. Dia pun mendesak Kejakaan Agung untuk memeriksa saksi-saksi tersebut dan meminta polisi mengungkap barang bukti tindak pidana yang dilakukan oleh dua guru tersebut.
Semoga kebenaran cepat terungkap dan pengadilan bisa membuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah .
lagi asik baca beritanya eh ane dapet berita yang menarik nih ,
ini beritanya ane kasih :
Quote:
Ini Kejanggalan Kasus Pelecehan di JIS
JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan kekerasan seksual di TK Jakarta International School (JIS) mengungkap sebuah fakta mencengangkan.
Dokter Jefferson dari Rumah Sakit Polri yang dihadirkan sebagai ahli mengungkapkan bahwa nanah yang ada di anus MAK bukan dari penyakit herpes melainkan akibat bakteri. Penyakit ini juga tidak ada kaitannya dengan sodomi.
"Jika memang benar korban disodomi sampai 13 kali pasti sekarang sudah mati," ujar Kuasa Hukum Agun Iskandar, Patra M Zen menirukan ucapan Jefferson di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (12/11/2014).
Jefferson, kata Patra, juga mempertanyakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap anus terdakwa, bukan anus korban sebagaimana diminta oleh polisi.
"Dokter Jefferson juga bingung dengan permintaan polisi, kenapa anus terdakwa yang diperiksa, bukan anus korban. Ini adalah bukti kejanggalan berikutnya dari kasus ini," tambah Patra.
Ahli lain yang dihadirkan yaitu Psikolog Setyanu Ambarwati.
Dalam keterangannya Ambarwati menyatakan bahwa MAK memang mengalami trauma.
Wanita yang menyebut dirinya ahli psikologi ini menegaskan bahwa korban tidak akan kembali ke tempat yang membuat trauma. Namun kenyataannya, MAK masih melakukan kegiatan belajar di sekolah tersebut.
"Artinya trauma itu terjadi bukan karena sodomi. Bisa jadi korban trauma karena akibat laporan ibu korban ke polisi harus mengikuti serangkaian pemeriksaan, seperti di rumah sakit, polisi dan juga jadi saksi," jelas Patra.
Dokter dari RS Bhayangkara Polri merupakan salah satu dari dua ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di luar saksi yang terdapat di BAP. Kedua ahli ini dihadirkan setelah 13 saksi dalam 14 persidangan yang telah dilakukan tidak menemukan fakta adanya sodomi yang dilakukan pekerja kebersihan JIS terhadap MAK, siswa TK di sekolah itu.
Pernyataan Dokter Jefferson semakin memperkuat kesaksian Dokter Narrain Punjabi dari SOS Medika dalam sidang 29 September 2014. Dia menyebut bahwa adanya herpes pada MAK kemungkinan akibat salah diagnosa.
Namun permintaan Dokter Narrain agar MAK kembali diperiksa seminggu setelah pemeriksaan pertama tanggal 22 Maret tidak diindahkan oleh ibu korban. Berbekal diagnosa awal dari SOS Medika, ibu MAK mengungkap bahwa anaknya telah disodomi oleh enam pekerja kebersihan.
Akibat laporan ibu korban ini satu orang pekerja kebersihan JIS tewas saat penyidikan di Polda Metro Jaya dan lima orang lainnya kini jadi tersangka.
Sumber : http://news.okezone.com/read/2014/11...lecehan-di-jis
Semakin penasaran sama nih kasus, ane terus baca-baca berita lain nya. Ternyata eh ternyata ane dapet berita yang bikin kaget.
ini berita yang bikin ane kaget :

Quote:
Kompolnas : Polri Harus Ungkap Dugaan Penyiksaan Dalam Penyidikan Kasus JIS
TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) M. Nasser meminta Polri untuk mengungkap adanya penyiksaan terhadap para terdakwa kasus dugaan tidak asusila di Jakarta International School (JIS) selama dalam penyidikan Polda Metro Jaya Maret-April lalu.
"Penyiksaan kepada tahanan sangat tidak dibenarkan. Mabes Polri bisa melakukan investigasi untuk mengungkap dugaan penyiksaan terhadap pekerja kebersihan di JIS tersebut. Apalagi seluruh terdakwa kasus JIS juga mencabut BAP yang dibuat oleh polisi," tegas Nasser kepada media, Selasa (7/10/2014).
Sebagai aparat negara, lanjut Nasser, polri harus mampu bekerja profesional dan melindungi hak-hak asasi warga negaranya.
Oleh karena itu, bila terjadi tindak kekerasan terhadap warga negara yang belum terbukti bersalah, intitusi Polri harus bertanggungjawab dan menegakkan hukum bagi anggotanya.
"Bila ada bukti kuat terjadi penyiksaan Polri harus melakukan inisiatif untuk melakukan investigasi. Kasus ini mendapat perhatian masyarakat international dan reputasi Polri ikut dipertaruhkan," tandasnya.
Dugaan adanya tindak kekerasan terhadap para pekerja kebersihan JIS yang didakwa melakukan tindak asusila kepada MAK (6th), siswa TK di JIS, terungkap dalam persidangan lima terdakwa kasus ini pekan lalu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
David, operasion risk management JIS yang dihadirkan sebagai saksi mengungkapkan, pada 3 April 2014 dirinya melihat dan mendengar terjadinya tindak penyiksaan terhadap Virgiawan Amin dan Agun Iskandar, dua pekerja kebersihan JIS yang saat itu masih berstatus sebagai saksi.
David, menurut pengacara Virgiawan Amin Saut Hutagalung, dalam persidangan yang digelar tertutup itu juga mengungkapkan, dirinya mendengar pernyataan dari Kanit PPA Polda Metro yang mengatakan bahwa kedua pekerja kebersihan itu harus dikembalikan ke keluarganya karena tidak punya cukup bukti.
Namun, secara mengejutkan pada 4 April baik Virgiawan maupun Agun sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan muka penuh luka dan berdarah.
Saut menambahkan, dalam keterangan didepan majelis hakim, David juga melihat wajah Zainal Abidin dan Syahrial mengalami lebam dan berdarah pada 26 April 2014 sebelum press conference digelar Polda Metro Jaya pada hari tersebut.
"Kesaksian David semakin membuktikan bahwa tindak kekerasan dan penyiksaan kepada terdakwa oleh penyidik memang terjadi dan terbukti. Akibat kondisi terdakwa yang penuh luka itulah saat press conference pada 26 April lalu wajah para terdakwa ditutup dengan karton," ungkap Saut usai sidang, Rabu (1/10)
Tindak kekerasan yang melibatkan polisi untuk mengungkap suatu kasus, terus menjadi perhatian publik.
Terakhir menimpa Krisbayudi yang harus mendekam 8 bulan dan mengalami berbagai tindak kekerasan selama masa penyidikan di Polda Metro Jaya, Krisbayudi dibebaskan oleh majelis hakim PN Jakarta Utara karena tak terbukti terlibat pembunuhan seperti yang dibuat dalam BAP Polisi.
Dalam kasus dugaan tindak asusila di JIS, sejumlah fakta medis menyatakan bahwa kasus ini sesungguhnya tidak pernah ada. Hasil RSCM dan RSPI menyatakan tidak ada kerusakan dalam alat pelepas korban MAK (6 tahun).
Hasil visum RSCM No 183/IV/PKT/03/2014 tanggal 25 Maret 2014 mengungkapkan bahwa pada pemeriksaan terhadap lubang pelepas korban MAK (6 tahun) tidak ditemukan luka lecet/robekan, lipatan sekitar lubang pelepas tampak baik dan kekuatan otot pelepas baik.
Sementara hasil visum RSPI No 02/IV.MR/VIS/RSPI/2014 tanggal 21 April 2014 juga menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan visual dan perabaan pada anus MAK tidak ada kelainan.
Dokter NP, dokter spesialis anak dari Klinik SOS Medika, pihak pertama yang melakukan pemeriksaan terhadap korban AK pada 22 Maret 2013, dalam kesaksiannya di PN Jakarta Selatan Senin (29/9), secara tegas juga mengatakan tidak pernah ada penyakit seksual menular pada MAK.
Sumber : http://m.tribunnews.com/nasional/201...kan-kasus-jis
Semakin kepo lah ane tentang penyiksaan dan apa alasannya ?
Quote:
Kasus JIS Diduga Sarat Kepentingan Uang
JAKARTA - Proses hukum kasus dugaan pelecehan seksual di Jakarta International school (JIS) semakin janggal. Kasus ini terus bergeser dari isu sosial menjadi komersial.
Kasus ini berawal dari seorang anak yang menjadi korban pelecehan, namun kini lebih sarat dengan uang ganti rugi yang dituntut orangtua dan pengacara korban.
Ketua Presidium Aliansi Perempuan Indonesia, RA. Berar Fathia, berpendapat ada pihak lain yang diduga memiliki kepentingan lain dengan menunggangi kasus JIS tersebut. Akibatnya, bukan saja anak didik yang kemudian dirugikan melainkan membuat celah bagi pengacara korban untuk memanfaatkan peluang ini.
"Mestinya, jika benar ada korban dibantu dan bukan JIS jadi alat kepentingan pihak lain," kata Berar di Jakarta, Senin (25/8/2014).
Dalam kasus ini ada unsur pengacara yang terkesan menunggangi pihak korban dengan menaikan gugatan yang awalnya USD12 juta menjadi USD125 juta. Menurut Berar, penyelesaian kasus ini semakin berlarut-larut dan hingga kini negara tidak berperan dalam mengupayakan pencarian kebenaran, siapa yang sesungguhnya bertanggung jawab.
"JIS telah lama menyelenggarakan pendidikan dari tigkat TK hingga SMA dan selama ini tidak ada masalah. Namun ketika muncul kasus dugaan pelecehan seksual, pihak yang sangat berperan yakni negara, tidak melakukan tindakan yang bisa meredam persoalan," paparnya.
Sementara itu pengacara pihak JIS, Hotman Paris Hutapea sempat melayangkan surat khusus yang ditujukan kepada presiden terpilih Joko Widodo. Dia mengungkapkan keanehan terhadap penetapan status tersangka dua guru JIS.
Menurutnya sejak tiga bulan lalu, yang ditetapkan tersangka kasus pelecehan seksual terhadap siswa Taman Kanak-kanak di JIS adalah 6 petugas cleaning service. Hal itu sesui keterangan ahli dan saksi serta hasil visum.
Namun, setelah adanya penolakan pihak JIS atas permintaan ganti rugi sebesar USD 13,5 juta oleh ibu korban akhir Mei 2014 lalu, secara tiba-tiba mereka membuat laporan susulan terhadap dua guru JIS. Hal ini diduga untuk memberikan tekanan kepada pihak JIS.
Terhadap dua guru JIS atas nama Ferdinant Tjiong dan Neil Bantleman itu sendiri telah disidik dan dilakukan penahanan oleh Unit II Subditrenakta Ditreskrimum. Hotman mengatakan penahanan terhadap dua kliennya oleh Polda Metro tidak ada alat bukti yang cukup.
"Pelapor bahkan mengirim pesan kepada JIS, bahwa mereka siap mencabut gugatan itu asal uang damai sebesar USD13,5 juta itu dikabulkan," tulis Hotman dalam suratnya kepada Jokowi.
Bahkan belakangan uang damai itu meningkat menjadi USD125 Juta. Sehingga, Hotman menduga ada kaitan antara penetapan status tersangka dengan upaya memuluskan ganti rugi yang sangat besar.
Hotman juga mengungkap sejumlah kejanggalan penyidikan yang dilakukan polisi, seperti tidak pernah dipertanyakan dalam pemeriksaan soal barang bukti tindak pidannya. Penyidik juga menolak memberikan kopi Berita Acara pemeriksaan dan menolak untuk memeriksa sejumlah saksi penting, seperti dokter yang melakukan visun terhadap dua orang guru JIS maupun korban.
Selain itu, kata dia, Penyidik yang menolak untuk memeriksa sejumlah saksi karyawan JIS yang duduk dekat dari tempat para guru itu melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap muridnya. Dia pun mendesak Kejakaan Agung untuk memeriksa saksi-saksi tersebut dan meminta polisi mengungkap barang bukti tindak pidana yang dilakukan oleh dua guru tersebut.
Semoga kebenaran cepat terungkap dan pengadilan bisa membuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah .
0
3.5K
Kutip
21
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan