- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[ada yg tersinggung] Saat Jimly Diprotes Perwira Polisi Setelah Kritik Kinerja Polri


TS
nang_tea
[ada yg tersinggung] Saat Jimly Diprotes Perwira Polisi Setelah Kritik Kinerja Polri
Rabu, 04/03/2015 17:52 WIB
Saat Jimly Diprotes Perwira Polisi Setelah Kritik Kinerja Polri
Elza Astari Retaduari - detikNews
Jakarta - Jimly Asshiddiqie mengkritik kinerja kepolisian yang dinilainya masih sarat akan praktek politisasi dan belum banyak berubah sejak era reformasi. Ia pun menyinggung kisruh KPK dan Polri yang saat ini terjadi dan dinilai sebagai upaya pelemahan KPK dari sisi Polri.
"Ini perkembangan sejarah paling buruk antara hukum dengan politik. Hukum jadi pemuas nafsu kekuasaan. Soal penegakkan hukum saat ini orang mudah sekali menggunakan hukum untuk cari orang salah," ucap Jimly dalam 'Seminar Peradaban Polisi dan Politik' di Gedung Gading Marina Function Hall, Jl Boulevard Barat, Kelapa Gading, Jakut, Rabu (4/3/2015).
Di Indonesia, upaya hukum disebut Jimly dijadikan ajang potensi untuk melakukan kriminalisasi terhadap profesi. Itu pun terjadi dalam tubuh kepolisian.
"Cari orang salah itu gampang sekali, yang susah cari orang jahat. Ini yang terjadi dengan Bambang Widjojanto, Abraham Samad. Pimpinan KPK lainnya Pak Zulkarnaen, ini kalau dicari salahnya saat remaja pasti ada lah ditemukan 2 yang bisa dijadikan alat bukti, lalu dijadikan tersangka," kata Jimly.
Meski banyak di antara peserta seminar yang setuju dengan apa yang disampaikan Jimly, mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu pun mendapat protes keras dari perwira menengah polisi. Puluhan anggota Polri, termasuk mahasiswa PTIK, memang turut hadir dalam acara yang diselenggarakan oleh Institut Peradaban, Tahir Foundation, dan Pusat Studi Kelirumologi ini.
"Saya bukan pembela BG maupun KPK. Tapi seharusnya tidak boleh ada lembaga yang dipersonalisasi, lembaga apapun. Seharusnya Pak Jimly juga melihat bagaimana yang terjadi di KPK juga," ucap Kombes Pol Maruli Simanjuntak yang memprotes Jimly.
Anggota Polri yang bergelar doktor ini pun lantas memberi contoh bagaimana negara kurang memperhatikan kesejahteraan anggota polisi dan sedikitnya biaya operasional yang didapat Polri dalam mengusut kasus. Maruli juga membandingkan dalam menangani kasus ada ketidakadilan fasilitas yang didapat antara KPK dengan Polri.
"Saya puluhan tahun jadi penyidik. Tiap kasus hanya dikasih Rp 14 juta, padahal kita membela rakyat. Kalau KPK bisa Rp 250 juta per kasus, kalau kurang gesek lagi. Ada yang gajinya cuma Rp 1,7 juta di bawah KHL," tutur Maruli.
Kurangnya kesejahteraan yang didapat anggota Polri disebut Maruli menjadi salah satu sebab politisasi atau budaya sogok menyogok dalam operasional kepolisian kerap terjadi dan sudah menjadi rahasia umum. Maka wajar, kata Maruli, ada istilah 'selawe njaluk selamet' (cuma 25 minta selamet) atau yang bisa diartikan kelas ekonomi minta eksekutif.
"Dana patroli cuma bisa untuk 60 Km, negara mintanya 100 Km. Kalau ada begal di KM 61 ya maaf patrolinya cuma sampai 60 Km. Kalau jabatan dengan pendidikan seperti saya di Singapura, gajinya seratusan juta rupiah, dapat apartemen, mobil, bebas bayar listrik. Tapi saya nggak mau pindah, saya masih Merah Putih. Saya nggak suka kalau dapat uang dari korban, saya lebih suka dari negara," keluh mantan Kapolres Tangerang itu.
Hal serupa diungkapkan Pamen Polri lainnya, Kombes Pol Krisnanda. Ia kesal dengan ungkapan Jimly tentang tidak adanya perubahan Polri setelah reformasi. Negara yang justru lebih mengangkat mengenai kewenangan dan kekuasaan polisi dinilainya yang menjadikan polisi memiliki cap negatif.
"Kalau polisi nggak ada perubahan, harusnya Pak Farouk (Farouk Muhammad yang juga jadi pembicara) tersinggung. Polisi dinilai nggak profesional, di RPJM malah strukturnya dipreteli. Yang dipikirkan hanya kewenangan dan kekuasaannya. Harusnya orientasi kerja dan gaji, bukan pangkat dan tugas," tegur Krisnanda berapi-api.
"Sistem di polisi itu patrimonial. Siapa ndoronya ya manut. Kalau nanti benar jadi di bawah menteri, ya makin mengemis-ngemis polisi ke orang politik. Kalau tadi dibilang polisi yang jujur itu cuma polisi tidur sama Pak Hoegeng (mantan Kapolri), apa kita semua ini kampret semua?" cecar mantan Kadirlantas Polda Metro Jaya itu.
Krisnanda lantas mengingatkan rekan-rekan kesatuannya untuk menjalani 3 fungsi. "Polisi harus bisa jadi penjaga kehidupan, pejuang kemanusiaan, dan pengayom peradaban," tandasnya
Tak cukup dari 2 perwira, Jimly juga mendapat teguran dari seorang mahasiswa PTIK yang mengaku ikut terpengaruh dengan kasus Komjen Budi Gunawan dengan KPK. "Kami polisi di lapangan turut merasakan secara emosional. Soal kasus Pak BG, Pak Jimly tidak seimbang, seharusnya Pak Jimly juga bilang KPK kriminalisasi pimpinan Polri. Sudah terbukti di praperadilan soal Pak BG," tutur AKP Robby Heri Saputra.
Cukup terkesan dengan protes-protes perwira Polri, Jaya Suprana yang menjadi moderator dalam seminar pun ikut menanggapi. "Saya tadi bisik-bisik dengan Pak Jimly, kalau tadi berbicara soal kurangnya kesejahteraan, ternyata waktu jadi ketua MK Pak Jimly nggak digaji selama 2 tahun. Mungkin negara kalau bisa aparaturnya nggak digaji semua," canda Jaya.
Menanggapi protes terhadap dirinya, Jimly berujar santai. Ia menganggap apa yang terjadi itu sebagai upaya dari proses dialog dan berharap budaya ini dilakukan secara berkala.
"Ini bagus, saling bertukar pikiran. Ini sebuah dialog, sehat. Banyak sekali intelektual-intelektual di kepolisian. Bisa jadi sudut pandang berbeda. Tapi kalau polisi bicara itu perspektifnya polisi, nggak ada salahnya polisi juga mau dengar perspektif dari luar. Mungkin pikiran saya tidak sama, tapi yang berpikir seperti saya banyak sekali. Tapi nggak apa-apa. Ini dialog harus dilihat secara positif," pungkas Jimly.
Usai acara Jimly pun menyempatkan untuk mendatangi meja Maruli dan Krisnanda untuk berkenalan dan berbincang. Bahkan mereka berjabat tangan dan berfoto bersama.
sumber: detuk
gaji dulu apa kerja dulu?
gaji kurang terus korup?
Saat Jimly Diprotes Perwira Polisi Setelah Kritik Kinerja Polri
Elza Astari Retaduari - detikNews
Jakarta - Jimly Asshiddiqie mengkritik kinerja kepolisian yang dinilainya masih sarat akan praktek politisasi dan belum banyak berubah sejak era reformasi. Ia pun menyinggung kisruh KPK dan Polri yang saat ini terjadi dan dinilai sebagai upaya pelemahan KPK dari sisi Polri.
"Ini perkembangan sejarah paling buruk antara hukum dengan politik. Hukum jadi pemuas nafsu kekuasaan. Soal penegakkan hukum saat ini orang mudah sekali menggunakan hukum untuk cari orang salah," ucap Jimly dalam 'Seminar Peradaban Polisi dan Politik' di Gedung Gading Marina Function Hall, Jl Boulevard Barat, Kelapa Gading, Jakut, Rabu (4/3/2015).
Di Indonesia, upaya hukum disebut Jimly dijadikan ajang potensi untuk melakukan kriminalisasi terhadap profesi. Itu pun terjadi dalam tubuh kepolisian.
"Cari orang salah itu gampang sekali, yang susah cari orang jahat. Ini yang terjadi dengan Bambang Widjojanto, Abraham Samad. Pimpinan KPK lainnya Pak Zulkarnaen, ini kalau dicari salahnya saat remaja pasti ada lah ditemukan 2 yang bisa dijadikan alat bukti, lalu dijadikan tersangka," kata Jimly.
Meski banyak di antara peserta seminar yang setuju dengan apa yang disampaikan Jimly, mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu pun mendapat protes keras dari perwira menengah polisi. Puluhan anggota Polri, termasuk mahasiswa PTIK, memang turut hadir dalam acara yang diselenggarakan oleh Institut Peradaban, Tahir Foundation, dan Pusat Studi Kelirumologi ini.
"Saya bukan pembela BG maupun KPK. Tapi seharusnya tidak boleh ada lembaga yang dipersonalisasi, lembaga apapun. Seharusnya Pak Jimly juga melihat bagaimana yang terjadi di KPK juga," ucap Kombes Pol Maruli Simanjuntak yang memprotes Jimly.
Anggota Polri yang bergelar doktor ini pun lantas memberi contoh bagaimana negara kurang memperhatikan kesejahteraan anggota polisi dan sedikitnya biaya operasional yang didapat Polri dalam mengusut kasus. Maruli juga membandingkan dalam menangani kasus ada ketidakadilan fasilitas yang didapat antara KPK dengan Polri.
"Saya puluhan tahun jadi penyidik. Tiap kasus hanya dikasih Rp 14 juta, padahal kita membela rakyat. Kalau KPK bisa Rp 250 juta per kasus, kalau kurang gesek lagi. Ada yang gajinya cuma Rp 1,7 juta di bawah KHL," tutur Maruli.
Kurangnya kesejahteraan yang didapat anggota Polri disebut Maruli menjadi salah satu sebab politisasi atau budaya sogok menyogok dalam operasional kepolisian kerap terjadi dan sudah menjadi rahasia umum. Maka wajar, kata Maruli, ada istilah 'selawe njaluk selamet' (cuma 25 minta selamet) atau yang bisa diartikan kelas ekonomi minta eksekutif.
"Dana patroli cuma bisa untuk 60 Km, negara mintanya 100 Km. Kalau ada begal di KM 61 ya maaf patrolinya cuma sampai 60 Km. Kalau jabatan dengan pendidikan seperti saya di Singapura, gajinya seratusan juta rupiah, dapat apartemen, mobil, bebas bayar listrik. Tapi saya nggak mau pindah, saya masih Merah Putih. Saya nggak suka kalau dapat uang dari korban, saya lebih suka dari negara," keluh mantan Kapolres Tangerang itu.
Hal serupa diungkapkan Pamen Polri lainnya, Kombes Pol Krisnanda. Ia kesal dengan ungkapan Jimly tentang tidak adanya perubahan Polri setelah reformasi. Negara yang justru lebih mengangkat mengenai kewenangan dan kekuasaan polisi dinilainya yang menjadikan polisi memiliki cap negatif.
"Kalau polisi nggak ada perubahan, harusnya Pak Farouk (Farouk Muhammad yang juga jadi pembicara) tersinggung. Polisi dinilai nggak profesional, di RPJM malah strukturnya dipreteli. Yang dipikirkan hanya kewenangan dan kekuasaannya. Harusnya orientasi kerja dan gaji, bukan pangkat dan tugas," tegur Krisnanda berapi-api.
"Sistem di polisi itu patrimonial. Siapa ndoronya ya manut. Kalau nanti benar jadi di bawah menteri, ya makin mengemis-ngemis polisi ke orang politik. Kalau tadi dibilang polisi yang jujur itu cuma polisi tidur sama Pak Hoegeng (mantan Kapolri), apa kita semua ini kampret semua?" cecar mantan Kadirlantas Polda Metro Jaya itu.
Krisnanda lantas mengingatkan rekan-rekan kesatuannya untuk menjalani 3 fungsi. "Polisi harus bisa jadi penjaga kehidupan, pejuang kemanusiaan, dan pengayom peradaban," tandasnya
Tak cukup dari 2 perwira, Jimly juga mendapat teguran dari seorang mahasiswa PTIK yang mengaku ikut terpengaruh dengan kasus Komjen Budi Gunawan dengan KPK. "Kami polisi di lapangan turut merasakan secara emosional. Soal kasus Pak BG, Pak Jimly tidak seimbang, seharusnya Pak Jimly juga bilang KPK kriminalisasi pimpinan Polri. Sudah terbukti di praperadilan soal Pak BG," tutur AKP Robby Heri Saputra.
Cukup terkesan dengan protes-protes perwira Polri, Jaya Suprana yang menjadi moderator dalam seminar pun ikut menanggapi. "Saya tadi bisik-bisik dengan Pak Jimly, kalau tadi berbicara soal kurangnya kesejahteraan, ternyata waktu jadi ketua MK Pak Jimly nggak digaji selama 2 tahun. Mungkin negara kalau bisa aparaturnya nggak digaji semua," canda Jaya.
Menanggapi protes terhadap dirinya, Jimly berujar santai. Ia menganggap apa yang terjadi itu sebagai upaya dari proses dialog dan berharap budaya ini dilakukan secara berkala.
"Ini bagus, saling bertukar pikiran. Ini sebuah dialog, sehat. Banyak sekali intelektual-intelektual di kepolisian. Bisa jadi sudut pandang berbeda. Tapi kalau polisi bicara itu perspektifnya polisi, nggak ada salahnya polisi juga mau dengar perspektif dari luar. Mungkin pikiran saya tidak sama, tapi yang berpikir seperti saya banyak sekali. Tapi nggak apa-apa. Ini dialog harus dilihat secara positif," pungkas Jimly.
Usai acara Jimly pun menyempatkan untuk mendatangi meja Maruli dan Krisnanda untuk berkenalan dan berbincang. Bahkan mereka berjabat tangan dan berfoto bersama.
sumber: detuk
gaji dulu apa kerja dulu?
gaji kurang terus korup?



tien212700 memberi reputasi
1
6.1K
67


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan