- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Janji Jokowi Berantas Korupsi: Ingat, Megawati Dalang SKL BLBI


TS
deniswise
Janji Jokowi Berantas Korupsi: Ingat, Megawati Dalang SKL BLBI
Jakarta, HanTer - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menantang komitmen dan janji Presiden Jokowi untuk tidak pandang bulu dalam memberantas korupsi. Salah satu skandal besar yang belum terungkap adalah kasus BLBI yang menyeret nama Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri.
Untuk sekedar menginngat, Sekretaris Jenderal Fitra Yenny Sucipto menjelaskan ada keanehan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 mengenai Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dikeluarkan Megawati Soekarnoputri.
Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto mengatakan, para obligor BLBI telah lepas dari segala masalah yang membelitnya saat Inpres dikeluarkan. Menurut Yenny para obligor ini pun harus ikut bertanggungjawab dalam kasus tersebut.
"Menurut saya ini sebuah ironi karena Megawati mengeluarkan bagi para obligator yang mencuri obligasi tapi tiba-tiba mereka dilepas begitu saja," kata Yenny saat jumpa pers di Jakarta, Minggu (1/3/2015).
Yenny menjelaskan banyak sekali kejanggalan yang terjadi saat Inpres tersebut dikeluarkan, salah satunya pemerintah seolah berpihak pada para obligator 'kelas kakap' yang merugikan negara. Selain itu, lanjutnya, pelunasan yang diberikan Presiden Megawati saat itu sangat merugikan karena para obligator masih harus membayar hutang ke negara sebesar Rp 89,9 triliun.
Sebagai catatan, lima obligor yang disebutkan Yenny dan telah menerima Surat Keterangan Lunas adalah PT Bank Central Asia (BCA), dengan Salim Group sebagai obligor; PT Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dengan Sjamsul Nursalim sebagai obligor; PT Bank Umum Nasional (BUN) dengan M Hasan sebagai obligor; Bank Surya dengan Sudwikatmo sebagai obligor; dan Bank RSI dengan Ibrahim Risjad sebagai obligor.
"Penerbitan Inpres oleh Megawati memiliki keterkaitan dengan dominasi partai politik dan elite korporasi. Itu menjadi salah satu alasan kami meminta Jokowi meninjau kembali Inpres tersebut," tegas Yenny.
Selain itu Yenny pun meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengaudit dana serta nilai aset dari BLBI.
Meskipun merupakan kader PDIP, Yenny berharap Jokowi mempunyai keberanian besar dalam melakukan peninjauan kembali terhadap Inpres tersebut. Menurutnya, jika Jokowi berani mengunkap kasus ini hingga tuntas pastinya rakyat pasti mendukung.
"Perlu keberanian besar Jokowi dan saya yakin Jokowi cukup konsisten," cetusnya.
BLBI merupakan skema bantuan dari Bank Indonesia yang diberikan kepada 48 bank bermasalah saat krisis moneter 1997-1998. Total nilainya mencapai Rp 140 triliun.
Aset bank bermasalah tersebut kemudian diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Hal itu dilakukan lantaran para pemilik bank gagal bayar. Namun dalam perjalanannya, penjualan aset pemilik bank yang kala itu dimaknai sebagai solusi, hanya menutupi 26 persen dari total utang.
Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI diterbitkan BPPN berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada dasarnya, Inpres tersebut pada intinya memberikan jaminan kepastian pada obligor yang kooperatif dan sanksi bagi yang tidak kooperatif.
Namun bukannya menagih utang para obligor, Inpres tersebut malah digunakan untuk menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk lima obligor
sumber
waduh gimana ngusutnya
BLBI Bisa Rugikan Negara Rp 5.000 Triliun
Untuk sekedar menginngat, Sekretaris Jenderal Fitra Yenny Sucipto menjelaskan ada keanehan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 mengenai Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dikeluarkan Megawati Soekarnoputri.
Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto mengatakan, para obligor BLBI telah lepas dari segala masalah yang membelitnya saat Inpres dikeluarkan. Menurut Yenny para obligor ini pun harus ikut bertanggungjawab dalam kasus tersebut.
"Menurut saya ini sebuah ironi karena Megawati mengeluarkan bagi para obligator yang mencuri obligasi tapi tiba-tiba mereka dilepas begitu saja," kata Yenny saat jumpa pers di Jakarta, Minggu (1/3/2015).
Yenny menjelaskan banyak sekali kejanggalan yang terjadi saat Inpres tersebut dikeluarkan, salah satunya pemerintah seolah berpihak pada para obligator 'kelas kakap' yang merugikan negara. Selain itu, lanjutnya, pelunasan yang diberikan Presiden Megawati saat itu sangat merugikan karena para obligator masih harus membayar hutang ke negara sebesar Rp 89,9 triliun.
Sebagai catatan, lima obligor yang disebutkan Yenny dan telah menerima Surat Keterangan Lunas adalah PT Bank Central Asia (BCA), dengan Salim Group sebagai obligor; PT Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dengan Sjamsul Nursalim sebagai obligor; PT Bank Umum Nasional (BUN) dengan M Hasan sebagai obligor; Bank Surya dengan Sudwikatmo sebagai obligor; dan Bank RSI dengan Ibrahim Risjad sebagai obligor.
"Penerbitan Inpres oleh Megawati memiliki keterkaitan dengan dominasi partai politik dan elite korporasi. Itu menjadi salah satu alasan kami meminta Jokowi meninjau kembali Inpres tersebut," tegas Yenny.
Selain itu Yenny pun meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengaudit dana serta nilai aset dari BLBI.
Meskipun merupakan kader PDIP, Yenny berharap Jokowi mempunyai keberanian besar dalam melakukan peninjauan kembali terhadap Inpres tersebut. Menurutnya, jika Jokowi berani mengunkap kasus ini hingga tuntas pastinya rakyat pasti mendukung.
"Perlu keberanian besar Jokowi dan saya yakin Jokowi cukup konsisten," cetusnya.
BLBI merupakan skema bantuan dari Bank Indonesia yang diberikan kepada 48 bank bermasalah saat krisis moneter 1997-1998. Total nilainya mencapai Rp 140 triliun.
Aset bank bermasalah tersebut kemudian diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Hal itu dilakukan lantaran para pemilik bank gagal bayar. Namun dalam perjalanannya, penjualan aset pemilik bank yang kala itu dimaknai sebagai solusi, hanya menutupi 26 persen dari total utang.
Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI diterbitkan BPPN berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada dasarnya, Inpres tersebut pada intinya memberikan jaminan kepastian pada obligor yang kooperatif dan sanksi bagi yang tidak kooperatif.
Namun bukannya menagih utang para obligor, Inpres tersebut malah digunakan untuk menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk lima obligor
sumber
waduh gimana ngusutnya
BLBI Bisa Rugikan Negara Rp 5.000 Triliun
0
2.5K
29


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan