Kaskus

Entertainment

prOOfITAvatar border
TS
prOOfIT
Kaskus Kawal Aturan Pajak e-Commerce
Kaskus Tak Akan Kena Pajak e-Commerce?
VIVA.co.id - Pemerintah Indonesia saat ini sedang menggodok penerapan kebijakan pajak bagi para pelaku e-Commerce, atau bisnis online. Bila aturan tersebut diberlakukan, kemungkinan Kaskus tidak akan terkena pajak tersebut.

Dijelaskan, Founder dan Chief Community Officer Kaskus, Andrew Darwis, mengaku bingung dengan wacana pajak e-Commerce. Sebab, layanan yang dibuatnya bukan dikategorikan e-Commerce, meski terdapat Forum Jual Beli (FJB).

"Kita itu hybrid, beda dengan yang lain. Dibilang e-Commerce bukan, dibilang portal berita juga bukan. Jadi, harus ada peraturan khusus (terhadap) Kaskus," ujar Andrew kepada VIVA.co.id, Kamis, 26 Februari 2015.

Andrew menjelaskan, Kaskus itu hanya user generated content, bukan spesifik sebagai pelaku e-Commerce, meski dalam kontennya tersebut terdapat transaksi jual beli barang.

"Kita nggak pegang barang seperti Lazada, atau Blibli yang memegang barang itu langsung baru dibeli. Kalau Kaskus itu, hanya interaksi user sama user saja. Kita termasuk kategori C2C (consumer to consumer)," ujarnya.

Diakuinya, Kaskus telah melakukan pembicaraan dengan Menteri Keuangan dan Menteri Komunikasi dan Informatika terkait pajak e-Commerce. Diharapkannya, kebijakan tersebut tidak merugikan industri yang baru tumbuh di Indonesia.

"Untungnya, pemerintah saat ini lebih terbuka dengan para pelaku bisnis, apa kesusahan mereka dan apa yang perlu dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pelaku e-Commerce," kata Andrew.

Pada kesempatan tersebut, Kaskus memperkenalkan logo dan fitur baru, setelah menggunakanya selama 15 tahun sejak didirikan pada tahun 1999.

Saat ini, pengguna Kaskus sudah mencapai lebih dari delapan juta member, di mana sekitar 30 ribu komunitas aktif bergelut dalam Forum dan Forum Jual Beli (FJB).

Dengan penambahan logo dan fitur yang lebih menawan, disampaikan Andrew, dapat menarik 28 juta pengunjung unique visitors bulanan yang belum menjadi member. Selama sebulan, setidaknya ada 700 juta halaman yang dikunjungi.

"Dilihat dari penetrasi internet di Indonesia yang mencapai 70 juta orang, saat ini, Kaskus masih terbilang kecil. Kita ingin meningkatkannya," tambah dia. (asp)
Kaskus Kawal Aturan Pajak e-Commerce


Kaskus: Kami Kawal Aturan Pajak e-Commerce
VIVA.co.id - Pemerintah Indonesia sedang menggodok aturan pajak bagi para pelaku e-commerce. Sebab, hingga saat ini, sektor tersebut belum dikenakan pajak yang nantinya menjadi pendapatan negara.

Menanggapi wacana pajak belanja online tersebut, pendiri Kaskus mengatakan, akan mengikuti aturan tersebut. Namun, sebelum diterapkan, perlu dikawal agar tidak merugikan industri e-commerce yang baru tumbuh di Indonesia.

"Untungnya, pemerintah saat ini lebih terbuka dengan para pelaku bisnis. Apa kesusahan mereka dan apa yang perlu dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pelaku e-commerce," ujar Andrew Darwis, Founder dan Chief Community Officer Kaskus, Kamis, 26 Februari 2015.

Andrew telah berdiskusi terkait pajak e-commerce dengan menteri keuangan serta menteri komunikasi dan informatika.

"Kalau kami sih sebagai pelaku industri, paling takut kalau kebijakan itu merugikan dan mematikan industrinya. Semoga pengawalan draf ini, tidak merugikan," ungkapnya.

Seperti diketahui, selain untuk wadah mencari informasi, Kaskus sering menjadi pelarian para netizen saat mencari barang yang diinginkan.

Ronny Sugiadha, Chief Marketing Officer Kaskus mengakui, platformnya menjadi pilihan untuk transaksi jual beli. Dengan pengenalan logo dan fitur baru, diharapkan pengguna dapat semakin dimanjakan oleh Kaskus, terutama di Forum Jual Beli (FJB).

"Kaskus berharap dapat memenuhi kebutuhan informasi Kaskuser dan menjadi platform bagi mereka yang ingin mulai menjadi enterpreneur melalui forum jual beli online," ucapnya.

Dengan penambahan logo dan fitur yang lebih menawan, disampaikan Andrew, dapat menarik 28 juta pengunjung unique visitors bulanan yang belum menjadi member. Selama sebulan, setidaknya ada 700 juta halaman yang dikunjungi.

"Dilihat dari penetrasi internet di Indonesia yang mencapai 70 juta orang, saat ini Kaskus masih terbilang kecil. Kami ingin meningkatkannya," kata dia. (art)


Founder Kaskus : e-Commerce Belum Saatnya Dikenakan Pajak
Jakartakita.com – Founder Kaskus, Andrew Darwis menilai bahwa e-commerce di Indonesia belum saatnya dikenakan pajak. Pasalnya, hingga saat ini perkara e-commerce di Indonesia masih belum sepenuhnya siap dari sisi infrastrukturnya, termasuk didalamnya peraturan yang mewadahi.

“Dari komponen alat pembayarannya saja masih menggunakan banyak kartu dari beragam bank. Belum lagi dari sisi peraturan hukumnya. Terus, soal keamanannya gimana?” jelas Andrew, disela-sela peluncuran logo baru Kaskus di Jakarta, Kamis (26/2).

Lebih lanjut, Andrew mengaku bahwa saat ini, dirinya bersama beberapa pelaku terkait di industri e-commerce sedang merumuskan draf tentang peraturan yang bakal mengatur perihal e-commerce di Indonesia.

“Sekarang ini kita cukup sering bertemu Menkominfo dan Mendag serta Menkeraf untuk merumuskan draf soal peraturan e-commerce,” jelas Andrew.

Sebelumnya, Bambang Heru, Dirjen Aptika Kementerian Kominfo mengatakan, pengenaan pajak terhadap industri e-commerce di Indonesia tak bisa langsung disamaratakan untuk semua. “Itu harus hati-hati. Tidak bisa yang baru startup (langsung) dikenai pajak seperti pemain gede. Kita harus support startup. Tapi yang sudah punya penghasilan gede ya dikenai pajak,” kata Bambang Heru, belum lama ini.

Apakah itu artinya, startup di awal-awal tidak dikenai pajak dulu? “Ya pokoknya kita lihat dulu, mekanismenya harus jelas. Kemudian masalah birokrasi perizinan, itu juga harus dibenahi, banyak,” ungkap Bambang Heru.

Menurut direktorat pajak, ada empat tipe e-commerce yang kena pajak, yakni marketplace, classified ads, daily cupon, dan peritel online. Bagaimana menurut Kominfo? “Nah, itu nanti ya kita ukur dulu, harus kami cek lagi,” tandas Dirjen.

Sementara itu, di Kaskus sendiri, saat ini terus berinovasi, antara lain dengan memperbarui fitur di Forum Jual Beli (FJB) yang dimaksudkan untuk lebih mempermudah para member-nya melakukan transaksi e-commerce.
Kaskus Kawal Aturan Pajak e-Commerce

Punya Omset Rp4.8 Miliar, Pelaku E-commerce Kudu Bayar Pajak
Dengan dalih untuk menggenjot pendapatan negara, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bakal memberlakukan pajak bagi toko online. Setiap transaksi online nantinya akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) 10 persen dari nilai jual. Ini merupakan langkah perpanjangan dari sebelumnya membidik sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) dengan nilai 1%.

“Pajak untuk e-commerce menyasar bagi yang meraih omset minimal Rp4.8 miliar per tahun atau Rp400 juta per bulan,” ujar Dr. Nufransa Wirasakti, Kepala Subdit Manajemen Transformasi Direktorat Jenderal Pajak, kepada Selular.ID di acara Social Media Week, di Jakarta Selatan (24/2/2015). Bila omset yang diterima kurang dari nilai patokan, maka pelaku e-commerce tidak wajib dikenakan PPn.

Secara prinsip, pemberlakuan pajak terhadap transaksi online tak ada perbedaan dengan skema pajak lainnya. “Masih mengacu pada peraturan Undang-undang Perpajakan yang berlaku,” tambah Frans -sapaan akrabnya-. Di masa baru merekahnya bisnis e-commerce di Tanah Air, mungkinkah kebijakan ini bisa berhasil sehingga tidak menenggelamkan pertumbuhan e-commerce di Indonesia.

“Pemerintah saat ini sedang mendekati UKM setelah hanya fokus di pengusaha besar. Kita juga ajari mereka cara menghitung laba dan omset,” jelas Frans. Karena kesadaran masyarakat terhadap pajak masih sangat rendah, Frans mengingat agar pelaku e-commerce tidak ‘nakal’ dan segera mendaftarkan NPWP.

“Yang tidak mendaftarkan diri bisa kena denda lho. Hukuman paling keras sampai masuk penjara dan bisa keluar kalau tunggakan pajak dilunasi,” tutupnya.

Pajak untuk bisnis kos-kosan dan bisnis online
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito dengan didampingi jajaran eselon II Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan berbagai terobosan pengamanan pajak tahun 2015 kepada Komisi XI DPR dalam acara dengar pendapat di DPR, Jakarta, Kamis, 12 Februari 2015.

Terobosan-terobosan itu antara lain, perbaikan regulasi baik dalam rangka memperluas basis pajak maupun untuk mendukung penegakan hukum. Kemudian terobosan di bidang penagihan aktif khususnya melalui blokir rekening, penyitaan aset, pencegahan ke laur negeri dan penyanderaan (gijzeling).

Selain itu, akan dilakukan ekstensifikasi melalui kegiatan Operasi Pasar oleh Kanwil DJP serentak di seluruh Indonesia sesuai dengan potensi masing-maing wilayah.

Terobosan juga dilakukan di bidang administrasi dan pengawasan berbasis IT yang meliputi implementasi taxi nvoice secara menyeluruh, perbaikan basis data perpajakan, digitalisasi SPT dan implementasi e-SPT e-Filing, implementasi cash register dan Electronic Data Capturing (EDC) yang online dengan administrasi perpajakan, pengawasan wajib pajak berbasis risiko dan berbasis IT yakni aplikasi profile berbasis web (Approweb), compliance risk management (CRM) dan aplikasi agregat.

Terobosan-terobosan itu akan didukung dengan penguatan fungsi Center for Tax Analysis (CTA). Di samping itu, akan dilakukan implementasi tax clearance atas kegiatan pelayanan public, misalnya SIUP, IMB dan kegiatan ekonomi lainnya, misalnya pengajuan pinjam/kredit dan pengajuan tender (online system)

Selain itu, rencana pemungutan pajak bagi pemilik kos-kosan atau juragan serta pelaku usaha bisnis online (e-commerce) pada tahun ini. Langkah tersebut merupakan bagian dari ekstensifikasi penerimaan pajak sebesar Rp 1.439 triliun sepanjang 2015.
Kepala BKF, Andin Hadiyanto mengungkapkan, kedua bisnis ini, yaitu kos-kosan dan bisni sonline berkembang sangat pesat. Geliatnya sudah terlihat seiring pertumbuhan ekonomi.

"Kami melihat potensi pajaknya sangat besar di bisnis kos-kosan dan bisnis online. Selama ini layak, tapi belum bayar pajak. Dulu bisnis ini biasa saja, tapi sekarang jadi besar dan menumbuhkan potensi penerimaan pajak," terang dia saat berbincang di Gedung Banggar DPR, Jakarta, Senin (2/2/2015).

Menurut Andin, pungutan pajak yang akan dikenakan untuk para juragan kontrakanmaupun pemilik bisnis online adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun dia belum merinci secara detail teknis atau kriteria kedua bisnis tersebut yang akan menjadi sasaran pajak, termasuk potensi penerimaan pajak dari upaya ekstensifikasi itu.

"Kalau untuk kos-kosan kena pajak jasa sewanya. Kan sudah jadi bisnis, jadi kenanya PPN. Sama dengan bisnis online, karena ada transaksi, ditarik pajak PPN. Untuk kriterianya, kita masih kaji dan dalami. Saya belum mau bicara termasuk potensi penerimaan pajaknya berapa," paparnya.

Dia mengaku, penarikan pajak untuk bisnis kos-kosan dan bisnis online akan mulai diterapkan pada tahun ini. Pasalnya, Ditjen Pajak Kemenkeu harus mengejar target penerimaan dari pajak non migas sebesar Rp 1.439,7 triliun dari patokan penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.490 triliun.

"Mudah-mudah tahun ini, karena ini bagian dari target penerimaan pajak 2015. Intinya mau fokus pada Tax compliance dan low inforcement," pungkas Andin.
0
2.3K
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan