- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Heboh Eksekusi Mati di Tengah Tekanan Dunia Internasional


TS
ryvals12
Heboh Eksekusi Mati di Tengah Tekanan Dunia Internasional
Quote:

Senin, 23/02/2015 09:00 WIB
Jakarta - Di awal masa jabatannya, Jaksa Agung HM Prasetyo menabuh genderang perang melawan kejahatan narkotika. Meski sempat menunda eksekusi di akhir tahun 2014, eks Jaksa Agung Tindak Pidana Umum (Jampidum) itu akhirnya menepati janjinya dengan mengeksekusi 6 terpidana mati kasus narkotika.
Keenam terpidana mati yang dieksekusi itu menghadapi regu tembak di 2 lokasi berbeda dalam waktu yang hampir bersamaan pada tanggal 18 Januari lalu. Di Nusakambangan, 5 terpidana yang dieksekusi yaitu Marco Archer Cardoso Moreira (WN Brazil), Namaona Denis (WN Malawi), Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (WN Nigeria), Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (WN Belanda) dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI). Kemudian 1 terpidana yang dieksekusi di Boyolali yaitu Tran Thi Bich Hanh alias Asien (WN Vietnam).
Usai pelaksanaan eksekusi mati tersebut, pemerintah Belanda dan Brazil sempat menarik duta besarnya dan meminta penjelasan. Namun riak kecil tersebut tak sampai mengganggu hubungan antar negara tersebut. Jaksa Agung HM Prasetyo pun menyatakan pelaksanaan eksekusi mati jalan terus.
Setelah 6 terpidana mati telah dieksekusi, masih ada sejumlah nama lain yang juga menunggu berhadapan dengan regu tembak. Dari beberapa nama tersebut, ada 2 nama yang menarik perhatian publik internasional yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Keduanya merupakan WN Australia yang tergabung dalam kelompok Bali Nine dan tertangkap karena menyelundupkan heroin.
Meski Prasetyo belum menyebutkan secara resmi siapa saja nama-nama terpidana mati yang akan dieksekusi, Pemerintah Australia melalui Menteri Luar Negeri Julie Bishop dan Perdana Menteri Tony Abbott mengintervensi pelaksanaan eksekusi tersebut. Tentunya hal ini merupakan salah satu bentuk intervensi dalam hukum Indonesia. Padahal baik Andrew maupun Sukumaran telah menerima penolakan grasi dari Jokowi serta seluruh hak-hak hukumnya telah dipenuhi.
Kemudian setelah gelombang penolakan dari Australia berkembang, Sekjen PBB Ban Ki-moon juga ikut berkomentar. Ki-moon meminta pemerintah Australia membatalkan pelaksanaan eksekusi mati para terpidana kasus narkotika tersebut. Semakin kuatnya tekanan, kemudian membuat Kejagung menunda pemindahan para terpidana mati yang tersebar di beberapa daerah itu ke Nusakambangan.
"Seharusnya minggu ini selesai tetapi ada penundaan pemindahan ke Nusakambangan," ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony T Spontana, Selasa (17/2) lalu.
Meski begitu, Jaksa Agung HM Prasetyo berjanji bahwa pelaksanaan eksekusi mati tetap berjalan. Mengenai penundaan pemindahan tersebut tidak menjadi masalah krusial yang dapat menunda pelaksanaan eksekusi mati.
Tak berhenti sampai di situ, PM Tony Abbott kembali mengeluarkan pernyataan panas di tengah isu pelaksanaan eksekusi mati dengan mengungkit perihal bantuan Tsunami Aceh dari Australia. Kontan saja, pernyataan Abbott itu memantik gelombang kemarahan publik Indonesia. Warga Aceh pun merespon dengan cara 'Koin untuk Australia'. Gerakan ini juga merambah ke dunia maya dengan hashtag #KoinUntukAustralia dan me-mention akun pribadi PM Tony Abbott.
Meski begitu, hingga kini Kejagung belum memastikan kapan pelaksanaan eksekusi mati gelombang kedua ini akan dilangsungkan. Beberapa waktu lalu, Prasetyo telah mengumpulkan para Kajati yang di daerah hukumnya terdapat terpidana mati. Para Kajati itu mengaku telah siap dengan pelaksanaan eksekusi mati dan menunggu perintah selanjutnya dari Prasetyo.
sumur
Keenam terpidana mati yang dieksekusi itu menghadapi regu tembak di 2 lokasi berbeda dalam waktu yang hampir bersamaan pada tanggal 18 Januari lalu. Di Nusakambangan, 5 terpidana yang dieksekusi yaitu Marco Archer Cardoso Moreira (WN Brazil), Namaona Denis (WN Malawi), Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (WN Nigeria), Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (WN Belanda) dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI). Kemudian 1 terpidana yang dieksekusi di Boyolali yaitu Tran Thi Bich Hanh alias Asien (WN Vietnam).
Usai pelaksanaan eksekusi mati tersebut, pemerintah Belanda dan Brazil sempat menarik duta besarnya dan meminta penjelasan. Namun riak kecil tersebut tak sampai mengganggu hubungan antar negara tersebut. Jaksa Agung HM Prasetyo pun menyatakan pelaksanaan eksekusi mati jalan terus.
Setelah 6 terpidana mati telah dieksekusi, masih ada sejumlah nama lain yang juga menunggu berhadapan dengan regu tembak. Dari beberapa nama tersebut, ada 2 nama yang menarik perhatian publik internasional yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Keduanya merupakan WN Australia yang tergabung dalam kelompok Bali Nine dan tertangkap karena menyelundupkan heroin.
Meski Prasetyo belum menyebutkan secara resmi siapa saja nama-nama terpidana mati yang akan dieksekusi, Pemerintah Australia melalui Menteri Luar Negeri Julie Bishop dan Perdana Menteri Tony Abbott mengintervensi pelaksanaan eksekusi tersebut. Tentunya hal ini merupakan salah satu bentuk intervensi dalam hukum Indonesia. Padahal baik Andrew maupun Sukumaran telah menerima penolakan grasi dari Jokowi serta seluruh hak-hak hukumnya telah dipenuhi.
Kemudian setelah gelombang penolakan dari Australia berkembang, Sekjen PBB Ban Ki-moon juga ikut berkomentar. Ki-moon meminta pemerintah Australia membatalkan pelaksanaan eksekusi mati para terpidana kasus narkotika tersebut. Semakin kuatnya tekanan, kemudian membuat Kejagung menunda pemindahan para terpidana mati yang tersebar di beberapa daerah itu ke Nusakambangan.
"Seharusnya minggu ini selesai tetapi ada penundaan pemindahan ke Nusakambangan," ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony T Spontana, Selasa (17/2) lalu.
Meski begitu, Jaksa Agung HM Prasetyo berjanji bahwa pelaksanaan eksekusi mati tetap berjalan. Mengenai penundaan pemindahan tersebut tidak menjadi masalah krusial yang dapat menunda pelaksanaan eksekusi mati.
Tak berhenti sampai di situ, PM Tony Abbott kembali mengeluarkan pernyataan panas di tengah isu pelaksanaan eksekusi mati dengan mengungkit perihal bantuan Tsunami Aceh dari Australia. Kontan saja, pernyataan Abbott itu memantik gelombang kemarahan publik Indonesia. Warga Aceh pun merespon dengan cara 'Koin untuk Australia'. Gerakan ini juga merambah ke dunia maya dengan hashtag #KoinUntukAustralia dan me-mention akun pribadi PM Tony Abbott.
Meski begitu, hingga kini Kejagung belum memastikan kapan pelaksanaan eksekusi mati gelombang kedua ini akan dilangsungkan. Beberapa waktu lalu, Prasetyo telah mengumpulkan para Kajati yang di daerah hukumnya terdapat terpidana mati. Para Kajati itu mengaku telah siap dengan pelaksanaan eksekusi mati dan menunggu perintah selanjutnya dari Prasetyo.
sumur
Mantap, Saat nya kita tunjukan pada dunia bahwa Indonesia adalah benar-benar negara hukum
0
1.7K
Kutip
13
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan