- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
INGAT IMLEK ,,,,,,INGAT JASA GUSDUR,,,,,INGAT,, INGAT,,,


TS
rayapcomunity
INGAT IMLEK ,,,,,,INGAT JASA GUSDUR,,,,,INGAT,, INGAT,,,
Quote:
Quote:

thread ini bukan sara bukan sinis pada orang china,,hanya sekedar napak tilas bagaimana mereka bisa merayakan imlek dan semuanya adalah GUSDUR
Quote:
,,,,,,,,,,,DALAM suasana hingar-bingar perayaan Imlek, sosok almarhum KH Abdurrahman Wahid atau yang populer dipanggil Gus Dur menjadi bahan pembicaraan warga Tionghoa dan bahkan beberapa media.
Sudah menjadi hal yang wajar ketika namanya di sebut-sebut dalam perayaan Imlek, bahkan meriahnya perayaan Imlek di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran Gus Dur.
Masih segar dalam ingatan kita, lewat Keppres RI No. 6/2000, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, mencabut inpres yang memarginalkan etnis Tionghoa di segala bidang dan hanya menjadikan etnis Tionghoa sebagai pelaku ekonomi.
Lewat Keppres itulah Gus Dur memberikan kebebasan bagi etnis Tionghoa untuk merayakan Imlek di bumi khatulistiwa ini. Gus Dur telah menebarkan angin segar bagi etnis Tionghoa untuk mengekspresikan spirit religiusitasnya dengan penuh kebebasan dan kedamaian. Maka tak heran bila Gus Dur dianugerahi gelar Bapak Tionghoa.
Spoiler for Sukarno, Gus Dur, dan Imlek:
Era reformasi membawa angin segar untuk warga Tionghoa di Indonesia. Sebab, setelah runtuhnya Orde Baru, masyarakat Tionghoa bisa menggelar tradisi mereka di depan umum, termasuk merayakan Imlek atau tahun baru China yang jatuh pada Jumat (31/1/2014) ini.

Pada tahun 1946, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah tentang hari-hari raya umat beragama Nomor 2/OEM-1946. Pada Pasal 4 peraturan itu menyebut tahun baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu (tanggal 18 bulan 2 Imlek), Ceng Beng (membersihkan makam leluhur), dan hari lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek), sebagai hari libur.
Namun, kondisi berbalik setelah Orde Baru. Warga Tionghoa tak bisa mementaskan seluruh kebudayaannya di muka umum. Larangan ini tak lepas dari sengkarut politik di Tanah Air, setelah peristiwa G30S. Orde Baru khawatir keturunan Tionghoa akan menyebarkan paham komunis di Indonesia. Memang, pada masa Sukarno, Indonesia berkawan karib dengan China, sementara pada masa Orde Baru hubungan itu diputus.
Pada tahun 1966, Ketua Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa Kristoforus Sindhunata alias Ong Tjong Hay memilih istilah China daripada Tionghoa. Sindhunata juga mengusulkan pelarangan total terhadap perayaan kebudayaan Tionghoa.
Namun, Soeharto kala itu menilai usulan Sindhunata itu berlebihan. Soeharto tetap mengizinkan perayaan kebudayaan Tionghoa, namun secara tertutup. Aturan itu kemudian diresmikan dengan Inpres Nomor 14 Tahun 1967.
Hampir 33 tahun warga Tionghoa tak bisa merayakan kebudayaannya di depan umum. Angin segar kemudian datang setelah reformasi. Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang pementasan kebudayaan Tionghoa. Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2000, Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.
Sejak itulah kebudayaan Tionghoa kembali menggeliat. Pada 19 Januari 2001, Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Nomor 13 Tahun 2001 tentang Penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif. Pada Februari 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri mengumumkan mulai 2003, Imlek menjadi Hari Libur Nasional. (Dari berbagai sumber/Eks/Ein)

Pada tahun 1946, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah tentang hari-hari raya umat beragama Nomor 2/OEM-1946. Pada Pasal 4 peraturan itu menyebut tahun baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu (tanggal 18 bulan 2 Imlek), Ceng Beng (membersihkan makam leluhur), dan hari lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek), sebagai hari libur.
Namun, kondisi berbalik setelah Orde Baru. Warga Tionghoa tak bisa mementaskan seluruh kebudayaannya di muka umum. Larangan ini tak lepas dari sengkarut politik di Tanah Air, setelah peristiwa G30S. Orde Baru khawatir keturunan Tionghoa akan menyebarkan paham komunis di Indonesia. Memang, pada masa Sukarno, Indonesia berkawan karib dengan China, sementara pada masa Orde Baru hubungan itu diputus.
Pada tahun 1966, Ketua Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa Kristoforus Sindhunata alias Ong Tjong Hay memilih istilah China daripada Tionghoa. Sindhunata juga mengusulkan pelarangan total terhadap perayaan kebudayaan Tionghoa.
Namun, Soeharto kala itu menilai usulan Sindhunata itu berlebihan. Soeharto tetap mengizinkan perayaan kebudayaan Tionghoa, namun secara tertutup. Aturan itu kemudian diresmikan dengan Inpres Nomor 14 Tahun 1967.
Hampir 33 tahun warga Tionghoa tak bisa merayakan kebudayaannya di depan umum. Angin segar kemudian datang setelah reformasi. Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang pementasan kebudayaan Tionghoa. Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2000, Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.
Sejak itulah kebudayaan Tionghoa kembali menggeliat. Pada 19 Januari 2001, Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Nomor 13 Tahun 2001 tentang Penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif. Pada Februari 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri mengumumkan mulai 2003, Imlek menjadi Hari Libur Nasional. (Dari berbagai sumber/Eks/Ein)
Spoiler for Gus Dur dan Kiriman Makanan Imlek:
TEMPO.CO, Jakarta -- Inayah Wahid, Putri Bungsu mantan Presiden Indonesia Keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengatakan ketika ayahnya masih hidup, setiap perayaan tahun baru Cina tiba, mendapat banyak kiriman hantaran makanan. Tak hanya itu, setiap tahun keluarganya juga mendapat undangan untuk menghadiri acara perayaan imlek di mana-mana.
"Setiap tahun selalu ada undangan untuk perayaan imlek di mana-mana selalu berdatangan, hantaran makanan juga tidak berhenti dikirimkan oleh berbagai kelompok keturunan Tionghoa sebagai rasa terima kasih mereka pada Gus Dur dan ini menurut saya berkah yang luar biasa bagi keluarga kami," kata Inayah melalui pesan elektronik, Sabtu malam, 1 Februari 2014.
Saat masih hidup, kata Inayah, Gus Dur sekeluarga juga kerap mendatangi perayaan imlek dan selalu menarik. "Meski kami sebenarnya tidak merayakan Imlek dan tentunya tidak mengikuti ritualnya," ujar dia.
Menurut Inayah, Gus Dur memaknai sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yg paham jati dirinya. Dengan mengembalikan jati diri masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa, kata dia, Gus Dur malah memperkuat jati diri bangsa Indonesia. "Karena mereka juga bagian dari Indonesia, berkontribusi besar terhadap Indonesia," ujar dia.
Selain itu, menurut Inayah, Gus Dur menganggap manusia yang merdeka harus memerdekakan orang lain. "Memastikan mereka mendapatkan haknya dan memperlakukan semua orang dengan kesetaraan," kata Inayah.
Saat menjabat sebagai Presiden pada tahun 2000, mendiang Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama dan Adat Istiadat Cina yang perayaannya dilarang digelar secara mencolok. Setahun kemudian, Gus Dur mengeluarkan Keppres Nomor 19 tahun 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif. Gus Dur pun mendapat julukan sebagai Bapak Pluralisme
"Setiap tahun selalu ada undangan untuk perayaan imlek di mana-mana selalu berdatangan, hantaran makanan juga tidak berhenti dikirimkan oleh berbagai kelompok keturunan Tionghoa sebagai rasa terima kasih mereka pada Gus Dur dan ini menurut saya berkah yang luar biasa bagi keluarga kami," kata Inayah melalui pesan elektronik, Sabtu malam, 1 Februari 2014.
Saat masih hidup, kata Inayah, Gus Dur sekeluarga juga kerap mendatangi perayaan imlek dan selalu menarik. "Meski kami sebenarnya tidak merayakan Imlek dan tentunya tidak mengikuti ritualnya," ujar dia.
Menurut Inayah, Gus Dur memaknai sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yg paham jati dirinya. Dengan mengembalikan jati diri masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa, kata dia, Gus Dur malah memperkuat jati diri bangsa Indonesia. "Karena mereka juga bagian dari Indonesia, berkontribusi besar terhadap Indonesia," ujar dia.
Selain itu, menurut Inayah, Gus Dur menganggap manusia yang merdeka harus memerdekakan orang lain. "Memastikan mereka mendapatkan haknya dan memperlakukan semua orang dengan kesetaraan," kata Inayah.
Saat menjabat sebagai Presiden pada tahun 2000, mendiang Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama dan Adat Istiadat Cina yang perayaannya dilarang digelar secara mencolok. Setahun kemudian, Gus Dur mengeluarkan Keppres Nomor 19 tahun 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif. Gus Dur pun mendapat julukan sebagai Bapak Pluralisme
Spoiler for Orang China Yang Menangis di Makam Gus Dur di Hari Imlek:
Orang China Yang Menangis di Makam Gus Dur di Hari Imlek
Imlek kemarin Ibu mengajak aku ke Makam Gus Dur. Agak kuatir juga, karena Ibu jarang bepergian jauh. Tiba-tiba harus ke Jombang. Sopir yang menyetir sudah aku beri tahu, kalau mau ke komplek makam Gus Dur dan keluarga Ponpes Tebuireng , Peziarah yang datang dari arah Surabaya saat memasuki Kota Jombang langsung menuju arah Malang-Kediri yang melintasi PG Cukir.
Parahnya sopir juga baru pertama kali ini ke daerah Jawa Timur. Jadi sempat kesasar. Tapi, inilah saktinya nama Gus Dur. Semua yang ditemui antusias saat ditanyai di mana letak makam Gus Dur. Ah, aku lega. Akhirnya sampai juga. Makam tersebut berjarak sekitar 8 km dari pusat Kota Jombang. Ada di Kompleks Pondok Pesantren Tebu Ireng.
Wajah Ibu yang pucat langsung berubah ceria begitu menginjakan kaki di halaman Ponpes. Aku tahu kenapa di hari libur Imlek ke Makam Gus Dur, bukan malah merayakannya seperti orang orang china yang lain, Gus Dur memang sangat berarti buat Ibu dan kami orang China keturunan. Aku masih inget betul, saat kecil ada pertemuan orang China di Klenteng dan menyambut kedatangan Gus Dur. Aku membacakan puisi dan Gus Dur mencium pipiku. Memuji kalau cara membaca puisiku bagus.
Komplek makam Gus Dur ternyata ramai bangeti. Gimana nggak ramai karena makam Gus Dur tepat berada di tengah-tengah ponpes dan banyak terlihat aktivitas santri yang mengaji dan belajar ilmu agama. Kupikir orang orang di sekitar makam yang sama seperti niatku mengunjungi makam, akan memandang asing dan heran aku dan Ibu yang China, tapi nyatanya tidak. Malah setelah acara doa ritual di makam, ada yang bilang kepadaku sudah biasa orang China datang ke Makam Gus Dur. Juga orang bule, orang lain agama. Itu karena Gus Dur pembela kaum minoritas.
Sore aku dan Ibu pulang. Aku lihat Ibu sempat menangis tadi di makam Gus Dur. Ibu bilang saat makan di sebuah rumah makan di Malang, Gus Dur adalah orang yang pertama mencabut Intruksi Presiden (Inpres) No 14/1967. Inpres yang dikeluarkan oleh ORBA ketika awal berkuasa pada tahun 1967dan melarang kaum Tionghoa merayakan pesta agama dan adat istiadat di depan umum dan hanya boleh dilakukan di lingkungan keluarga.
“Karena Gus Dur, saat ini kita bisa merayakan Imlek…” begitu kata Ibu….
Imlek kemarin Ibu mengajak aku ke Makam Gus Dur. Agak kuatir juga, karena Ibu jarang bepergian jauh. Tiba-tiba harus ke Jombang. Sopir yang menyetir sudah aku beri tahu, kalau mau ke komplek makam Gus Dur dan keluarga Ponpes Tebuireng , Peziarah yang datang dari arah Surabaya saat memasuki Kota Jombang langsung menuju arah Malang-Kediri yang melintasi PG Cukir.
Parahnya sopir juga baru pertama kali ini ke daerah Jawa Timur. Jadi sempat kesasar. Tapi, inilah saktinya nama Gus Dur. Semua yang ditemui antusias saat ditanyai di mana letak makam Gus Dur. Ah, aku lega. Akhirnya sampai juga. Makam tersebut berjarak sekitar 8 km dari pusat Kota Jombang. Ada di Kompleks Pondok Pesantren Tebu Ireng.
Wajah Ibu yang pucat langsung berubah ceria begitu menginjakan kaki di halaman Ponpes. Aku tahu kenapa di hari libur Imlek ke Makam Gus Dur, bukan malah merayakannya seperti orang orang china yang lain, Gus Dur memang sangat berarti buat Ibu dan kami orang China keturunan. Aku masih inget betul, saat kecil ada pertemuan orang China di Klenteng dan menyambut kedatangan Gus Dur. Aku membacakan puisi dan Gus Dur mencium pipiku. Memuji kalau cara membaca puisiku bagus.
Komplek makam Gus Dur ternyata ramai bangeti. Gimana nggak ramai karena makam Gus Dur tepat berada di tengah-tengah ponpes dan banyak terlihat aktivitas santri yang mengaji dan belajar ilmu agama. Kupikir orang orang di sekitar makam yang sama seperti niatku mengunjungi makam, akan memandang asing dan heran aku dan Ibu yang China, tapi nyatanya tidak. Malah setelah acara doa ritual di makam, ada yang bilang kepadaku sudah biasa orang China datang ke Makam Gus Dur. Juga orang bule, orang lain agama. Itu karena Gus Dur pembela kaum minoritas.
Sore aku dan Ibu pulang. Aku lihat Ibu sempat menangis tadi di makam Gus Dur. Ibu bilang saat makan di sebuah rumah makan di Malang, Gus Dur adalah orang yang pertama mencabut Intruksi Presiden (Inpres) No 14/1967. Inpres yang dikeluarkan oleh ORBA ketika awal berkuasa pada tahun 1967dan melarang kaum Tionghoa merayakan pesta agama dan adat istiadat di depan umum dan hanya boleh dilakukan di lingkungan keluarga.
“Karena Gus Dur, saat ini kita bisa merayakan Imlek…” begitu kata Ibu….
Spoiler for Kisah Gus Dur Dalam Perayaan Imlek di Indonesia:
Citizen6, Jakarta: Di Indonesia, setiap kali perayaan Imlek di samping identik dengan barongsai, kue keranjang dan angpau tentunya juga akan identik dengan sosok Gus Dur alias Abdurrahman Wahid.
Apa sebab sosok Gus Dur yang juga tokoh NU sekaligus Presiden RI ke IV ini begitu identik dengan perayaan Imlek di Indonesia?
Umumnya orang dan komunitas tionghoa mengenal keterkaitan sosok Gus Dur dalam perayaan Imlek hanya sebatas upayanya menghapus aturan Orde Baru dalam Inpres Nomor 14/1967 yang melarang warga China dan keturunan yang tinggal di Indonesia merayakan peringatan Imlek serta kegiatan agama dan adat istiadat Tionghoa secara terbuka.
Hingga pada saat menjabat Presiden RI ke IV, Gus Dur membuka keran kebebasan beragama bagi masyarakat Tionghoa dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).
Dimulai dari Peristiwa Pernikahan
Seyogyanya menarik untuk disimak, perjalanan Gus Dur dalam pembelaannya terhadap kaum Tionghoa tidak hanya sebatas peristiwa politik penerbitan Inpres Nomor 19/2001. Jauh sebelum itu, pada 1996 sebuah peristiwa penting luput dari pengamatan publik luas, namun tidak bagi Gus Dur. Saat itu pasangan Tionghoa yang menikah secara Konghucu ditolak oleh kantor catatan sipil yang merupakan instutusi legal negara dalam pengesahan pernikahan.
Peristiwa yang melanda pasangan Budi Wijaya dan Lanny Guito di Surabaya itu, sampai ketelinga Gus Dur, setelah sebelumnya kasus tersebut mencuat sampai ke Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) di Jakarta. Gus Dur yang saat itu sudah menjadi ketua PBNU secara lantang membela pasangan Budy-Lanny di pengadilan dengan menjadi saksi. Hingga akhirnya peristiwa lokal tersebut, mencuat dan menjadi isu 'perlawanan' nasional secara terbuka dimasa Orde Baru.
Seiring berjalannya waktu, Gus Dur terus menyuarakan keberpihakan dan pembelaanya kepada kaum minoritas, terutama para etnis keturunan China terkekang yang selama masa Orde Baru. Bahkan sewaktu-waktu Gus Dur secara terang-terangan membuka jati dirinya yang memiliki darah Tionghoa. Gus Dur alias Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak.
Gus Dur Keturunan Tionghoa
Dikutip dari laman Wikipedia yang disalin dari buku Zhiwang, Huang, berjudul "Gus Dur Dan Silsilah Tionghoa", Tan Kim Han sendiri berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari puteri Campa, seorang puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V.
Di samping alasan pembelaan yang banyak dilakukan Gus Dur terhadap kaum Tionghoa, mungkin alasan silsilah keturunan China itu pulalah yang melatar belakangi komunitas Tionghoa Indonesia menyematkan gelar Bapak Tionghoa Indonesia pada sosok Gus Dur.
Pengangkatan dilakukan 10 Maret 2004 dalam sebuah upacara di Klenteng Tay Kek Sie Semarang. Beragam gelar 'pluaralisme' disematkan pada tokoh peraih 10 Doktor Honoris causa ini, termasuk Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards 2010. Penghargaan ini diserahkan langsung kepada Sinta Nuriyah, istri Gus Dur.
Jadi sangat wajar, jika perayaan Imlek bagi warga Tionghoa di Indonesia akan senantiasa melekat pada sosok Gus Dur. Apalagi perayaan Imlek tahun 2014 kali ini, yang jatuh pada 31 Januari 2013 juga bertepatan dengan hari lahir ke-88 Nahdlatul Ulama (NU) 31 Januari 1926- 2014. (mar)
Apa sebab sosok Gus Dur yang juga tokoh NU sekaligus Presiden RI ke IV ini begitu identik dengan perayaan Imlek di Indonesia?
Umumnya orang dan komunitas tionghoa mengenal keterkaitan sosok Gus Dur dalam perayaan Imlek hanya sebatas upayanya menghapus aturan Orde Baru dalam Inpres Nomor 14/1967 yang melarang warga China dan keturunan yang tinggal di Indonesia merayakan peringatan Imlek serta kegiatan agama dan adat istiadat Tionghoa secara terbuka.
Hingga pada saat menjabat Presiden RI ke IV, Gus Dur membuka keran kebebasan beragama bagi masyarakat Tionghoa dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).
Dimulai dari Peristiwa Pernikahan
Seyogyanya menarik untuk disimak, perjalanan Gus Dur dalam pembelaannya terhadap kaum Tionghoa tidak hanya sebatas peristiwa politik penerbitan Inpres Nomor 19/2001. Jauh sebelum itu, pada 1996 sebuah peristiwa penting luput dari pengamatan publik luas, namun tidak bagi Gus Dur. Saat itu pasangan Tionghoa yang menikah secara Konghucu ditolak oleh kantor catatan sipil yang merupakan instutusi legal negara dalam pengesahan pernikahan.
Peristiwa yang melanda pasangan Budi Wijaya dan Lanny Guito di Surabaya itu, sampai ketelinga Gus Dur, setelah sebelumnya kasus tersebut mencuat sampai ke Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) di Jakarta. Gus Dur yang saat itu sudah menjadi ketua PBNU secara lantang membela pasangan Budy-Lanny di pengadilan dengan menjadi saksi. Hingga akhirnya peristiwa lokal tersebut, mencuat dan menjadi isu 'perlawanan' nasional secara terbuka dimasa Orde Baru.
Seiring berjalannya waktu, Gus Dur terus menyuarakan keberpihakan dan pembelaanya kepada kaum minoritas, terutama para etnis keturunan China terkekang yang selama masa Orde Baru. Bahkan sewaktu-waktu Gus Dur secara terang-terangan membuka jati dirinya yang memiliki darah Tionghoa. Gus Dur alias Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak.
Gus Dur Keturunan Tionghoa
Dikutip dari laman Wikipedia yang disalin dari buku Zhiwang, Huang, berjudul "Gus Dur Dan Silsilah Tionghoa", Tan Kim Han sendiri berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari puteri Campa, seorang puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V.
Di samping alasan pembelaan yang banyak dilakukan Gus Dur terhadap kaum Tionghoa, mungkin alasan silsilah keturunan China itu pulalah yang melatar belakangi komunitas Tionghoa Indonesia menyematkan gelar Bapak Tionghoa Indonesia pada sosok Gus Dur.
Pengangkatan dilakukan 10 Maret 2004 dalam sebuah upacara di Klenteng Tay Kek Sie Semarang. Beragam gelar 'pluaralisme' disematkan pada tokoh peraih 10 Doktor Honoris causa ini, termasuk Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards 2010. Penghargaan ini diserahkan langsung kepada Sinta Nuriyah, istri Gus Dur.
Jadi sangat wajar, jika perayaan Imlek bagi warga Tionghoa di Indonesia akan senantiasa melekat pada sosok Gus Dur. Apalagi perayaan Imlek tahun 2014 kali ini, yang jatuh pada 31 Januari 2013 juga bertepatan dengan hari lahir ke-88 Nahdlatul Ulama (NU) 31 Januari 1926- 2014. (mar)

Diubah oleh rayapcomunity 18-02-2015 14:25
0
8.6K
Kutip
66
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan