- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Pendukung Jokowi Mulai Tinggalkan Sang Idola


TS
bimaputraabadi
Pendukung Jokowi Mulai Tinggalkan Sang Idola

Niatan Gubernur DKI Jakarta Jokowi maju Capres 2014 kelihatannya mulai menghadapi tantangan yang cukup berat. Sebab, anjuran agar niatan maju Capres 2014 tidak lagi berasal dari orang-orang yang tidak menyukai ‘kesuksesan’ Jokowi memenangkan kursi DKI-1, juga bukan lagi dari internal PDIP yang fanatik mendukung Megawati untuk Capres 2014, melainkan juga datang dari Hasan Nasbi, salah seorang konsultan Jokowi untuk memenangkan Pilkada DKI 2012 lalu.
Saya sendiri hampir tidak percaya mendengar pernyataan Hasan Nasbi yang saat ini masih aktif bekerja di sebuah lembaga riset dan konsultan politik Cyrus Network itu. Hasan Nasbi menyarankan dengan sangat, Jokowi fokus pada pembenahan DKI Jakarta dan melakukan pembuktian diri terlebih dahulu sebelum kesusu mengejar peluang Capres 2014.
Pernyataan itu disampaikan Hasan Nasbi pada acara diskusi di Tea Addict pada hari Selasa, 4 Februari 2014 lalu. Saya sendiri hadir disana. Pembicara yang hadir antara lain : Hasan Nasbi, Wasekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Caleg Golkar Misbakhun dan Pengamat LIPI Ikrar Nusa Bhakti.
Saya sendiri bukan pemuja Jokowi, maupun tokoh-tokoh lainnya, juga bukan termasuk kelompok Anti Jokowi. Saya hanyalah orang yang ada di tengah-tengah dan gemar mengamati yang terjadi di dunia luar pagar rumah saya.
Saya mengamati pergerakan Jokowi sudah hampir 3 kali planit Bumi mengelilingi Matahari, setidaknya sejak masa kampanye Pilkada DKI.
Saya ingat betul, nama Jokowi awal-awal sekali muncul pada survey-survey yang dilansir, salah satunya oleh Cyrus Network. Dari pengamatan saya, Cyrus Network semula mengerahkan kampanyenya terhadap Jokowi melalui FGD-FGD (Focus Group Discussion) yang menyasar pada kelompok-kelompok cendikiawan di DKI.
Tagline yang diusung Cyrus Network yang digadang Hasan Nasbi ketika itu kalau tidak salah ‘Jakarta Butuh CEO’ yang mengusung konsep bahwa pembenahan DKI Jakarta membutuhkan kepemimpinan seorang CEO.
Dalam ulasannya, Hasan Nasbi dan Cyrus Network menilai kesuksesan Michael Bloomberg (pengusaha sekaligus pemilik layanan Bloomberg) memimpin kota New York sebagai Walikota, merupakan sebuah contoh bagaimana seorang CEO memimpin jabatan administratif perkotaan ternyata mampu menjalankan dan membenahi masalah-masalah perkotaan secara efektif dan efisien, layaknya seorang CEO menjalani bisnis.
Jokowi yang juga seorang pengusaha, termasuk dalam hasil teratas dalam survey-survey yang digelar Hasan Nasbi dan Cyrus Network terhadap FGD-FGD yang digelar pada para cendikiawan DKI.
Dari ‘kesuksesan’ Hasan Nasbi dan Cyrus Network mengangkat nama Jokowi sebagai sang CEO untuk DKI Jakarta itulah, kemudian nama Jokowi perlahan-lahan naik dan memiliki peluang bagus untuk memenangkan DKI Jakarta, berbekal kesuksesan Jokowi memimpin kota Solo.
Ditambah masuknya Prabowo yang akhirnya berhasil meyakinkan Megawati untuk memajukan Jokowi – Ahok di Pilkada DKI 2012, lalu menanglah pasangan itu mengalahkan Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli.
Dari pemantauan saya terhadap pergerakan Hasan Nasbi dan Cyrus Network terhadap kemenangan Jokowi itu, saya sendiri agak kaget melihat pernyataan Hasan Nasbi dalam diskusi di Tea Addict tersebut.
Kalau mendengar penolakan Jokowi maju Capres oleh kelompok Anti Jokowi, mungkin sudah biasa ya, karena memang sejak awal keduanya sudah berseberangan. Kemudian kalau mendengar orang-orang PDIP sendiri menolak ide-ide pencapresan Jokowi, mungkin juga bisa saya maklumi. Wajar para pendukung fanatik Megawati menolak ide-ide pencapresan
Jokowi, karena memang saya perhatikan, dalam tubuh internal PDIP sendiri sedang terjadi pecah kongsi antara kubu yang mendukung dipertahankannya dinasti Soekarno dengan kubu yang mendukung pembaharuan kepemimpinan di PDIP (membuka pintu bagi non darah Soekarno untuk memimpin PDIP) yang diusung Pramono Anung.
Dua pihak tersebut dapat dimaklumi jika menolak ide-ide pencapresan Jokowi.
Tapi kalau melihat adanya penolakan pencapresan Jokowi justru datang dari Hasan Nasbi yang sejak awal mendukung dan mempersiapkan kemenangan Jokowi untuk DKI, bagi saya ini aneh sekaligus menarik. Ada apa sebenarnya? Kenapa pendukung awal Jokowi malah balik arah?
Tak hanya menyarankan Jokowi tetap fokus pada pembenahan DKI Jakarta, Hasan Nasbi juga menyerang dengan keras. Menurut Hasan Nasbi, masalah banjir dan macet yang dahulu jadi slogan utama Jokowi ketika berkampanye pemenangan DKI, masih menjadi masalah utama DKI dan belum ada perubahan.
Hasan malah sempat menyindir Jokowi dengan mengatakan bahwa Jokowi jangan melulu berkelit dengan kalimat “Diberi waktu dong, kan memperbaiki Jakarta tidak mudah”. Hasan pun mengatakan, justru karena membenahi DKI Jakarta itu tidak mudah dan hingga sekarang masih dalam proses, Hasan amat sangat berharap Jokowi jangan terburu-buru mengejar kursi Capres 2014.
Menurut Hasan, Jokowi sebaiknya tidak ikut arus mengejar kekuasaan, sementara tugas pembenahan DKI Jakarta belum tuntas. Macet dan banjir masih jadi masalah. Hasan juga mengatakan, dukungan dirinya terhadap Jokowi sejak awal adalah karena dirinya percaya Jokowi berbeda dan tidak sama dengan kandidat lainnya, yang umumnya hanya mengejar kekuasaan semata. Oleh karena itu, Hasan meminta agar Jokowi jangan ikut-ikutan bodoh karena mengejar kekuasaan. Jokowi diminta Hasan fokus pembenahan DKI Jakarta dan pembuktian diri, karena biar bagaimanapun Jokowi masih harus membuktikan dirinya mampu membenahi DKI Jakarta.
Hasan mengibaratkan, siapa pun yang mampu membenahi DKI Jakarta, seharusnya mampu membenahi negara kesatuan Republik Indonesia. Oleh karenanya, Hasan meminta Jokowi tunjukkan komitmennya pada pembenahan DKI Jakarta, maka dengan sendirinya kemenangan kursi Presiden RI tahun 2019 akan diperoleh dengan bekal kesuksesan membenahi DKI Jakarta.
Sebaliknya, apabila Jokowi terburu-buru maju Pilpres 2014, sedangkan Jokowi belum memiliki bekal membenahi DKI Jakarta, maka meskipun Jokowi menang sekalipun di tahun 2014, kemenangan itu bukanlah berangkat dari sebuah bukti keberhasilan tindakan Jokowi di DKI melainkan bukti keberhasilan pencitraan semata.
Dan Hasan tidak ingin Jokowi memenangkan kursi RI-1 karena pencitraan semata, karena menurut Hasan, pencitraan itu sifatnya semu. Sebaliknya, apabila Jokowi memilih jalur pembuktian diri di DKI Jakarta dan baru mengejar kemenangan RI-1 di 2019, bukan di 2014, Hasan melihat kemenangan yang diperoleh merupakan kemenangan sejati, karena bukan didasarkan pada pencitraan semata, melainkan berdasarkan bukti tindakan yang nyata.
Diubah oleh bimaputraabadi 12-02-2014 14:27
0
7.5K
45


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan