Ketika ane iseng2 browsing n menemukan sebuah blog ini yg isinya ringan namun bikin ane senyum-senyum gak jelas n berkata...bener juga ya...ane akhirnya ngepost disini. Ini ceritanya



Ada ribuan kisah, mungkin bahkan jutaan kisah sejak Bus TransJakarta ada. Di balik usianya yang semakin menua, di balik decit gesekan besi baja yang semakin cumiakan telinga, semakin lama bus yang sepertinya kurang terawat (atau seharusnya memang sudah diganti dengan yang baru), banyak cerita yang terekam di dalamnya.

Gadget



Tidak semuanya, tapi sebagian besar penumpangnya kini mulai asyik dengan benda kotak yang layarnya berpendar. Beberapa ada yang menyambungkannya dengan pelantang telinga (earphone) dan asyik dengan dunia kecilnya sendiri. Beberapa yang lain, asik mendekatkan diri dengan dunianya yang jauh, bercengkerama di ruang-ruang bincang maya, bersosialisasi di media sosial maya, sayangnya mereka lupa, banyak cerita nyata yang ada di dalam ruang kecil di bus TransJakarta.

Dialog,



Efek domino dari gadget adalah dialog yang terbangun diantara penumpangnya. Dulu, transjakarta lebih riuh dengan dialog orang perorang. Kini lebih sunyi. Asik dengan dunianya sendiri.

Dalam sederetan tempat duduk, terlihat jelas. Serombongan anak sekolah baru saja memasuki bus transjakarta yang masih lengang. Tujuh anak bisa mendapatkan tempat duduk sederetan. Tiga diantaranya asyik dengan dunia kecilnya yang bisa dia genggam. Empat temannya berbincang. Terlihat sangat kontras. Tapi menarik. Mana yang seperti zombie, dan mana yang menjadi manusia seperti yang dikodratkan, makhluk sosial, bukan makhluk media sosial.

Tapi itu semua pilihan. Asik dengan dunianya sendiri juga kadang menarik saat di tengah keriuhan bus yang sesekali berdecit. Berhenti dari halte ke halte, ada banyak watak yang masuk di dalam bus yang kadang tak sedingin saat pertama kali ada. Angkutan kaum urban megapolitan, modern.

Keramahan,



Ruang persegi panjang yang melaju sepanjang jalanan ibu kota itu menjadi potret Jakarta. Ada keramahan yang terbangun di dalamnya. Ada senyum di tengah wajah lelah, ada juga muka masam cemberut.

Mungkin akan berbeda saat Bus TransJakarta menjalani takdirnya saat Senin-Jumat dengan Sabtu-Minggu. Bus akan terlihat lebih layak disebut bus dibanding kotak sauna pada saat akhir pekan. Ya, petugas bus transjakarta pun sepertinya terlihat lebih gembira saat akhir pekan. Mereka lebih terlihat ramah saat mengingatkan penumpang, menyebut halte demi halte (yang seharusnya sudah otomatis diteriakan oleh mesin pengeras suara). Pun petugas penjaga halte, mereka dengan senyum ramah (walau di tanggal setua ini) masih dengan gembira menjelaskan rute bagi para kaum urban yang masih kebingungan dengan rute, halte transit, atau tersesat karena jarang menggunakan kendaraan ini.

Ego,



Tak jarang, saat bus hinggap di beberapa halte yang ramai, atau baru memulai perjalanan di halte awal, kita bisa melihat sebuah momen yang menggambarkan watak ego manusia. Dari puluhan kursi yang tersedia, akan diperebutkan oleh ratusan penumpang. Disinilah momen pembuktian, mana orang yang bisa berbesar hati, tahu situasi, atau bahkan bisa melihat mana lelaki sejati dan lelaki jadi-jadian.

Lelaki mana yang tega melihat seorang ibu (atau bahkan nenek) atau ibu muda yang membawa sebuntel nyawa di rahimnya yang sudah menggelembung berdiri di atas bus transjakarta yang sudah tidak stabil? Di momen ini, kita bisa melihat mana seorang ksatria dan mana seorang pria jadi-jadian yang justru menutup telinganya dengan pelantang telinga, atau malah pura-pura tertidur menutup matanya.

Bus TransJakarta banyak menceritakan cerita-cerita ‘ksatria kecil’, yang rela memberikan tempat duduknya kepada yang lebih berhak, walau sebenarnya dia juga ingin duduk. Tidak sedikit ‘ksatria kecil’ itu. Bahkan, tidak hanya ada di satu gender. Pria dan wanita yang lebih muda, akan menjadi seorang ‘ksatria kecil’ saat merelakan tempat duduknya yang akan sangat langka untuk didapatkan kembali kepada penumpang yang lebih berhak.

Perlindungan,



Bus TransJakarta juga menceritakan hal menarik saat seorang ayah bersama anak perempuannya yang sedang beranjak dewasa memasuki bus yang masih lengang. Sang ayah memilihkan tempat duduknya agar tidak dekat dengan seorang pria yang terlihat kucel dan begundal. Bukan berarti curiga, tapi ayah mana yang tak ingin mewaspadai bahaya bagi anaknya?

Di perjalanan lain, perlindungan itu ada saat seorang cowok yang merentangkan tangannya untuk melindungi pundak pasangannya agar terhindar dari desakan-desakan penumpang yang berebut keluar masuk. Mesra.

Pundak



Ada cinta di Bus TransJakarta. Ini nyata. Saat sepasang lelaki dan wanita muda, mungkin mereka baru menikah. Keduanya duduk bersebelahan. Si wanita terlihat sangat lelah. Matanya sayu. Sang pria lalu menyiapkan pundaknya untuk si wanita. Si wanita akhirnya terlelap di pundak pelindungnya. Kedua mata lelaki itu menatap kepala wanita yang sedang bersandar di pundaknya. Mungkin dia berkata dalam hati,”Aku berjanji bakal melindungi kamu selamanya.”.

Seru, pasti saat bisa menikmati cerita di dalam bus transjakarta tanpa harus diganggu oleh dentingan suara dari ponsel. Menikmati lekat-lekat kumpulan sel yang bergerak. Mungkin suatu saat, aku akan mengajakmu untuk berpetualang seperti ini. Sesering mungkin, menikmati cerita demi cerita dalam petualangan kecil. Karena hanya dengan berada di dalam ruang yang lebih banyak manusia, kita bisa melihat banyak cerita di dalamnya.



Silakan kunjungi blognya disini

Terima kasih udh berkenan mampir. Ditunggu komennya gan...