Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

charliebegoAvatar border
TS
charliebego
Ternyata Istilah Wahhabi Dicetuskan Penjajah Inggris Untuk Menjelekkan Saudi
SIAPA PENCETUS PERTAMA ISTILAH WAHHABI?

Pengantar Admin :
Berbahagialah kalian semua jika digelari sebagai wahabi, sebab wahabi adalah gelar yang
diberikan oleh penjajah pada mujahidin yang berjihad dijalan Allah, sebagaimana mujahidin
Iraq, Afghanistan, Palestina harus berbangga disebut teroris oleh Amerika serikat karena kalian
semua menteror Musuh Allah!!! Insya Allah pada saat kedatangan Imam Mahdi kelak kita semua
akan menjadi wahabi dan teroris yang akan menghancurkan yahudi dan Nasrani hingga panjipanji
Islam akan tersiar keseluruh Dunia!!!

Pembahasan :
Oleh :Al-Ustadz Jalâl Abŭ Alrŭb
Suatu hal yang jelas bahwa Inggris merupakan negara barat pertama yang cukup interest menggelari dakwah ini
dengan “Wahhabisme”, alasannya karena dakwah ini mencapai wilayah koloni Inggris yang paling berharga, yaitu
India. Banyak ‘ulamâ` di India yang memeluk dan menyokong dakwah Imâm Ibn ‘Abdil Wahhâb. Juga, Inggris
menyaksikan bahwa dakwah ini tumbuh subur berkembang dimana para pengikutnya telah mencakup sekelompok
‘ulamâ` ternama di penjuru dunia Islâm. Selama masa itu, Inggris juga mengasuh sekte Qâdhiyânî dalam
rangka untuk mengganti mainstream ideologi Islam. [Lihat : Dr. Muhammâd ibn Sa’d asy-Syuwai’ir, Tashhîh
Khathâ’ Târîkhî Haula`l Wahhâbiyyah, Riyâdh : Dârul Habîb : 2000; hal. 55]. Mereka berhasrat untuk
memperluas wilayah kekuasaan mereka di India dengan mengandalkan sebuah sekte ciptaan mereka sendiri,
Qâdhiyânî, yaitu sekte yang diciptakan, diasuh dan dilindungi oleh Inggris. Sekte yang tidak menyeru jihad
untuk mengusir kolonial Inggris yang berdiam di India. Oleh karena itulah, ketika dakwah Imâm Ibn ‘Abdil
Wahhâb mulai menyebar di India, dan dengannya datanglah slogan jihad melawan penjajah asing, Inggris menjadi
semakin resah. Mereka pun menggelari dakwah ini dan para pengikutnya sebagai ‘Wahhâbi’ dalam rangka untuk
mengecilkan hati kaum muslimin di India yang ingin turut bergabung dengannya, dengan harapan perlawanan
terhadap penjajah Inggris tidak akan menguat kembali.* Banyak ‘Ulamâ` yang mendukung dakwah ini ditindas,
beberapa dibunuh dan lainnya dipenjara.**

Catatan :
* W.W. Hunter dalam bukunya yang berjudul “The Indian Musalmans” mencatat bahwa selama pemberontakan
orang India tahun 1867, Inggris paling menakuti kebangkitan muslim ‘Wahhâbi’ yang tengah bangkit menentang
Inggris. Hunter menyatakan di dalam bukunya bahwa : “There is no fear to the British in India except from the
Wahhabis, for they are causing disturbances againts them, and agitating the people under the name of jihaad
to throw away the yoke of disobedience to the British and their authority.” [“Tidak ada ketakutan bagi
Inggris di India melainkan terhadap kaum Wahhâbi, karena merekalah yang menyebabkan kerusuhan
dalam rangka menentang Inggris dan mengagitasi (membangkitkan semangat) umat dengan atas nama jihâd
untuk memusnahkan penindasan akibat dari ketidaktundukan kepada Inggris dan kekuasaan mereka.”]
Lihat: W.W. Hunter, “The Indian Musalmans”, cet.1 di London: Trűbner and Co., 1871; Calcuta: Comrade
Publishers, 1945, 2nd edn.; New Delhi: Rupa & Co., 2002 Reprint

** Di Bengal selama masa ini, banyak kaum muslimin termasuk tua, muda dan para wanita, semuanya disebut
dengan “Wahhâbi” dan dianggap sebagai “pemberontak” yang melawan Inggris kemudian digantung pada tahun
1863-1864. Mereka yang dipenjarakan di Pulau Andaman dan disiksa adalah para ulama dari komunitas Salafî-
Ahlul Hadîts, seperti Syaikh Ja’far Tsanisârî, Syaikh Yahyâ ‘Alî (1828-1868), Syaikh Ahmad ‘Abdullâh (1808-
1881), Syaikh Nadzîr Husain ad-Dihlawî dan masih banyak lagi lainnya. Untuk bacaan lebih lanjut, silakan lihat :
 Mu’înud-dîn Ahmad Khân, A History if The Fara’idi Movement in Bengal (Karachi: Pakistan Historical
Society, 1965).

 Barbara Daly Metrcalf, Islamic Revival in British India: Deoband, 1860-1900 (Princeton, New Jersey:
Princeton University Press, 1982), hal. 26-77.
 Qiyâmud-dîn Ahmad (Professor Sejarah di Universitas Patna), The Wahhabi Movement in India (Ner
Delhi: Manohar, 1994, 2nd edition). Terutama pada bab tujuh “The British Campaigns Againts the
Wahhabis on the North-Western Frontier” dan bab kedelapan “State Trials of Wahhabi Leaders, 183-65.”
Muhammad Ja’far, Târikhul ‘Ajîb dan Târikhul ‘Ajîb – History of Port Blair (Nawalkshore Press, 1892, 2nd
edition).

Suatu hal yang perlu dicatat, di dalam surat-surat dan laporan-laporan yang dikirimkan kepada ayah tirinya dan
pemerintahan ‘Utsmâniyyah (Ottomans), Ibrâhîm Basyâ (Pasha), anak angkat Muhammad ‘Alî Basyâ (Pasha), juga
menggunakan istilah ‘Wahhâbi, Khowârij dan Bid’ah (Heretics)’ untuk menggambarkan dakwah Muhammad Ibn
‘Abdul Wahhâb dan Negara Saudî [Lihat: ibid, hal. 70]. Hal ini, tentu saja, terjadi sebelum Ibrâhîm Basyâ
memberontak dan menyerang khilâfah ‘Utsmâniyyah dan hampir saja menghancurkannya di dalam proses
pemberontakannya. Dr. Nâshir Tuwaim mengatakan :
“Kaum Orientalis terdahulu, menggunakan istilah ‘Wahhâbiyyah, Wahhâbî, Wahhâbis’ di dalam artikelartikel
dan buku-buku mereka untuk menyandarkan (menisbatkan) istilah ini kepada gerakan dan pengikut
Syaikh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb. Beberapa diantara mereka bahkan memperluasnya dengan memasukkan
istilah ini sebagai judul buku mereka, semisal Burckhardt, Brydges dan Cooper, atau sebagai judul artikel mereka,
seperti Wilfred Blunt, Margoliouth, Samuel Zwemer, Thomas Patrick Hughes, Samalley dan George Rentz.
Mereka melakukan hal ini walaupun sebagian dari mereka mengakui bahwa musuh-musuh dakwah ini
menggunakan istilah ini untuk menggambarkannya, padahal para pengikut Syaikh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb
tidak menyandarkan diri mereka kepada istilah ini.

 Margoliouth sebagai contohnya, ia mengaku bahwa istilah ‘Wahhâbiyyah” digunakan oleh musuh-musuh
dakwah selama masa hidup ‘pendiri’-nya, kemudian digunakan secara bebas oleh orang-orang Eropa.
Walau demikian, ia menyatakan bahwa istilah ini tidak digunakan oleh para pengikut dakwah ini di Jazîrah
‘Arab. Bahkan, mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai “Muwahhidŭn”. [D.S. Margoliouth,
Wahabiya, hal. 618, 108. Artikel karya Margoliouth yang berjudul ‘Wahhabis’ ini juga dapat ditemukan di
dalam The First Encyclopaedia of Islam, 1913-1936 (New York: E.J. Brill, 1987 Reprint) vol.8 , hal.1087
karya M.T. Houtsma, T.W. Arnold, R. Basset, R. Hartman, A.J. Wensinck, H.A.R. Gibb, W. Heffening dan
E. Lêvi-Provençal (ed) dan The Shorter Encyclopaedia of Islam (Leiden and London: E.J. Brill and
Luzac & Co., 1960), hal. 619 karya H.A.R Gibb, J.H. Kramers dan E. Lêvi-Provençal (ed). Artikel ini juga
dicetak ulang dalam :
o Reading, UK: Ithaca Press, 1974
o Leiden: Brill, 1997
o Dan cetakan pertama, Leiden and London: E.J. Bril and Luzac & Co., dan New York: Cornel
University Press, 1953.]

 Thomas Patrick Hughes menggambarkan “Wahhâbiyyah” sebagai gerakan reformis Islâm yang didirikan
oleh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb, yang menyatakan bahwa musuh-musuh mereka tidak mau menyebut
mereka sebagai “Muhammadiyyah” (Muhammadans), malahan, mereka menyebutnya sebagai
‘Wahhâbî’, sebuah nama setelah namanya ayahnya Syaikh… [Thomas Patrick Huges, Dictionary of Islam,
hal. 59].

 George Rentz mengatakan bahwa istilah ‘Wahhâbî’ digunakan untuk mengambarkan para pengikut Syaikh
Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb oleh musuh-musuh mereka sebagai ejekan bahwa Syaikh mendirikan
sebuah sekte baru yang harus dihentikan dan aqidahnya ditentang. Mereka yang disebut dengan sebutan
‘Wahhâbî’ ini beranggapan bahwa Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb hanyalah seorang pengikut
Sunnah, oleh karena itulah mereka menolak istilah ini dan bahkan menuntut agar dakwah beliau disebut
dengan ‘ad-Da’wah ila’t Tauhîd’, dimana istilah yang tepat untuk menggambarkan para pengikutnya
adalah ‘Muwahhidŭn’… [George Rentz dan AS.J. Arberry, The Wahhabis in Religion in The Middle
East: Three Religion in Concord and Conflict, Vol.2 (Cambridge: Cambridge University Press, 1969),
hal. 270]. Rentz juga mengatakan bahwa, para penulis barat ketika menggunakan istilah ‘Wahhâbî’ adalah
dengan maksud ejekan, ia juga menyatakan bahwa ia menggunakan istilah itu sebagai klarifikasi.
[Lihat: Nâshir ibn Ibrâhîm ibn ‘Abdullâh Tuwaim, Asy-Syaikh Muhammad ibn ‘Abd`ul Wahhâb: Hayâtuhu wa
Da’watuhu fi`r Ru`yâ al-Istisyrâqiyya: Dirôsah Naqdîyyah (Riyadh: Kementerian Urusan Keislaman, Pusat
Penelitian dan Studi Islam, 1423/2003) hal. 86-7. Buku ini juga dapat dilihat secara online di
[url]http://islamport.com/d/3/amm/1/100/2213.html][/url] .

Biar bagaimanapun, siapa saja yang menggunakan istilah ini , baik dari masa lalu sampai saat ini, telah melakukan
beberapa kesalahan, diantaranya :

 Mereka menyebut dakwah Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb sebagai ‘Wahhâbiyyah’, walaupun dakwah
ini tidak dimulai oleh ‘Abdul Wahhâb, namun oleh puteranya Muhammad.

 Pada awalnya, ‘Abdul Wahhâb tidak menyetujui dakwah puteranya dan menyanggah beberapa ajaran
puteranya. Walau demikian, tampak pada akhir kehidupannya bahwa beliau akhirnya menyetujui dakwah
puteranya. Semoga Alloh merahmatinya.

Musuh-musuh dakwah, tidak menyebut dakwah ini dengan sebutan Muhammadiyyah –terutama semenjak
Muhammad, bukan ayahnya, ‘Abdul Wahhâb, memulai dakwah ini- karena dengan menyebutkan kata ini,
Muhammad, mereka bisa mendapatkan simpati dan dukungan dakwah, ketimbang permusuhan dan penolakan.
Istilah “Wahhâbi”, dimaksudkan sebagai ejekan dan untuk meyakinkan kaum muslimin supaya tidak mengambil
ilmu atau menerima dakwah Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb, yang telah digelari oleh mereka sebagai mubtadi’
(ahli bid’ah) yang tidak mencintai Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam. Walaupun demikian, penggunaan
istilah ini telah menjadi sinonim dengan seruan (dakwah) untuk berpegang al-Qur`ân dan as-Sunnah dan suatu
indikasi memiliki penghormatan yang luar biasa terhadap salaf, yang berdakwah untuk mentauhîdkan Allôh semata
serta memerintahkan untuk mentaati semua perintah Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam. Hal ini adalah
kebalikan dari apa yang dikehendaki oleh musuh-musuh dakwah. [Lihat: Qodhî Ahmad ibn Hajar Alu Abŭthâmi (al-
Bŭthâmi), Syaikh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb : His Salafî Creed and Reformist Movement, hal. 66]. Pada
belakang hari, banyak musuh-musuh dakwah Imam Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb akhirnya menjadi kagum
terhadap dakwah dan memahami esensi dakwahnya yang sebenarnya, melalui membaca buku-buku dan karyakaryanya.
Mereka mempelajari bahwa dakwah ini adalah dakwah Islam yang murni dan terang, yang Alloh
mengutus semua Nabi-Nya ‘alaihim`us Salâm untuknya (untuk dakwah tauhîd ini).

Menggunakan istilah ‘Wahhâbiyyah’ ini, tidak akan menghentikan penyebaran dakwah ini ke seluruh penjuru dunia.
Bahkan pada kenyataannya, walaupun berada di tengah-tengah dunia barat, banyak kaum muslimin yang
mempraktekkan Islam murni ini, yang mana Imâm Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb secara antusias
mendakwahkannya dan menjadikannya sebagai misi dakwah beliau. Semua ini disebabkan karena tidak ada
seorangpun yang dapat mengalahkan al-Qur`ân dan as-Sunnah, tidak peduli sekuat apapun seseorang itu.

Perlu dicatat pula, bahwa diantara karakteristik mereka yang berdakwah kepada tauhîd adalah, adanya
penghormatan yang sangat besar terhadap al-Qur`ân dan sunnah Nabi. Mereka dikenal sebagai kaum yang
mendakwahkan untuk berpegang kuat dengan hukum Islam, memurnikan (tashfiyah) dan mendidik (tarbiyah)
bahwa peribadatan hanya milik Allôh semata serta memberikan respek terhadap para sahabat nabî dan para ‘ulamâ`
Islâm. Mereka adalah kaum yang dikenal sebagai orang yang lebih berilmu di dalam masalah ilmu Islam secara
mendetail daripada kebanyakan orang selain mereka. Telah menjadi suatu pengetahuan umum bahwa dimana saja
ada seorang salafî bermukim, kelas-kelas yang mengajarkan ilmu sunnah tumbuh subur. Sekiranya istilah
“Wahhâbî” ini digunakan untuk para pengikut dakwah, bahkan sekalipun dimaksudkan untuk mengecilkan hati
ummat agar tidak mau menerima dakwah mereka, tetaplah salah baik dulu maupun sekarang, menyebut dakwah ini
dengan sebutan “Wahhâbiyyah”.

Imâm Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb berdakwah menyeru kepada jalan Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam
dan para sahabat nabi, beliau tidak berdakwah menyeru kaum muslimin supaya menjadi pengikutnya. Dakwah
beliau bukanlah sebuah aliran/sekte baru, namun dakwah beliau adalah kesinambungan warisan dakwah yang
dimulai dari generasi pertama Islam dan mereka yang mengikuti jalan mereka dengan lebih baik.

Dalihbahasakan oleh Abŭ Salmâ al-Atsarî dari Jalâl Abŭ Alrub dan Alâ Mencke (ed.), Biography and Mission of
Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb (Orlando, Florida: Madinah Publisher, 1424/2003), hal. 677-81. Dengan
tambahan catatan oleh Salafimanhaj Research, Who First Used The Term “Wahhabi”?
(http://www.salafimanhaj.com/pdf/Sala...ermWahhabi.pdf)

Catatan penterjemah :
Jalâl Abŭ Alrub adalah seorang penulis Islam salafî yang mumpuni. Beliau memiliki website bermanfaat, yaitu
[url]http://islamlife.com.[/url] Beliau aktif menulis counter dan tanggapan/bantahan terhadap syubuhat dan penyesatan opini
para jurnalis Barat. Beliau pernah terlibat debat beberapa kali dengan para jurnalis dan penulis ’Neo-Con’. Terakhir
kali, beliau menantang debat Robert Spencer (seorang Katolik pro Neo-Con, yang mengangkat dirinya sebagai
’Islam Specialist’ dan banyak menulis tentang Islam secara ngawur dan tendensius. Ia adalah orang dibalik website
jihadwatch dan dhimmiwatch.) Namun, Robert Spencer sepertinya tidak punya ’guts’ (nyali), sehingga ia tidak
pernah mau berhadapan langsung dengan Jalâl Abŭ Alrub.

http://metafisis.net/2011/01/12/siap...tilah-wahhabi/
0
3.9K
46
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan