- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Akhirnya Jaksa Agung Prasetyo Tak Lagi Mem-PHP-in Rakyat Indonesia


TS
lhoe.bhang.shat
Akhirnya Jaksa Agung Prasetyo Tak Lagi Mem-PHP-in Rakyat Indonesia
Quote:

Akhirnya Jaksa Agung Prasetyo tidak lagi mem-PHP-in rakyat Indonesia. 6 Gembong narkoba dieksekusi mati pada Minggu (18/1) dini hari dan segera menyusul eksekusi mati selanjutnya untuk 58 orang gembong narkoba lain.
Dalam catatan detikcom, Senin (19/1/2015), Prasetyo sempat menjadi pemberi harapan palsu (PHP) karena pada akhir 2014 tiba-tiba membatalkan rencana eksekusi mati 4 gembong narkoba dan 2 pelaku pembunuhan. Saat itu Prasetyo berdalih jika langkah itu terganjal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan peninjauan kembali (PK) berkali-kali.
Atas kegalauan ini, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Surat Edaran MA Nomor 7 Tahun 2014 pada 31 Desember 2014. MA merujuk UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Mahkamah Agung yang tegas menyatakan PK hanya sekali. Dengan adanya dualisme aturan ini, sempat terjadi ketegangan antara MA-MK. Bahkan MK menilai MA membangkang karena tidak mematuhi putusan MK.
Tidak mau berlarut-larut, pemerintah segera menggelar rapat bersama pada 9 Januari 2015 dengan mengundang MA, MK, ahli hukum, akademisi serta dari pemerintah sendiri yaitu Jaksa Agung, Menkum HAM dan Menko Polhukam. Hasilnya, versi MA menang dan pemerintah tegas menyatakan PK tegas hanya sekali.
Atas hasil kesepatan ini, Jaksa Agung langsung ancang-ancang menyiapkan regu tembak dan menelisik nama para gembong yang telah selesai menjalani proses hukum. 5 Hari setelahnya, Prasetyo langsung mengumumkan 6 orang gembong narkoba yang akan dieksekusi mati. Prasetyo pun tidak mau lama-lama, eksekusi mati akan dilakukan 3 hari setelah pengumuman atau tepat tanggal 18 Januari 2015.
Usai ultimatum itu, 5 terpidana mati dikumpulkan di Nusakambangan, dua di antaranya diambil dari LP Tangerang. Adapun 1 dieksekusi di Boyolali. 5 Ribu personel Brimob diterjunkan untuk mengamankan Nusakambangan, termasuk menjaga jalan tikus di pulau penjara itu.
Dor! Regu tembak memuntahkan timah panas kepada 6 orang gembong narkoba, tepat saat hari berganti memasuki hari Minggu. Usai diturunkan dari tiang, mereka lalu diperiksa dokter untuk dipastikan kematiannya. Setelah itu, proses selesai dan jenazah dikembalikan ke pihak keluarga/perwakilan kedutaan.
Tapi, langkah Jaksa Agung Prasetyo tidak sampai di situ. Pagi harinya, saat menggelar jumpa pers, ia menyatakan akan segera menggelar gelombang lanjutan untuk mengekekusi mati seluruh gembong narkoba yang telah mengalungi vonis mati.
"Itu merupakan keniscayaan. Kita berharap tidak terlalu banyak gelombang, dengan tidak banyaknya gelombang menjadi bukti tren penangan sudah baik dan tindak pidana sudah berkurang. Semua akan kita laksnakan setelah masalah hukumnya tuntas," jawab Prasetyo saat ditanya apakah akan terus mengeksekusi mati sisanya.
Langkah Jaksa Agung Prasetyo menuai dukungan penuh dari masyarakat dan tokoh nasional.
"Hukuman mati harus tetap diberlakukan. Kalau soal konstitusionalitas tak usahlah ditanya lagi, hukuman mati itu konstitusional," ungkap mantan Ketua MK, Mahfud Md.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga tegas menyatakan hukuman mati sesuai syariat Islam. Hal itu dengan merujuk pada ayat dalam Alquran dan memperhatikan pendapat para ulama, antara lain Wahbah al Zahili dalam al Fiqh al Islami wa Adillatuhu, (Damsyiq: Dar al Fikr, 2004), juz 7, halaman 5595, disebutkan maka orang yang kejahatannya di muka bumi tidak dapat dihentikan kecuali dengan dibunuh, maka ia (harus) dibunuh.
Pengurus Besar Nahdathul Ulama (PBNU) menyatakan sikapnya mendukung Presiden Joko Widodo menolak grasi atau permohonan pengampunan bagi terpidana mati narkoba. Ketua umum PBNU KH Said Aqil Siradj, memaparkan alasan logis dan dalil agama soal dukung.
"Itu keputusan Munas NU tahun 2003 bahwa siapa pun yang lakukan kerusakan di muka bumi hukumannya sesuai Alquran harus dibunuh," kata Said Aqil.
Tekanan malah datang dari luar negeri. Brasil dan Belanda terang-terangan kecewa dengan eksekusi mati itu dan langsung menarik duta besarnya di Jakarta kembali pulang ke negaranya. Namun hal ini dinilai sebagai langkah yang biasa dalam ranah pilitik internasional.
"Pemerintah tidak perlu khawatir yang berlebihan atas tindakan ini dan kendur dalam pelaksanaan hukuman mati untuk terpidana mati berikutnya," kata guru besar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hikmahanto Juwana.
Kini, harapan seluruh rakyat Indonesia berada di pundak Prasetyo dalam memerangi peredaran narkotika dan menyelamatkan generasi bangsa Indonesia.
SUMBER
MANTAB! JAKSA AGUNG PILIHAN JOKOWI MEMANG LUAR BIASA
JAKSA AGUNG YANG TEGAS, BERANI, JUJUR DAN BERSIH



0
1.6K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan