Quote:
(Dikutip sebagian dari Koran Pikiran Rakyat SABTU 17 JANUARI 2015)
RANIAndriani alias Melisa Aprilia divonis mati oleh pengadilan Negeri Tangerang pada 22 Agustus 2000. Gadis Cianjur yang kala itu belum genap berumur 20 tahun terbukti terlibat dalam sindikat pengedar narkotika internasional. Bisnis haram itu dikendalikan oleh Meirika Franola alias sepupunya. Selain Rani, kasus itu pun melibatkan Deni Setia Marhawan, seorang lurah di Cianjur yang juga masih memiliki hubungan kekerabatan dengannya.
Belakangan, Ola dan Deni lolos dari hukuman mati. Pada 2012, permohonan grasi mereka dikabulkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hukuman untuk Ola dan Deni diubah menjadi seumur hidup. Sementara Rani mengalami nasib berbeda. Permohonan grasinya ditolak Presiden Joko Widodo melalui Keppres 27/G 2014.
Kuasa hukum yang sempat mendampingi Rani, Yudi J, menilai Rani sebagai gadis lugu yang terjebak oleh keadaan. Pada umur yang kala itu belum genap 20 tahun, Rani diajak ke Jakarta dan diiming-imingi pekerjaan oleh orang Afrika, “Dia terjebak, Diberi pakaian, makan enak, dan sebagainya. Kemudian dipacari sehingga dia tidak bisa keluar dari situasi seperti itu ,” katanya. Yudi mendampingi Rani hingga pengajuan grasi pada 2010.
Ketika grasinya ditolak, kata Yudi, Rani sempat tak percaya dan tak pernah membayangkan bakal menghadapi hukuman seberat itu. Yudi menilai, hukuman mati itu sangat tidak adil mengingat putusan Pengadilan Negeri Tangerang tidak mempertimbangkan aspek psikologis Rani. “Selain itu PN Tangerang tidak menghadirkan psikolog untuk menentukan kelayakan vonis hukuman mati terhadap Rani. Rani bisa dikatakan dari Desa dan terjerat kehidupan malam di Jakarta. Dalam kasus ini, Rani juga KURIR, BUKAN BANDAR. Ini jelas menimbulkan ketidakadilan yang baru. Sementara banyak bandar narkoba dalam kasus besar hukumannya di bawah 20 tahun,” ucapnya. (Eviyanti, Muhammad Irfan/”PR”)***
My Opinion
Saya jujur gak setuju dengan putusan tersebut (
pengedar di hukum mati, tapi bandar yang jadi bos si rani dihukum seumur hidup). Bukan maksud saya mendukung Narkoba, namun Hukum di Indonesia ini selalu menentukan sesuatu sesuai apa yang terjadi dipermukaan saja(SalahSatuKecacatannya).
Misalnya seperi berita yang sebelumnya ramai dibicarakan, kalau tidak salah kasus Pak Harso Taruno seseorang yang nemu potongan kayu Jati dan ternyata kayu tersebut kayu dari pohon yang dilindungi Negara, dan dengan "semangat menegakan hukum" orang tersebut yang serba kekurangan akhirnya dihukum juga!
dan KOMNASHAM gak tahu tuh kemana? ramainya cuman pas Prabowo nyalonin doang kayaknya.
Saya bukan anggota PKS, FPI, dan HTI yang buat sebagian orang sangat Alergi sekali mendengarnya. tapi w berfikir Politik di Indonesia ini seperti "Monyet ngagugulung Kalapa" kita itu hanya dibuat asik memerhatikan permasalahan itu dan itu lagi. yang gak terlalu penting dibahas terus menerus seperti menggerogoti Jamur tapi akarnya gak dicabut-cabut!
Kalau boleh JuJur saya pengen ngerasain kayak gimana tuh pemerintahan
Khilafah, buat orang yang suka "bebas berekspresi" pasti akan langsung berpaling dan lupa akan Pemerintahan Indonesia yang Gak Adil Ini.
# Salam Keadilan