- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
3 Kekeliruan Jokowi Soal Plt Kapolri Ala Gerindra


TS
hudaulfah
3 Kekeliruan Jokowi Soal Plt Kapolri Ala Gerindra
3 Kekeliruan Jokowi Soal Plt Kapolri Ala Gerindra


Quote:
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerakan Indonesia Raya, Habiburokhman, mengatakan terdapat sejumlah kekeliruan dalam pengangkatan Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai pelaksana tugas Kepala Kepolisian RI.
Penunjukan pelaksana tugas menurut Habiburokhman akan menghambat kinerja kepolisian. “Secara umum seorang pelaksana tugas Kapolri tidak dapat melaksanakan semua portofolio yang diberikan pada jabatannya itu” ujar Habiburokhman, Sabtu, 17 Januari 2015.
Berikut beberapa kekeliruan dalam pengangkatan Badrodin versi Gerindra;
1. Tak Memenuhi Unsur Mendesak
Berdasarkan unsur kemendesakan, Habiburokhman mengatakan penunjukan Badrodin tidak tepat. Menurut Pasal 11 ayat (5) UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pemberhentian Kapolri dan penunjukan pelaksana tugas harus dalam keadaan mendesak. Pada bagian penjelasan, yang dimaksud mendesak dalam pasal itu ialah suatu keadaan yang secara yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementara Kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara.
Habiburokhman mengatakan pemberhentian Jenderal Sutarman tidak memenuhi unsur itu. Sutarman menurut dia sama sekali tidak melanggar sumpah jabatan dan juga tidak membahayakan keselamatan negara. (Baca: Jadi Plt Kapolri, Badrodin Tak Boleh...)
Selain itu pemberhentian Kapolri dan penunjukan pelaksana tugas juga harus melalui persetujuan DPR. “Secara yuridis tidak tepat jika Sutarman diberhentikan dan Presiden menunjuk seorang Pelaksana Tugas.”
2. Pelaksana Tugas Tak Punya Wewenang Kapolri
Dalam pidato pengangkatan Badrodin, Jokowi menyatakan Badrodin Haiti akan melaksanakan tugas dan wewenang Kapolri. Pelimpahan Tugas dan sekaligus Wewenang ini menurut Habiburokhman melampaui apa yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002. Padahal pada pasal 11 ayat (5) yang disebutkan hanya "pelaksana tugas" dan bukan “pelaksana tugas dan wewenang”. Habiburokhman menyebutkan tugas dan wewenang Kapolri adalah dua hal yang berbeda.
Tugas Kapolri seperti diatur dalam Pasal 14 antara lain melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan, menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan. Sedangkan wewenang diatur dalam Pasal 15 antara lain menerima laporan dan/atau pengaduan, membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum, dan mencegah tumbuhnya penyakit masyarakat.
3. Jangka Waktu Pelaksana Tugas Tak Jelas
Saat mengumumkan pengangkatan Badrodin, Jokowi tidak menyebutkan secara jelas jangka waktu penundaan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Hal ini akan menyebabkan ketidakpastian dan mengganggu kinerja kepolisian.
Menurut Habiburokhman, bila penundaan pelantikan dilakukan hingga proses hukum Budi Gunawan di Komisi Pemberantasan Korupsi selesai dan dia diputus tidak bersalah oleh pengadilan, paling tidak dibutuhkan waktu hingga satu tahun enam bulan. Padahal dalam kurun waktu itu, Habiburokhman mengatakan ada banyak persoalan substansial yang harus dituntaskan Polri.
Penunjukan pelaksana tugas tanpa batas waktu akan merugikan kepolisian. “Penunjukan pelaksana tugas hanya demi kelancaran kegiatan administrasi sehari-hari.”
SUMBER
Penunjukan pelaksana tugas menurut Habiburokhman akan menghambat kinerja kepolisian. “Secara umum seorang pelaksana tugas Kapolri tidak dapat melaksanakan semua portofolio yang diberikan pada jabatannya itu” ujar Habiburokhman, Sabtu, 17 Januari 2015.
Berikut beberapa kekeliruan dalam pengangkatan Badrodin versi Gerindra;
1. Tak Memenuhi Unsur Mendesak
Berdasarkan unsur kemendesakan, Habiburokhman mengatakan penunjukan Badrodin tidak tepat. Menurut Pasal 11 ayat (5) UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pemberhentian Kapolri dan penunjukan pelaksana tugas harus dalam keadaan mendesak. Pada bagian penjelasan, yang dimaksud mendesak dalam pasal itu ialah suatu keadaan yang secara yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementara Kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara.
Habiburokhman mengatakan pemberhentian Jenderal Sutarman tidak memenuhi unsur itu. Sutarman menurut dia sama sekali tidak melanggar sumpah jabatan dan juga tidak membahayakan keselamatan negara. (Baca: Jadi Plt Kapolri, Badrodin Tak Boleh...)
Selain itu pemberhentian Kapolri dan penunjukan pelaksana tugas juga harus melalui persetujuan DPR. “Secara yuridis tidak tepat jika Sutarman diberhentikan dan Presiden menunjuk seorang Pelaksana Tugas.”
2. Pelaksana Tugas Tak Punya Wewenang Kapolri
Dalam pidato pengangkatan Badrodin, Jokowi menyatakan Badrodin Haiti akan melaksanakan tugas dan wewenang Kapolri. Pelimpahan Tugas dan sekaligus Wewenang ini menurut Habiburokhman melampaui apa yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002. Padahal pada pasal 11 ayat (5) yang disebutkan hanya "pelaksana tugas" dan bukan “pelaksana tugas dan wewenang”. Habiburokhman menyebutkan tugas dan wewenang Kapolri adalah dua hal yang berbeda.
Tugas Kapolri seperti diatur dalam Pasal 14 antara lain melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan, menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan. Sedangkan wewenang diatur dalam Pasal 15 antara lain menerima laporan dan/atau pengaduan, membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum, dan mencegah tumbuhnya penyakit masyarakat.
3. Jangka Waktu Pelaksana Tugas Tak Jelas
Saat mengumumkan pengangkatan Badrodin, Jokowi tidak menyebutkan secara jelas jangka waktu penundaan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Hal ini akan menyebabkan ketidakpastian dan mengganggu kinerja kepolisian.
Menurut Habiburokhman, bila penundaan pelantikan dilakukan hingga proses hukum Budi Gunawan di Komisi Pemberantasan Korupsi selesai dan dia diputus tidak bersalah oleh pengadilan, paling tidak dibutuhkan waktu hingga satu tahun enam bulan. Padahal dalam kurun waktu itu, Habiburokhman mengatakan ada banyak persoalan substansial yang harus dituntaskan Polri.
Penunjukan pelaksana tugas tanpa batas waktu akan merugikan kepolisian. “Penunjukan pelaksana tugas hanya demi kelancaran kegiatan administrasi sehari-hari.”
SUMBER
0
2.4K
Kutip
33
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan