Permaisuri Keraton Kasultanan Yogyakarta ngelus dada melihat kondisi Alun-alun utara yang semrawut setiap kali musim liburan. "Kalau mau mengeluh, saya itu sampai nggak bisa keluar rumah, kadang-kadang," ucap GKR Hemas saat menerima audiensi dari Forum Komunikasi Alun-alun Utara (FKAU) di Keraton Kilen, Senin (5/1).

Saat hendak pulang ke kediamannya di Keraton Kilen, GKR Hemas juga harus terjebak macetnya kawasan Alun-alun utara. Setiap kali weekend atau musim liburan, berbagai pelaku ekonomi tumpah ruah di alun-alun. Kendaraan pribadi, bus wisata, becak, pedagang kaki lima maupun parkir berebut lahan di sana.

"Kalau pulang pun terpaksa harus lewat belakang. Saya itu sampai gilo (jijik,-red) kalau lewat Malioboro. Stuck," keluh Hemas menceritakan pengalamannya.

Belum lagi masalah tenda-tenda biru yang dibangun serampangan oleh para PKL. "Saya sampai ngelus dada. Keraton sampai tidak kelihatan tertutup tenda biru," tuturnya.

Hal serupa juga pernah dirasakan oleh sang Raja yang juga menjabat Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X. Ia harus terjebak macet hingga satu jam ketika berangkat dari kediamannya di Keraton Kilen menuju gedung DPRD DIY untuk Rapat Paripurna, Rabu (31/12/2014) lalu. Akibatnya, rapat paripurna ikut molor satu jam menunggu kehadiran Gubernur.

"Karenanya penataan itu penting. Yogya harus berubah, meski proses penataan ini tentu butuh waktu lama, bisa lebih dari lima tahun," tandas Hemas.

Anggota DPD RI itu sepakat dengan program penataan kawasan alun-alun utara yang sudah dijalankan Pemkot Yogyakarta dan Pemda DIY sejak 2011. Meski terus menuai keluhan, penataan harus terus berjalan. Ia siap memfasilitasi masukan-masukan dari warga terkait

sumur

yang bukan orang jawa ane kasih tau ni dikit kosa katanya :
indro = indra
limo = lima
loro = lara
ondo = anda
ono = ana
gilo = gila