Quote:
Jakarta - Pemerintah
sudah resmi mencabut
subsidi Bahan Bakar Minyak
(BBM) jenis Premium,
sehingga harganya mengikuti
mekanisme pasar. Sementara BBM
diesel atau Solar diberikan subsidi
tetap (fixed subsidy) Rp 1.000/liter,
dan sisanya mengikuti harga pasar
atau keekonomian.
Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR, ikut
berkomentar soal kebijakan yang
resmi diterapkan 1 Januari 2015 ini.
Menurut politisi Partai Keadilan
Sejahtera tersebut, sudah ada
putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
yang menyebutkan bahwa harga
BBM tidak boleh dikaitkan dengan
pasar.
"Keputusan MK sudah jelas,
pengelolaan harga BBM tidak boleh
mengikuti harga pasar. Kita tidak
menganut pasar bebas di harga
BBM," tuturnya di Gedung DPR/
MPR/DPD, Jakarta, Senin (5/1/2015).
Masih menurut Fahri, pemerintah
harus membahas harga BBM
bersama dengan DPR. "Ketentuan
tentang harga dibahas bersama DPR
dan diputuskan bersama DPR pada
tiap masa persidangan membahas
APBN dan APBN-P," ujarnya.
Pemerintah, lanjut Fahri, sebaiknya
tidak mengaitkan harga BBM
dengan mekanisme pasar karena
bisa dianggap melanggar UUD 1945.
Bahkan bukan tidak mungkiny
menjadi bumerang secara politik.
"Hati-hati bermain dengan logika
harga pasar, sebab itu dapat
dituduh melanggar konstitusi. Bisa
menyeret pemerintah ke serangan
politik yang merepotkan nantinya,"
tegas Fahri.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf
Kalla (JK) menyebutkan pemerintah
tidak melanggar aturan apapun.
Dalam Undang-undang (UU)
tentang Migas, JK menyebutkan
intinya adalah harga BBM dalam
negeri ditentukan oleh pemerintah.
"Undang-undang mengatakan
harga BBM itu ditentukan oleh
pemerintah. Tidak ada
mengatakan sesuai harga
pasar, hanya ditentukan oleh
pemerintah," tutur JK di Kantor
Wakil Presiden, pekan lalu.
Pada 2004, Mahkamah Konstitusi
(MK) pernah menangani penilaian
kembali atau judicial review atas
UU No 22/2001 tentang Migas.
Putusan MK kala itu ditafsirkan
bahwa harga BBM bersubsidi tidak
boleh dikaitkan dengan harga pasar.
Putusan MK No 002/PPU-I/2003
tertanggal 21 Desember 2004 untuk
UU Migas Pasal 28 ayat (2) dan (3)
berbunyi:
Ayat (2) Harga Bahan Bakar
Minyak dan harga gas bumi
diserahkan pada mekanisme
persaingan usaha yang sehat
dan wajar.
Ayat (3) Pelaksanaan kebijakan
harga sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) tidak
menggurangi tanggung jawab
sosial pemerintah terhadap
golongan masyarakat tertentu.
"Itu kan tetap disubsidi Solar," ujar JK.
Sudirman Said, Menteri ESDM, juga
pernah menyebutkan hal senada.
Menurutnya, arti putusan MK
adalah pemerintah menetapkan
harga BBM, bukan wajib
memberikan subsidi.
"Jadi pemerintah menetapkan harga
BBM Solar sekian, Premium harga
keekonomian. Kan itu ditetapkan
pemerintah. Jadi selama ini
dipelintir, kalau harga BBM harus
disubsidi. Dipelintir habis, itu
politik," jelas Sudirman dalam
wawancara dengan detikFinance
beberapa waktu lalu.
http://m.detik.com/finance/read/2015/01/05/133057/2794155/1034/2/subsidi-premium-dicabut-ini-komentar-nyinyir-fahri-hamzah
..bener juga sih, di putusan MK di atas gak ada makna tersirat atau tersurat harus disubsidi...hanya harga harus ditetapkan pemerintah...