Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

namida.Avatar border
TS
namida.
Indonesia, Di Bawah Sepatu Lars Jokowi
Saya mempunyai sebuah pandangan bahwa semua orang bisa meramal masa depan dengan melihat kejadian-kejadian di masa lalu maupun kejadian masa kini sebab kata orang sejarah selalu berulang, sehingga apa yang terjadi di masa lalu pasti terulang kembali di masa depan. Sebagai contoh, bila saat ini kita melihat langit sedang mendung, maka tanpa perlu memiliki kekuatan kebatinan apapun kita dapat meramal bahwa hujan akan turun tidak lama lagi; bahkan kita bisa memperkirakan curah hujan dari melihat tingkat mendung, bila sangat hitam disertai angin tentu hujan yang turun adalah hujan lebat, begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan pemikiran inilah maka ketika Jokowi yang saat itu masih berposisi sebagai capres menyetujui tindakan vandalisme, perusakan serta penyegelan yang dilakukan oleh anak-anak buahnya terhadap kantor TVOne di Jogjakarta terkait pemberitaan padahal TVOne sedang melakukan tugasnya sebagai pers yang merupakan pilar keempat negara demokrasi maka saya menjadi yakin bahwa Jokowi adalah seorang pemimpin tiran karena memiliki sifat totaliter, anti demokrasi, dan anti hak asasi manusia, dan gaya kepresidenan Jokowi dapat dipastikan kental dengan aroma seorang pemimpin diktator lalim dan zalim.

Benar saja, dua bulan sejak Jokowi dilantik, kekerasan terhadap warga masyarakat, aktivis demokrasi dan hak asasi manusia meningkat tajam, dimulai dari teror penembakan kepada Amien Rais, pembunuhan lima rakyat sipil Papua oleh TNI/Polri yang mana Menkopolhukam mencoba menutup-nutupinya, pembredelan Papua Post persis seperti yang hampir menimpa TVOne ketika disegel anak buah Jokowi, di Rembang, ibu-ibu yang menolak mendukung proyek negara digebuki, di Karawang, sekretariat ormas yang menolak penggusuran tanah dilempari bom molotov sehingga hampir terbakar habis, melakukan politik belah bambu terhadap partai-partai politik oposisi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih/KMP, membebaskan Pollycarpus, pembunuh Munir dari penjara, memasukan admin Triomacan, salah satu pengritik Jokowi yang paling gigih ke penjara, menggusur ribuan rakyat miskin tanpa kompensasi misalnya di Jakarta tahun 2014 yang menurut Ketua Forum Warga Kota Jakarta, Azas Tigor Nainggolan, Jokowi telah menggusur 3.513 bangunan dan 13.952 jiwa kehilangan tempat tinggal; serta 2.149 pedagang kaki lima kehilangan tempat usaha dan lain sebagainya.

Luar biasa!! hanya dalam dua bulan sejak dilantik nafsu totaliter Jokowi sudah begitu meluap!!! Untuk perbandingan, Soekarno baru menjadi diktator lalim setelah Dekrit Presiden dan dirinya diangkat sebagai presiden seumur hidup atau hampir empat belas tahun sejak memangku jabatan sebagai Presiden pertama Indonesia. Sebelumnya dia mencoba menjadi demokratis melalui sistem demokrasi parlementer namun ternyata demokrasi semacam ini tidak cocok untuk Indonesia. Demikian pula dengan Presiden Soeharto yang baru bersikap represif setelah meletusnya kerusuhan Malari, atau kira-kira empat tahun sejak dilantik menjadi pejabat Presiden. Mantap sekali kan?

Yang membedakan Jokowi dari Soekarno dan Soeharto adalah bahwa kedua pendahulu Jokowi sangat nasionalis dan berpandangan bahwa perbuatan tegas dan represif yang mereka lakukan adalah demi kepentingan negara yaitu membuat masyarakat tertib agar pembangunan dapat terlaksana dengan baik dan tanpa paksaan. Adapun Jokowi menjadi diktator totaliter adalah karena bawaan orok atau bawaan lahir dan demi melanggengkan kekuasaan semata. Faktanya dia sama sekali tidak memikirkan negara apalagi rakyat kecil. Tidak, motivasi Jokowi atas semua hal yang dia lakukan mulai dari bertindak kejam kepada lawan politik sampai membagi-bagikan uang kepada rakyat kecil adalah untuk mengamankan kekuasaan. Tidak kurang dan tidak lebih.

Sifat tidak nasionalis dan tidak patriotis dari Jokowi sudah mulai tampak jelas ketika menjelang pencapresan, tepatnya bulan April 2014, dirinya telah memberikan leher kepada negara-negara asing ketika dia bertemu dubes-dubes negara imperialis demi mengemis dukungan (http://www.tribunnews.com/pemilu-201...leher-ke-asing). Tidak heran bila kebijakan-kebijakan Jokowi setelah menjabat seolah sedang membalas jasa kepada para imperialis sekalipun hal tersebut merugikan dan menyakiti perasaan rakyat Indonesia. Kita bisa mengambil contoh keputusan Jokowi menaikan harga Premium yang hanya menguntungkan SPBU asing padahal harga minyak dunia justru sedang anjlok drastis dan merugikan rakyat kecil; keputusan Jokowi menjual kursi direksi BUMN kepada orang asing; keputusan Jokowi menjual aset negara berupa gedung BUMN; keputusan Jokowi membeli 1.500 kapal dari China ketimbang memberdayakan PT PAL atau PT Adhiluhung atau PT Dhumas padahal terakhir kali Jokowi mengimpor bus dari China ternyata hasilnya rusak semua; membiarkan dolar menguat dan Rupiah melemah, bahkan JK dengan sinis mengatakan rupiah memang loyo dan lain sebagainya.

Di tengah memburuknya stabilitas politik, keamanan dan ekonomi nasional pada masa kepemimpinan Jokowi yang otoriter dan totaliter, kita jadi mengingat kembali perkataan Jusuf Kalla tahun 2013 yaitu bahwa Indonesia pasti hancur bila dipimpin oleh Jokowi dan ucapan tersebut secara pelahan mulai menjadi kenyataan, bahwa di bawah sepatu lars Jokowi, Indonesia mulai hancur berantakan sedangkan Jokowi dan Kabinet Kerjanya hanya sibuk pencitraan dan aji mumpung memikirkan bagaimana mengambil keuntungan pribadi dari posisinya sebagai presiden Republik Indonesia.

http://politik.kompasiana.com/2014/1...wi-712379.html
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
6.8K
66
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan