wongdwAvatar border
TS
wongdw
politik pencitraan bapak jokowi ?
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Abdullah Sammy
Pasal pertama: Pemimpin tak boleh dikritik.
Pasal kedua: Pemimpin tak pernah salah.
Pasal ketiga: Jika pemimpin salah maka harus
kembali ke pasal pertama dan kedua.
Pasal di atas tentu bukanlah aturan hukum
resmi di Indonesia. Tapi saya berpandangan,
prinsip seperti itu banyak diadopsi oleh para
fan boy dari pemimpin politik di negeri ini.
Jadi apapun kritik langsung dilabeli haters .
Apapun berita yang nyata-nyata tidak
menguntungkan jagonya, langsung dibilang
nyinyir.
Ya, itulah fakta yang terbentang di perpolitikan
Indonesia saat ini. Memang tak bisa dipungkiri
bahwa Pilpres 2014 telah meninggalkan banyak
bekas di hati masyarakat Indonesia. Ada yang
terlalu kecewa, ada pula yang terlalu gembira.
Tapi saya tetap berkeyakinan, masih banyak
orang waras di antara kita. Mereka yang waras
itu adalah pendukung Jokowi yang tak buta.
Dia yang waras jugalah seseorang oposan yang
mengktitik dengan batas kewajaran.
Jadi saya kita patut mengapresiasi tinggi jika
ada pendukung Jokowi yang mengkritik
kebijakan pemilihan Jaksa Agung, kenaikan
BBM, ataupun komitmen terhadap kasus
Munir. Sebaliknya apresiasi tinggi pula patut
kita berikan pada setiap oposan yang
mendukung program penghematan ala Jokowi.
Tapi apapun itu, munculnya sebuah kritik jauh
lebih bermanfaat ketimbang sebatas sanjung
puja. Saya pun selalu percaya prinsip sahabat
yang baik adalah yang selalu mengingatkan
bukan membenarkan. Sahabat yang baik juga
bukanlah orang yang pertama memuja,
melainkan orang pertama yang menegur
karibnya.
Karenanya kuliah Twitter (kultweet ) dari
Presiden ke-enam Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) yang disebut-sebut bernada mengkritisi
Jokowi sejatinya adalah hal yang wajar. Berikut
adalah penggalan kultweet SBY:
Sesungguhnya hidup ini universitas yang abadi.
Mari kita saling belajar, saling berbagi dan
saling menasihati. *SBY*
Kekuasaan juga menggoda. Karenanya,
gunakanlah secara tepat & bijak. Jangan
sewenang-wenang & jangan melampaui
kewenangannya. *SBY*
Nenek moyang kita mengingatkan, hendaknya
kekuasaan tidak digunakan bak: “Besar hendak
melanda, panjang hendak melindih”. *SBY*
Tidakkah Allah SWT memberikan kekuasaan
kepada yg dikehendaki, dan mencabut
kekuasaan itu dari siapa yg dikehendaki. *SBY*
Kebenaran mutlak adalah milik Tuhan.
Karenanya, janganlah selalu membenarkan yang
kuat, tetapi perkuatlah kebenaran. *SBY*
Petik pelajaran di dunia. Pemimpin yg selalu
dibenarkan apapun perkataan & tindakannya,
tak disadari bisa menjadi diktator atau tiran.
*SBY*
Kritik itu laksana obat. Jika dosis & cara
meminumnya tepat, badan menjadi sehat.
Mengkritik pemimpin haruslah beretika &
patut. *SBY*
Dlm politik, pencitraan itu biasa. Tapi, jika
sangat berlebihan bisa menurunkan
kepercayaan rakyat. “Angkuh terbawa, tampan
tertinggal”*SBY*
"Diam itu emas”, jika tidak perlu bicara,
diamlah. “Bicara itu perak”, jika harus bicara,
bicaralah. Tetapi bermutu & bermanfaat.
*SBY*
“Tong kosong nyaring bunyinya”. Akan lebih
bijak jika tong yang masih kosong diisi dulu.
Isilah dengan pengetahuan & pengalaman.
*SBY*
Petikan kultweet di atas saya kira merupakan
kritik membangun dan wajar. Tak ada kesan
untuk menghancurkan atau menebar
kebencian. Namun, beberapa saat setelah
kultweet itu, Presiden Jokowi seakan membalas
kritik yang disampaikan oleh seniornya.
Berikut petikan pesan Jokowi yang ditulis dari
akun Facebook pribadinya:
Basis kepemimpinan dalam demokrasi adalah
kepercayaan, dan kepercayaan itu dibangun
diantaranya oleh rekam jejak, ketulusan hati
dan kesungguhan dalam bekerja.
Beda antara kepemimpinan yang dipercaya
dengan kepemimpinan tirani, kepemimpinan
yang dipercaya diperoleh melalui kesadaran
rakyat atas tujuan tujuan negara, sementara
kepemimpinan tirani adalah membungkam
kesadaran rakyat bisa itu dengan bayonet atau
pencitraan tanpa kerja.
Dan dalam kepemimpinan saya hal paling
penting adalah membangun kepercayaan rakyat
dengan kesadaran penuh bahwa ada tujuan-
tujuan besar negara ini menuju kemakmuran
Indonesia Raya.
Pada titik ini pun kata-kata Jokowi terlihat
sangat wajar. Tapi sayangnya, respons super
cepat dari Presiden Jokowi disampaikan lebih
terkait membela citra. Sebaliknya, terkait kritik
soal Jaksa asal Nasdem ataupun pembebasan
Pollycarpus, Jokowi bak hilang di tengah
medan blusukan.
Kritik dari mantan presiden kepada presiden
yang menjabat pun sejatinya adalah hal yang
biasa. Bahkan seorang Megawati yang begitu
dihormati Jokowi, tak jarang mengkritik saat
SBY berkuasa.
Belum cukup lewat penjelasannya via
F acebook, pemerintahan Jokowi malah
menggunakan fasilitas negara yakni laman
Sekretariat Kabinet (Setkab) justru untuk
menegaskan "serangan balik" pada SBY. Laman
setkab.go.id yang mempertegas bahwa ucapan
Jokowi ditujukan langsung pada SBY.
Jokowi seakan merasa seluruh kultweet SBY
ditujukan kepadanya, sehingga laman Setkab
pun berani menulis judul: Jawab ‘Kicauan’ SBY,
Jokowi: Yang Paling Penting Membangun
Kepercayaan Rakyat.'
Walhasil laman negara mempertegas maksud
Jokowi lewat Facebooknya. Sejatinya, kita
tentunya lebih berharap laman itu pun
digunakan untuk menjelaskan kepada publik
mengapa Jokowi justru memilih politisi Nasdem
sebagai Jaksa. Jokowi pun hendaknya lebih
berkepentingan menggunakan laman itu untuk
menjelaskan kasus Munir. Bukan justru laman
negara yang digunakan untuk membela citra.
Pada akhirnya, kita semua tentu ingin Jokowi
tetap konsisten pada prinsipnya yang ingin
kerja, kerja, kerja. Bukan justru sibuk membela
citra dan sisanya tinggal kata-kata: bukan
urusan saya.
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
1.6K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan