Rindu Acara TV yang Mendidik untuk INDONESIA DAMAI
TS
nubitenan.kw
Rindu Acara TV yang Mendidik untuk INDONESIA DAMAI
Rindu Acara TV yang Mendidik
Buat agan / aganwati yang lahir sekitar tahun 80-an atau sebelumnya pasti akan teringat dengan yang ini :
NUSANTARAKU - Jamal Mirdad
atau yang ini :
SerialACI
atau yang ini :
Serial RUMAH MASA DEPAN
atau berita TVRI tentang pembangunan :
Atau acara ini : CEPAT TEPAT
Atau acara tentang Kondisi Desa : DARI DESA KE DESA
Dari hal di atas, akan didapat suasana Indonesia yang damai dan rukun.
Tapi sekarang ini setelah banyak Televisi swasta dan era reformasi maka acara yang demikian semakin sedikit.
Sehingga nilai Moral ikut terkikis akibat siaran TV yang tidak mendidik.
Menurut beberapa sumber :
Spoiler for Bahaya Laten Siaran Tak Mendidik:
Percepatan informasi yang disajikan televisi membawa perubahan besar.
Banyak penelitian menyebutkan, terjadinya pergeseran perilaku akibat kehadiran teknologi televisi sejak puluhan tahun lalu. Kotak ajaib itu bukan saja mempercepat informasi, melainkan mereduksi tata nilai masyarakat. Percepatan informasi yang disajikannya pun membawa perubahan besar.
Maraknya tayangan bergenre kekerasan serta melanggar kesopanan dan kesusilaan sama artinya menjerumuskan anak pada masa depan yang suram. Jadi, tidak mengherankan banyak anak gemar berperilaku kasar serta melanggar kesopanan dan berlaku tidak senonoh.
The National Institute of Mental Health dalam laporan “Television and Behavior,” yang meneliti masalah kekerasan dalam televisi, menyimpulkan kekerasan dalam tayangan televisi menimbulkan perilaku agresif pada anak-anak dan remaja yang menyaksikan acara itu.
Banyak sekali kita saksikan lawakan yang disertai hinaan, umpatan, dan makian pada acara televisi telah menjadi menu “wajib” di beberapa stasiun televisi swasta akhir-akhir ini. Anak-anak pun tumbuh dan dibesarkan dengan acara-acara televisi yang tidak mendidik. Saban hari anak-anak disuguhi acara yang bisa meracuni alam pikirannya.
Seperti yang pada sanksi terhadap dua stasiun televisi swasta yang mendapatkan pengurangan durasi siaran 30 menit akibat menampilkan tayangan yang tak mendidik, yakni Pesbukers yang tayang di ANTV dan Dahsyat yang tayang di RCTI. Dalam surat bernomor 90/K/KPI/01/14 dan 91/K/KPI/01/14 disebutkan acara itu termasuk dalam kategori pelanggaran ketentuan perlindungan anak, serta norma kesopanan dan kesusilaan (Tempo.co, 25 Januari 2014).
Tayangan-tayangan lawakan yang disertai ejekan-ejekan ini sangat membahayakan pada perilaku anak-anak. Douglas Groothuis profesor filsafat dari Denver University, AS, mengatakan televisi tanpa henti menyajikan dunia palsu dari diskontinuitas dan fragmentasi. Siaran televisi tidak mementingkan konteks yang rasional secara keseluruhan acara, plot, dan berjalan tanpa alur.
Ini sangat berbahaya bagi perkembang anak yang mengonsumsi acara itu. Ini karena anak belum mempunyai filter yang cukup kuat untuk menangkap isi siaran. Dunia anak merupakan dunia imitasi. Karena itu, meniru merupakan sifat dominan yang dalam usia mereka yang belum dewasa.
Fungsi televisi sejatinya ada tiga, yaitu hiburan, pendidikan, dan informasi. Namun, jika melihat tayangan televisi yang didominasi hiburan yang tidak mendidik, patut disayangkan. Televisi swasta lebih mengutamakan sisi bisnis dan mementingkan rating siaran daripada sisi pendidikannya.
Lalu, beberapa stasiun televisi kita terlalu kebablasan dalam menayangakan lawakan yang sifatnya humor. Kata-kata kasar meluncur dari mulut pembawa acara yang bertujuan mendapatkan tawa dari pemirsa. Namun di saat yang sama, anak-anak yang menyaksikan acara mengenal kata-kata kasar tersebut. Ini secara tidak langsung mengajarkan mereka kekerasan verbal.
Acara-acara tidak mendidik terus saja mendominasi dibandingkan dengan acara yang sifatnya mendidik. Tayangan yang melecehkan bentuk fisik bukan lagi hal langka kita temukan pada acara televisi.
Sebuah ironis dan lebih mengerikan lagi tayangan-tayangan kekerasan pun mendominasi acara televisi, baik tayangan bersifat kekerasan fisik maupun kekerasan nonfisik (verbal). Berdasarkan pengaduan masyarakat, tayangan kekerasan masuk 10 besar jenis materi yang diadukan publik pada KPI (Riayanto, 2013).
Televisi tidak lagi mempertimbangkan pengaruh tayangan terhadap masyarakat. Padahal siaran televisi juga dituntut untuk memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial terhadap pemirsa. Hal ini itu sepertinya luput dari perhatian para pemilik stasiun.
Kecenderungan televisi lebih bersifat pragmatis. Televisi meraup laba sebesar-besarnya dengan mengabaikan pendidikan publik serta berorientasi pasar tanpa mempertimbangkan baik dan buruk efek yang ditimbulkannya.
Mendominasinya acara-acara yang tidak mendidik bagi anak-anak dan lebih mengejar rating siaran membutuhkan perhatian luas dari masyarakat, terutama para orang tua yang harus bertanggung jawab langsung pada anaknya. Jangan biarkan anak-anak menyaksikan acara-acara yang tak bermanfaat, melecehkan, dan melanggar kesopanan.
Awasi mereka ketika berada di hadapan layar kaca. Para orang tua harus selalu mendampingi anak-anaknya saat mereka berada di depan televisi. Para orang tua pun dianjurkan selektif memilih acara bagi anak-anak mereka agar tidak terkena dampak tayangan yang tidak mendidik.
Pihak pemilik stasiun televisi juga harus merancang siaran ramah anak yang sifatnya mendidik dan membuka pengetahuan baru. Kelayakan tayang siaran terutama saat prime time (19.00-21.00) harus menjadi pertimbangan.
Ini karena saat itu anak-anak biasanya sedang berada di depan layar kaca. Kalaulah stasiun televisi mempunyai perhatian yang diwujudkan dalam bentuk siaran yang ramah anak, paling tidak dapat mencegah mereka dari pembentukan sikap yang kurang baik.
Akhir kata, sebagaimana harapan kita semua para pemilik televisi dituntut untuk mempunyai komitmen bagi pembentukan karakter postif anak yang merupakan generasi penerus bangsa.
Karena itu, kita berharap fungsi edukasi dan peran televisi sebagai sarana pendidikan harus lebih diutamakan. Oleh sebab itu, sudah selayaknya tayangan televisi harus bisa menjadi guru yang menyemai kebaikan dan menjadi alternatif sumber ilmu pengetahuan bagi generasi muda. Semoga.
*Penulis adalah pendidik. Alumni S-2 MM UGM Yogyakarta dan pengurus Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena).
Spoiler for Kak Seto: Tayangan 'Yuk Keep Smile' Tidak Mendidik:
Kapanlagi.com - Tayangan Yuk Keep Smile (YKS) di TransTV dinilai mulai meresahkan. Program yang tayang setiap hari dengan durasi lebih kurang 4 jam itu, menampilkan guyonan kasar sampai goyangan erotis.
Acara ini tidak hanya ditonton orang dewasa, tapi juga anak-anak. Bahkan bocah-bocah itu juga mahir sekali menirukan berbagai joget yang ditampilkan mulai dari goyang Caisar, goyang Kereta Malam sampai goyang oplosan.
Pemerhati anak, Seto Mulyadi menilai, program yang dibawakan Olga Syahputra, Raffi Ahmad, Adul, Soimah, Denny dan Wendy Cagur itu, sudah sangat memprihatinkan dan merusak mental anak. Dia tidak sedikit pun melihat ada nilai edukasi yang diberikan meski tayang berjam-jam.
"Saya juga dari awal protes keras dengan acara itu. Tidak edukatif, sampai ada anak-anak kecil juga ikut di acara itu," kata pria yang akrab disapa Kak Seto itu pada merdeka.com, Senin (30/12).
Seto menyayangkan stasiun televisi selevel TransTV tidak mempertimbangkan nilai-nilai pendidikan dan moral dari setiap program yang mereka buat. Dia berharap Trans TV bersedia mengevaluasi meski sifat tayangan itu hiburan.
"Mohon TransTV berkenan meninjau kembali program itu. Memang untuk hiburan itu oke, tapi mohon tetap ada idealismenya," tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, KPAI dan KPI juga tengah menyoroti program YKS. Banyak anak-anak yang terkena dampak dari guyonan dan joget yang disuguhkan. Apalagi belakangan, gerakan salah satu joget yakni goyang oplosan sedikit erotis.
Tanpa bermaksud untuk ikut menyudutkan stasiun TV atau produser dari acara tersebut, menurut saya cukup menarik alasan yang dikemukakan pada petisi yang diajukan oleh Rifqi Alfian asal Gresik tersebut. Berikut petikannya:
“Sudah menjadi keresahan kita semua melihat tayangan di layar kaca kita penuh dengan tayangan tidak mendidik. Tayangan-tayangan di televisi pun bukannya semakin baik malah justru semakin rusak dengan tayangan-tayangan terbarunya. mungkin awalnya kita kesal dengan sinetron-sinetron yang tidak mendidik, lalu muncul acara baru yang lebih merusak seperti acara musik pagi di beberapa stasiun tv yang membodohkan dengan host-host yang mengeluarkan kata-kata kasar, vulgar, bahkan sumpah serapah.”
Petisi tersebut saya dapat ketika membuka akun Twitter dengan hashtag #acaratvindoterburuk? yang masih bisa Anda ikuti sampai saat ini. Saya pun mencoba menelusuri berbagai informasi lanjutan dan mendapatkan informasi mengenai “rating terburuk” dari beberapa acara berikut:
Dahsyat (RCTI),
Inbox (SCTV),
Pesbuker (ANTV),
ILC (TVOne),
Eatbulaga (SCTV),
Suka-suka Uya (Global TV),
FTV,
Sinetron,
dan Infotainment
Mungkin belum hilang dari ingatan kita juga mengenai munculnya gelombang protes mengenai goyang erotis yang ada di acara YKS. Pihak Trans TV mengaku akan mengoreksi acara tersebut (berita bisa dilihat pada tautan ini: http://www.merdeka.com/peristiwa/dia...losan-yks.html)
Menurut saya, sebaiknya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) segera melayangkan “kartu merah” karena acara-acara di atas sama sekali tidak mendidik! Jauuuh lebih banyak hal negatif daripada positifnya. Apa yang bisa dipelajari dari tontonan :
*Goyangan tidak jelas tujuannya
*Guyonan yang merendahkan
*Perdebatan yang tidak smart
*Bagi-bagi uang tanpa ada “usaha” dari penerimanya
*Kisah cinta remaja yang ituuu-ituuu aja ceritanya
*Menguak rahasia orang untuk ditertawakan
*Cerita yang tidak kunjung selesai sekalipun sudah 1.000 episode lebih
*Menggosipkan kehidupan orang lain
*Atau mengumbar aib pasangan di media
Apakah sudah benar-benar tidak ada tayangan mendidik bagi pemirsa yang butuh hiburan dan penyegaran di tengah semakin sulitnya kehidupan masa kini?
Apakah PARA PRODUSER tidak menyadari (tidak menghitung) dampak negatif dari acara yang mendatangkan banyak uang bagi segelintir orang?
Apakah KPI benar-benar TIDAK BERDAYA sehingga membiarkan begitu saja acara semacam ini ditayangkan berjam-jam, pada prime-time?
Sungguh malang nasib pemirsa jika harus membayar televisi kabel (TV berbayar) untuk mendapatkan hiburan “murah-meriah” di tengah rasa penak, capek, atau stres akibat tekanan kehidupan yang melanda.
Sampai kapan ada perubahan dalam acara televisi nasional, terutama pada rentang waktu 16.00-21.00 di mana anak-anak masih “melek” di depan televisi?
Siapa yang bertanggung jawab jika nantinya generasi masa depan bangsa DIRUSAK oleh berbagai tayangan yang tidak mendidik semacam ini?
*Bagaimana MENDIKBUD?
*Bagaimana KPI?
*Bagaimana para pemilik stasiun TV?
SEMOGA ALASANNYA BUKAN (HANYA) KARENA UANG! JIKA BENAR DEMIKIAN, SAYA AKAN MENGUTIP PERINGATAN YANG BERBUNYI: BINASALAH ENGKAU DENGAN UANGMU!
Selamat menyongsong tahun 2014 dengan harapan baru akan tayangan televisi nasional. Semoga tahun depan, tanpa berlangganan TV berbayar (TV kabel) sekalipun, Anda dan keluarga (termasuk saya) masih bisa mendapat hiburan segar, mendidik, dan tidak mencemaskan karena merasa takut akan akibat pada masa depan.
Tidak cuma acara hiburan seperti di atas yang termasuk tidak mendidik
Acara berita televisi juga ikut berperan menjadi barometer kondisi Indonesia saat ini.
Misalnya seperti ini :
Berita Ustadz mesum
Berita Tawur Pelajar
Kenapa para produser dan pihak stasiun TV tidak membuat acara yang lebih mendidik?
Apa karena tuntutan bisnis dan laba sehingga nilai moral jadi korban ?
Apa KPI sebagai pihak yang berwenang kurang garang menghadapi hal demikian?
Semua untuk Indonesia yang lebih baik