Surga di bawah telapak kaki ibu. Ungkapan ini memang udah sering kita denger gan. Apalagi kalau lagi peringatan Hari Ibu seperti sekarang ini. Nah, di kesempatan kali ini, huukumonline mau membagikan beberapa informasi yang terkait dengan sosok ibu. Lebih khusus, ini adalah pembahasan mengenai ketentuan-ketentuan hukum yang harus diketahui oleh seseorang yang telah atau akan menjadi ibu.
jadi, bagi aganwati yang telah atau akan menjadi ibu, atau sudah memiliki pasangan, dan juga agan-agan yang punya pasangan, silakan dicek pembahasan kali ini ya.
1. Jual Beli ASI
Spoiler for Jual Beli ASI:
Pada dasarnya Gan, setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya. Tapi, ini gak berlaku dalam hal terdapat indikasi medis, ibu tidak ada, atau ibu terpisah dari bayi.
Kalo ibu kandung gak bisa kasih ASI ke bayinya, pemberian ASI bisa dilakukan oleh pendonor ASI, tapi salah satu syaratnya: ASI tidak diperjualbelikan. Sayangnya sih Gan, dasar hukum tentang pemberian ASI eksklusif ini gak ngatur tentang sanksinya apa jika memperjualbelikan ASI.
Kalau ngomomngin apa yang ga seharusnya seorang perempuan lakukan ketika jadi ibu, hal yang satu ini harusnya udah disadarin sama semua Ibu di dunia ya, Gan.
Pasal 308 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur ancaman pidana buat para ibu yang membuang bayinya dalam keadaan hidup. Bahasa hukumya sih meninggalkan anaknya dengan maksud untuk melepaskan diri dari bayi tersebut, tidak lama setelah anaknya dilahirkan karena takut akan ketahuan orang lain.
Ini dia ancaman hukuman maksimal masing-masing bagi Ibu yang membuang bayinya:
- Pidana penjara 2 tahun 9 bulan
- Pidana penjara 3 tahun 9 bulan untuk yang menyebabkan bayi luka berat
- Pidana penjara 4 tahun 6 bulan untuk yang menyebabkan bayi meninggal
Untuk ibu yang membuang bayinya yang sudah dalam keadaan tidak bernyawa juga ada ancamannya, Gan. Pasal 181 KUHP meyebutkan “Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Selanjutnya, yang juga harus jadi perhatian agan-agan sekalian, ngebuang bayi yang baru dilahirin aja bisa dijerat pidana, apalagi membunuh bayi. Meskipun dilandasi dengan ketakutan ketahuan melahirkan anak yang timbul dari hubungan di luar perkimpoian, jangan sampe ya, Gan, nyawa anak ini harus kita yang cabut.
Membunuh bayi seketika setelah bayi tersebut dilahirkan karena takut ketahuan melahirkan anak tersebut dapat diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun. Hal ini diatur dalam Pasal 341 KUHP. Penjelasan selengkapnya silahkan dibaca di sini, Gan: Pasal untuk Menjerat Ibu yang Membunuh Bayinya karena Malu
3. Kegandrungan Berlebihan Chatting Online
Spoiler for Doyan Chatting:
Pada dasarnya perkimpoian ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan dalam perjalanan perkimpoian tersebut, ada hal-hal yang tidak cocok antara suami dan istri tersebut. Hal-hal ini bisa diajukan oleh suami atau istri sebagai dasar meminta perceraian. Pada dasarnya, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri (lihat Pasal 39 ayat [2] UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkimpoian)
Sebelum kita ke topic alangkah baiknya agan-agan melihat dulu penjelasan tentang Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkimpoiandikatakan bahwa alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah:
1. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya;
3. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkimpoian berlangsung;
4. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;
5. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
6. antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.
soal hak asuh anak. Hak asuh seringkali menjadi permasalahan pasca perceraian. Mengenai hak asuh anak, pengadilan biasanya memberikan hak perwalian dan pemeliharaan anak di bawah umur kepada ibu. Hal ini mengacu pada Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang mengatakan anak yang belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya. Setelah anak tersebut berusia 12 tahun maka dia diberikan kebebasan memilih untuk diasuh oleh ayah atau ibunya.
Jika Anda lebih memilih berkarir daripada mengasuh anak, dilihat dari segi hukum, hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, demikian yang disebut dalam Pasal 31 ayat (1) UU Perkimpoian. Ini artinya, sudah menjadi hak Anda untuk bekerja, namun hal tersebut tidak serta merta menghilangkan kewajiban Anda untuk mengasuh anak.
Atau selengkapnya agan bisa lihat di artikel iniya:
5. Membawa Pergi Anak Tanpa Izin Suami
Spoiler for Bawa Pergi Anak:
Secara hukum sih memang nggak ada sanksi bagi ibu yang membawa pergi anak karena sedang berantem dengan sang ayah anak tersebut. Sebab, Pasal 330 KUHP hanya dapat dikenakan kepada orang yang membawa pergi anak dari kekuasaan orang yang berhak atas anak tersebut.
Meski nggak ada sanksi pidananya, disaranin agar anak tidak dipisahkan dari orang tuanya ketika orang tuanya sedang berselisih paham. Apalagi kalau nggak ada ancaman yang membahayakan keselamatan sang anak. Cobalah untuk menyelesaikan masalah keluarga secara baik-baik.
Bagi para ibu yang sedang bertengkar dengan suami, pikirkanlah baik-baik sebelum memutuskan untuk meninggalkan rumah dan anak untuk waktu yang lama. Apalagi sampai tidak mau menengok sang buah hati.
Kalau nekat melakukan itu, sang ibu bisa terancam sanksi pidana penjara maksimal tiga tahun atau denda paling banyak Rp15 juta. Demikian diatur dalam Pasal 49 huruf a UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Ancaman sanksi itu diberlakukan karena secara hukum orang tua punya kewajiban untuk merawat anak. Jadi orang tua tidak boleh menelantarkannya.
Pada dasarnya, setiap anak berhak dirawat oleh orang tuanya sendiri. Ketentuan ini dipertegas dalam Pasal 7 UU Perlindungan Anak yang bebunyi:
(1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
(2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 14 ayat (1) UU 35/2014 bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
jika ibu ingin menikah lagi, maka kewajiban mengasuh anak tetap ada. Ibu dilarang untuk memberikan anaknya untuk dirawat orang lain, selain orang tua kandung anak tersebut (selama masih ada), meskipun itu ialah orang tua dari si ibu itu sendiri (kakek dan/atau nenek si anak). Menjawab pertanyaan Anda, tentu saja ayah kandungnya berhak dan memiliki kuasa asuh atas anak tersebut.
Nah, itu dia pembahasannya gan. Siapa tau agan pernah punya pengalaman atau cerita yang mirip2 dengan pembahasan di atas, silahkan di-share di mari gan!!