Berhasil Menghindari Sikap-Sikap Ini Saat Traveling,Kamu Boleh Berbangga!
TS
rethred
Berhasil Menghindari Sikap-Sikap Ini Saat Traveling,Kamu Boleh Berbangga!
Maaf Gan klo
Halo Agan dan Sista
Mumpung Masih diatas Jangan Lupa
Traveling dapat menjadikanmu pribadi yang open-minded, berwawasan luas, serta mudah beradaptasi dan tangguh. Makanya, tidak mengherankan jika kini orang beramai-ramai ingin traveling. Mereka pun rela berusaha keras: mulai dari mengumpulkan uang, merencanakan perjalanan berbulan-bulan sebelum perjalanan itu dilaksanakan, sampai riset sana-sini mengumpulkan informasi sedetail mungkin.
Sayangnya, demam traveling ini juga ikut berimbas buruk. Beberapa dari kita memilih melakukannya hanya untuk status sosial. Beberapa dari kita melakukannya tanpa mengerti inti kegiatan traveling yang paling esensial. Alhasil, traveling menjadi tak lebih dari kegiatan hedonis yang super mahal.
Apa sih sebenarnya yang membedakan traveling yang berfaedah dan yang tak lebih dari kegiatan buang-buang uang? Di bawah ini, Hipwee sudah mendaftar berbagai hal yang bisa membuat aktivitas travelingmu sia-sia. Jika kamu berhasil menghindarinya, kamu patut berbangga!
Spoiler for Cape Deh:
Sharing Status atau Lokasi Selama Traveling Cuma Buat Pamer. Sharing Itu Lumrah, Tapi Pamer Bikin Jengah!
Berbanggalah jika kamu bisa menahan diri dalam hal sharing status dan lokasi. Tenang, sebenarnya tidak salah kok untuk rajin update status dan check in di sebuah tempat saat liburan. Apalagi jika lokasi liburan yang sedang kamu datangi itu spesial, seperti Universal Studio Singapura atau Bali.
Beda halnya ketika motifmu untuk sharing adalah murni pamer. Kamu berharap ada yang bertanya padamu apa yang kamu lakukan di Bali, kamu berharap ada yang menyapa: “Waaah… Enak ya, lagi liburan di Singapura!”
Pamer itu gampang dan menggiurkan buat kita, tapi menyebalkan dan melelahkan buat orang lain. Jika kamu bisa menghindarinya, kamu patut berbangga!
Spoiler for Gak Banget:
Memaksa Orangtua Agar Membiayai Kegiatan Jalan-Jalan. Alasannya? Itu Penting Buat Pendidikan
Sangat tidak keren ketika seorang anak memaksa orangtuanya membiayai kegiatan jalan-jalan dia. Mungkin karena melihat teman-temannya asyik jalan-jalan, sang anak jadi merasa harus ikutan berkelana. Masalahnya, dia malas menabung tapi juga tidak berani minta uang ke orangtua untuk liburan. Direkayasalah olehnya berbagai alasan: mulai dari beli buku ini-itu yang tidak perlu, sampai mengatakan pada orangtua bahwa traveling adalah kegiatan sekolah yang wajib. Orangtuanya pun terpaksa harus menjebol tabungan demi membiayai anak ini jalan-jalan.
Jadi, kamu patut berbangga jika bisa membiayai travelingmu dengan jerih payah sendiri. Tidak perlu merepotkan orangtua, apalagi jika kamu berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Entah seberapa besar pengorbananmu selama ini demi mengumpulkan tabungan untuk jalan-jalan. Mungkin kamu harus bekerja part-time, makan sekali sehari, puasa — ketika sudah traveling pun kamu akan berusaha agar dana yang kamu keluarkan bisa seminimal mungkin.
Spoiler for Gak Banget:
Buang Sampah Sembarangan. Karena Malas, Atau Sudah Kebiasaan.
Membuang sampah sembarangan adalah sebuah kebiasaan di Indonesia. Jika kamu berjalan-jalan ke gunung, ke pantai, atau bahkan obyek-obyek wisata di daerah kota, kamu akan sering menjumpai tumpukan botol atau tas kresek yang dibuang sembarangan. Bahkan bukan tidak mungkin kamu menjumpai sampah seperti dalaman atau kondom bekas! Yuck.
Kebiasaan ini sering terbawa ketika turis Indonesia melancong ke luar negeri. Maka tidak heran jika turis dari negara kita dinilai rajin melakukan pelanggaran. Di negeri sebersih Singapura, kita menyelipkan kertas tisu bekas pakai di tempat yang jelas bukan tempat sampah. Ketika petugas datang untuk menegur atau mendenda, kita marah.
Spoiler for Jangan Kaya gini:
Menganggap Masyarakat Lokal Lebih Rendah Darimu, Hanya Karena Kamu Turis yang Membawa Uang
Selama ini, masih banyak wisatawan yang bersikap seenaknya kepada penduduk asli hanya karena mereka membawa uang dan (menganggap diri) menguntungkan secara ekonomi. Bersikap seenaknya ini bisa punya berbagai wujud. Misalnya, mereka enggan menyapa warga lokal terlebih dahulu, seenaknya tertawa-tawa dan ramai hingga larut malam, serta memilih tak mengindahkan aturan lokal karena aturan-aturan itu “silly”. Duh, padahal seberapa besar sih kontribusi individual mereka pada perekonomian warga lokal? Yakin sudah sebegitu besar?
Jadi, berbanggalah ketika kamu sebagai wisatawan tetap bisa menghargai budaya penduduk asli. Bukan hal yang mudah untuk beradaptasi dan mau menaati aturan yang sebelumnya sama sekali asing. Dengan mau bersikap sopan terhadap orang-orang yang (kemungkinan) tak akan kamu temui lagi di masa depan, kamu sudah membuktikan bahwa kamu punya empati, serta insting menghormati manusia yang setinggi-tingginya. Bravo!
Spoiler for Jangan Kaya gini:
Merusak Alam. “Ah, Semua Orang Juga Begitu, Kok…”
Setelah film 5 Cm tayang, Semeru mendadak jadi penuh orang dan berton-ton sampah.
Setelah Pulau Sempu diulas beberapa travel writer, wisatawan tiba-tiba berlomba-lomba kesana — lagi-lagi membuang sampah tak pada tempatnya dan akhirnya mengganggu ekosistem cagar alam tersebut.
Bukankah menyedihkan ketika kita yang mengaku pecinta alam justru berperan aktif dalam merusak lingkungan? Apalagi ketika kita menganggap hal itu biasa saja, karena “toh semua orang juga melakukannya…”
Karena itu, berbanggalah ketika kamu sudi repot-repot bertanggung jawab memelihara keelokan suatu lokasi. Termasuk dengan membawa sampahmu pulang ke rumah agar tak harus kamu tinggalkan tergeletak di tanah. Termasuk dengan tak memetik bunga-bungaan atau mengganggu hewan langka yang kamu temui di sana. Termasuk dengan tidak mengunjungi lokasi itu sama sekali ketika kamu tahu obyek wisata itu sudah dijejali terlalu banyak wisatawan. Ketika banyak orang hanya peduli pada dirinya sendiri, kamu justru peduli pada kelangsungan obyek wisata yang kamu kunjungi. Salut padamu.
Spoiler for Travel:
Melewatkan Kesempatan Untuk Belajar dan Mengambil Hal-Hal Positif dari Kegiatan Travelingmu Selama Ini
Sudah berapa kali kamu melancong ke luar kota untuk waktu yang cukup lama?
Kota apa yang selama ini menjadi destinasi terjauhmu dari rumah?
Apakah dari kesempatan berpetualang itu sudah membuatmu belajar dan berkembang?
Apakah kamu menjadi manusia yang lebih baik ketika akhirnya pulang?
Jika jawaban pertanyaan yang terakhir ini ‘iya’, kamu patut berbangga.
Traveling adalah kegiatan yang sempurna untuk belajar menghargai alam, memahami perbedaan antar suku, dan menambah pengetahuan tentang keunikan sebuah kebudayaan dari suatu daerah. Namun, tak sedikit yang gagal mengambil pelajaran dari kegiatan yang berat dan menghabiskan banyak uang ini. Jika kamu termasuk mereka yang akhirnya diubah dan berubah karena traveling, berbahagialah! Aktivitas jalan-jalanmu tak berakhir percuma!
Spoiler for Cape deh :
Merasa Lebih Keren dari Mereka yang Tidak Traveling. Ingat, Tiap Orang Punya Cara Belajarnya Masing-Masing
Traveling sesungguhnya adalah cara untuk mempelajari hal yang tak bisa kita temui pada kehidupan kita sehari-hari. Kadang memang kita perlu pergi ke luar untuk sadar betapa sesungguhnya kita sangat kecil dan remeh, dibandingkan dengan hal-hal hebat yang ada di luar sana.
Jadi justru aneh ketika traveling menjadikan kita jumawa dan merasa lebih keren dari teman-teman kita yang lebih suka berada di rumah. Semua orang punya caranya sendiri-sendiri kok untuk belajar! Misalnya: mungkin salah satu teman kita mungkin ingin aktif berjalan-jalan juga, namun kondisi keluarga atau keuangannya belum memungkinkan. Alhasil, dia pun memilih belajar mendewasakan diri dengan banyak-banyak membaca buku. Nah, apa yang tak terpuji dari tindakan itu
?
Orang yang tidak traveling bukannya tidak belajar. Traveling hanyalah satu dari sekian banyak alternatif untuk menjadi lebih dewasa. Nah, apakah kamu sekarang sudah lebih dewasa?
Selain alasan-alasan di atas, apalagi menurutmu hal-hal selama traveling yang membuatmu patut berbangga jika bisa menghindarinya? Kalau kamu memiliki ide, ditunggu komengnya