Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

gadiscihuyAvatar border
TS
gadiscihuy
Calo Bis AKAP Brutal!
Buat agan dan aganwati perlu waspada dan ekstra hati-hati jika bepergian dari JAKARTA menuju ke luar kota dengan menggunakan moda transportasi bus AKAP. Sikap hati-hati ini HANYA berlaku bagi yang pergi tak terjadwal alias mendadak karena nggak punya banyak pilihan bus. Biasanya perusahaan otobus (PO) AKAP dengan reputasi baik, punya jadwal tetap pemberangkatan. Rata-rata berangkat sebelum maghrib. Jadi kalo kita mau pergi setelah maghrib, akan mengalami kesulitan menemukan bus dengan reputasi terpercaya. Jika terpaksa menghadapi situasi seperti ini, maka perlu kewaspdaan dan ekstra hati-hati supaya tidak kena tipu. Berikut pengalaman saya mencicipi kerasnya kehidupan di terminal bus Pulo Gadung Jakarta Timur. Seluruh penumpang di bus yang saya tumpangi mengeluh dan merasa kena tipu.

Sudah lama saya tahu bahwa di Pulo Gadung banyak berkeliaran calo bus, namun pengalaman saya awal Desember lalu sungguh mengejutkan. Sebenarnya saya sudah beberapa kali ke luar kota tanpa terjadwal dengan naek bus dari terminal Pulo Gadung. Tapi biasanya saya pergi sebelum maghrib tiba yaitu di pagi atau siang hari. Ternyata, situasi terminal Pulo Gadung selepas maghrib sangat brutal.

Malam itu sekitar jam 7, saya berangkat dari kawasan kebon sirih dengan naek KRL tujuan Bekasi, turun di stasiun Klender. Dari sini saya naek angkutan umum menuju ke terminal Pulo Gadung. Sesampai di depan terminal, ada beberapa orang yang menawarkan jasa bus. Saya tahu bahwa mereka semua calo, nggak bisa dipercaya. Pengalaman saya sebelumnya, jika naek bus luar kota ya carilah di dalam terminal. Namun jika malam hari, situasinya berbeda. Sebaiknya cari bus yang justru parkir di luar terminal. Hal ini saya ketahui belakangan setelah dalam perjalanan saya ngobrol dengan supir bus.

Saat itu karena saya tidak hafal kawasan terminal, maka saya mencari orang untuk bertanya. Tapi rasanya percuma karena hampir setiap orang yang kita temui adalah calo, kecuali sesama penumpang. Akhirnya mau tidak mau, saya harus mengikuti salah seorang dari calo tersebut. Saya pilih bapak tua karena saya pikir kalo menipu nggak akan kebangetan lah. Oleh si Bapak ini saya diajak masuk ke dalam terminal, cukup jauh juga jalannya. Traveling bag saya dibawakan sih sama dia, dengan paksaan. Saat jalan kaki masuk ke dalam terminal, saya sudah berkali-kali menanyakan 'judul' bus yang ada apa, tapi si bapak ini tidak pernah menjawab. Dia hanya bilang, ada banyak pilihan. Masuk aja ke dalam terminal sambil terus berjalan rada cepat. Saya terpaksa mengikuti dia karena traveling bag saya ada padanya.

Singkat cerita, ternyata saya dibawa oleh si Bapak ke loket penjualan tiket. Ada beberapa loket yang masih buka dengan papan nama bus dan tujuan di tiap-tiap loket. Tanpa ada daftar harga tentu. Penumpang juga terlihat cukup banyak di sekitar loket. Apalagi calo-calo tiket, tampak di mana-mana. Meski sudah menuju ke salah satu loket, ya tetap aja sana sini ribut menawarkan jasa. Saya sangat terkejut saat menanyakan tiket ke Semarang. Petugas loket (perempuan) dengan entengnya menyebut angka 275 ribu. Tentu saja saya kaget bukan kepalang. Jiwa jurnalis saya muncul dong. Saya interogasi dengan bertubi-tubi pertanyaan. Tiket seharga itu, apa nama busnya, fasilitas bus, kondisi tempat duduk bagaimana, berapa jumlah total penumpang. Namun ternyata saya mendapati jawaban yang tidak jelas. Hanya menyebutkan jawaban standard : bus ac, tempat duduk 2-2, busnya masih bagus. Ketika saya tanya 'judul' busnya apa, ya dia jawab dengan sekenanya.

Berhubung saya tahu harga tiket bus Jakarta Semarang dan sebaliknya, tentu saja saya nggak serta merta membeli. Saya ternyata harus menawar dengan adu mulut. Dan saat saya adu mulut, tidak hanya 1 orang perempuan yang saya hadapi di loket, tapi perempuan-perempuan lain di loket sebelah dan pria-pria biadab itu, ternyata turut berpartisipasi dalam adu mulut. Belakangan saya baru tahu, kalo mereka satu geng. Saya tawar mulai dari harga 70 ribu seperti tiket yang saya beli saat berangkat dari Semarang ke Jakarta. Harga sebesar itu untuk bus eksekutif tempat duduk 2-2 fasilitas toilet di bus, bantal dan selimut.

Namun saat di loket ini, perempuan petugas loket itu bahkan tidak bisa menjelaskan dengan detail fasilitas bus yang akan saya tumpangi. Ketika saya ceritakan harga tiket yang saya beli saat keberangkatan, eh malah ditertawakan sama mereka. Kesannya mengejek saya. Kata mereka, mana ada hari gini tiket bus segitu. BBM sudah naek, semua harga tiket juga naek. Sebenarnya saya sudah pengen cabut dari situ, tapi setiap kali mau beranjak pergi, mereka mencoba merayu dengan menurunkan harga. Terus begitu, sampai akhirnya saya deal pada harga 125 ribu. Itupun bagi saya, masih mahal karena tetap saja saya tidak tahu kondisi bus. Oh ya, saya sudah berkali-kali minta ditunjukin bus-nya yang mana, tapi mereka selalu berkelit. Ada busnya, tenang aja. Begitu terus. Saya sudah curiga, tapi karena malam itu saya memang harus pulang, ya dengan sedikit terpaksa saya pasrah. Saya pun membayar dengan uang 150 ribu terdiri dari 3 lembar 50-an. Tapi apa yang terjadi, begitu saya membayar segitu, kembaliannya nggak diberikan. Saya kesal dan terus marah-marah tapi nggak bisa berbuat banyak karena uang sudah dipegang sama mereka. Mereka bicara dengan nada tinggi dan keras, begitu pula saya. Pada akhirnya saya tidak bisa berbuat apa-apa, pasrah.

Dari loket kemudian saya diantar ke bus. Dari sini saya baru paham peta terminal. Rupanya posisi loket itu tidak jauh dengan pintu keberangkatan. Sedangkan bus yang mau berangkat, sudah parkir di luar terminal. Saat itu ada cukup banyak bus yang parkir di luar dari sejumlah perusahaan bus.
Begitu diantar ke bus, saya pun sudah mempersiapkan diri untuk kecewa dan ternyata dugaan saya benar. Kondisi busnya sama aja seperti Kopaja atau Metromini. Kebayang kan... cuma bedanya ini lebih besar, ber-AC, tempat duduk empuk meski sarung kursi sudah sobek di mana-mana. Busanya pun sudah mblesek ke dalam, jadi terpaksa saya ganjal pakai bungkusan baju. Tetang kebersihan bus, jauh dari harapan. Debu dimana-mana. Toilet ternyata juga tak ada, meskipun ada pun saya tak pernah menggunakan toilet di bus sih..

Sesaat setelah masuk ke dalam bus, kebetulan saya dapat duduk di baris paling depan percis belakang supir, saya mulai menanyai para penumpang. Saya kaget, ternyata seluruh penumpang selain saya, membayar tiket dengan harga lebih mahal dari saya. Ada yang 165 ribu untuk tujuan Tegal! Ada yang 200 ribu untuk tujuan Solo. Ada yang kena palak 195 ribu. Gara-gara saya bertanya pada penumpang, mereka sadar ternyata ada pemalakan di terminal. Mereka heran, kok saya bisa paling murah. Ya saya ceritakan saja adu mulut yang saya lakukan di loket. Suasana di bus pun menjadi riuh rendah karena akhirnya masing-masing berani menceritakan pengalamannya. Bahkan ada yang dijanjikan, bus berangkat sebentar lagi. Tapi ternyata menunggu berjam-jam baru berangkat.

Sejak saya naek bus, memang masih menunggu sekitar 1 jam untuk berangkat. Pastinya menunggu sampai penumpang penuh. Bahkan ada penumpang yang bercerita, naek dari jam 4 sore. Bus sebenarnya sore tadi sudah jalan sampai ke gerbang tol, namun kembali lagi ke terminal. Jadi penumpang yang satu ini, diajak mondar mandir ke terminal hingga 3 kali sampai akhirnya bus berangkat pukul 9 malam.

Sesampai di pintu tol Bekasi, saya lupa tepatnya di Bekasi apa, saya dikejutkan lagi. Bus tak langsung masuk tol, tapi di parkir dulu di pinggir jalan menuju ke pintu tol. Beberapa penumpang mulai kesal karena bus berhenti lagi. Bahkan ada yang mengumpat karena dijanjikan berangkat sebentar lagi melulu, tapi ternyata berjam-jam nunggu baru berangkat. Nah, di tempat parkir dekat tol inilah, semuanya terbongkar. Saya baru tahu, ternyata bus parkir di situ untuk pergantian ke supir bus yang asli. Jadi rupanya, dari terminal Pulo Gadung ke pintu tol, yang jadi supir itu ya gengnya calo alias mafia bus AKAP. Ini saya ketahui, setelah supir bus asli saya tanya.

Berceritalah ia bahwa semua bus melalui proses seperti itu di terminal Pulo Gadung, Rambutan dan Lebak Bulus. Yang dimaksud 'proses seperti itu' oleh supir bus adalah supir bus yang asli 'ditahan' di markas mafia. Bus lalu dibawa oleh supir mafia ke terminal Pulo Gadung untuk menjaring penumpang hingga penuh. Supir bus asli takkan bisa melawan mafia bus akap yang gerombolannya lebih banyak. Namun sekali lagi, ini hanya terjadi selepas maghrib. Jadi terminal Pulo Gadung selepas maghrib dikuasai etnis tertentu. You Know Who lah.. Dari penuturan supir bus asli ini pun, penumpang jadi tahu bahwa harga tiket untuk kelas bus yang mereka tumpangi berkisar antara 80 ribu hingga 100 ribu. Begitu mengetahui harga yang sebenarnya, suasana di bus tambah ramai. Ada penumpang warga asli Jakarta yang geram karena kena palak hingga 195 ribu dan bertekad suatu saat akan kembali ke Pulo Gadung untuk menclurit calo-calo bus.. pengen balas dendam dan kasih pelajaran calo. Oh ya, saat itu juga percuma saja kalo kita mencari aparat, karena sudah dikuasai calo alias mafia. Mereka bahkan mentertawakan kita kalo mau melaporkan ke polisi atau petugas resmi terminal.

Oke agan, sekian dulu cerita pengalaman dari saya. Maaf ya panjang lebar, sekalian numpang curcol gan.. Oh ya, jangan lupa untuk mengunjungi thread saya yang lain : TIPS NAEK BUS AKAP ya! Dan please dong kasih cendolnya..



TIPS NAEK BUS AKAP
Diubah oleh gadiscihuy 12-12-2014 15:23
1
33.3K
241
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan