mimin.tandinganAvatar border
TS
mimin.tandingan
Luar Biasa, DPRD Banten Jadikan APBD Untuk Memperkaya Diri


Kerakusan dan ketamakan anggota DPRD Banten periode 2014-2019 semakin terbongkar secara gamblang.

Rapat penyusunan APBD 2015 bersama eksekutif Banten selama ini, hampir selalu diselenggarakan di hotel-hotel mewah di Jakarta, ternyata bukan untuk memperjuangan kepentingan rakyat.

Anggota DPRD Banten ternyata menjadikan APBD Banten 2015 sebagai bancakan untuk memperkaya diri mereka lewat fee dari jatah proyek untuk setiap anggota dewan senilai Rp1,5 miliar.

Salah satu anggota DPRD Banten dari Fraksi Partai Demokrat Herry Rumawatine, terus membongkar berbagai modus yang dilakukan oleh anggota DPRD Banten hingga mendapat jatah proyek Rp1,5 miliar untuk setiap anggota dewan.

Jika ditotalkan maka sebesar Rp 127,5 miliar dari total APBD Banten 2015 Rp 9,047 triliun digunakan untuk memperkaya diri para anggota dewan.

“Masing-masing anggota DPRD Banten akan mendapat fee dari jatah proyek senilai Rp 1,5 miliar itu. Besarnya fee yang ditarik berkisar antara 5 hingga 10 persen. Semua anggota dewan tahu. Karena itu, pimpinan DPRD Banten tidak usah berkelit,” tegas Herry Rumawatine, kepada wartawan di Serang, Selasa (2/12).

Herry menegaskan, jatah proyek itu bukan bernama dana aspirasi. Sebab, setiap anggota DPRD Banten dijatah Rp1,5 miliar. Kemudian untuk ketua komisi ditambah Rp500 juta, ketua fraksi ditambah Rp500 juta, serta pimpinan DPRD mulai dari Rp3 miliar hingga Rp5 miliar.

"Di setiap komisi ada lagi sebesar Rp20 miliar yang dibagi-bagi. Komisi IV DPRD Banten malah lebih banyak bisa sampai Rp40 miliar," ujar mantan ketua DPRD Kota Tangerang ini.

Selain itu, Herry memaparkan bahwa akan ada proyek pembangunan fasilitas MCK yang dijadikan bancakan sejumlah anggota DPRD Banten.
Proyek tersebut merupakan proyek penunjukan langsung dengan nilai Rp150 juta per fasilitas MCK. "Akan ada ribuan MCK yang dibangun. Ada anggota dewan bermain di proyek itu. Termasuk ada fee di sana," ujarnya.

Herry mengungkapkan, modus pengerjaan proyek anggota dewan Banten itu, dititip di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemprov Banten. Ada juga yang dititip melalui bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten/kota.

“Pihak SKPD akan menyiasati fee untuk anggota DPRD Banten dari proyek yang dipesan. Bukan hanya itu, anggota DPRD Banten bisa memesan dana hibah dan bansos yang kemudian bisa mendapatkan persentase dari penerima hibah dan bansos. Saya meminta kepada SKPD untuk tidak melaksanakan proyek titipan anggota dewan. Kalau ada anggota dewan yang masih bandel, maka konsekuensinya akan berurusan dengan aparat penegak hukum. Saya akan bongkar,” tegasnya.

Karena itu, Herry berharap, praktik jatah proyek untuk anggota DPRD Banten harus dihentikan jika tidak mau berurusan dengan penegak hukum.

"Saya meminta seluruh anggota DPRD Banten bekerja sesuai aturan agar tak tersangkut masalah hukum," katanya.

Ia membantah pernyataan Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah bahwa terjadi konflik internal di Fraksi Partai Demokrat. Menurut Herry, sejak awal dirinya tidak meminta jabatan dan hanya ingin menjadi anggota DPRD Banten.

"Mayoritas anggota Fraksi Demokrat itu yunior saya. Ketua Fraksi Demokrat (Yoyon Sujono), juga yunior saya. Ditawari ketua fraksi saja saya tolak. Tidak ada konflik, saya tak butuh jabatan," tegasnya.

Untuk program pembangunan MCK sendiri berada di Dinas Sumber Daya Air dan Pemukiman (DSDAP) Provinsi Banten, dengan nama program air bersih untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Pada tahun 2014, nilainya mencapai Rp35 miliar untuk pembangunan penyaluran air bersih dan pembuatan MCK. Pada tahun anggaran 2015 nanti, nilainya bertambah cukup besar yakni mencapai Rp47 miliar.

Kepala DSDAP Banten, Iing Suwargi menyatakan, pembuatan MCK sesuai usulan program dari masyarakat melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang). Namun ia mengakui banyak juga usulan tersebut merupakan rekomendasi dari anggota DPRD Banten.

"Usulan berupa proposal program ini pada tahun 2014 lalu bertumpuk-tumpuk dan masih banyak yang belum terealisasi. Memang ada rekomendasi dari anggota dewan. Namun semuanya dibicarakan dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Bappeda, lalu diproses," jelasnya.

Menurutnya tahun 2014 satu titik pembangunan MCK membutuhkan anggaran Rp100 juta. "Kalau 2014 MCK dibangun dua sampai tiga pintu, untuk 2015 dibangun empat pintu," ujarnya.

Namun menurutnya, realisasi program sarana dan prasarana air bersih tersebut tidak sembarangan. Setelah menerima pengajuan proposal, pihaknya kemudian mengecek ke lapangan terlebih dahulu.

"Prosedurnya hibah barang diajukan kemudian dicek, lalu ada persyaratan. Jika ada lahan untuk dihibahkan, DSDAP tinggal bangun," paparnya.

Pernyataan Iing dipertegas lagi oleh Kepala Seksi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan DSDAP Banten, Adib Solihin. Menurutnya, usulan proposal yang ada saat ini memang didominasi oleh titipan atau rekomendasi anggota dewan.

"Tersebar di delapan kabupaten/kota. Tapi usulan terbanyak itu dari Lebak dan Pandeglang, dan kemungkinan masih bisa bertambah," ujarnya.

Dijelaskannya, untuk pembuatan MCK dilakukan secara kontraktual. "Memang berupa hibah barang, tapi kita buat secara kontraktual. Nanti ada naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). Untuk program di 2015, sudah mulai diajukan sejak beberapa bulan lalu," jelasnya.

Proyek kontraktual itu diumumkan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

"Selama mekanismenya ditempuh tidak ada masalah. Kalau saya hanya menjalankan, yang penting dapat anggaran seperti itu. Ini kan kontraktuil, kerja dulu baru saya bayar," katanya.

Sumber
0
2.3K
27
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan