Aku tahu rasanya.

Itu adalah sebuah perasaan yang tak sanggup kau tahan. Seperti perasaan yang kau alami setelah menonton sebuah film yang bagus dan fairytale-y, atau selepas kau membaca dongeng yang indah. Membuatmu mendesah setelahnya, berpikir bahwa seandainya saja hidupmu seindah kisah itu.

Itu hanya satu perasaan yang terasa seperti perasaan sang Pangeran terhadap Putri Tidur. Melihat Putri Tidur yang begitu cantik, terbujur di dalam peti kaca berhiaskan bunga. Pipinya merah merona, begitupula bibirnya. Jantung sang Pangeran berdegup cepat. Dia tahu dia harus melakukan sesuatu–entah tidak mengganggu Putri itu atau membawanya pulang–tetapi ada satu perasaan lain yang terselip. Mungkin awalnya tidak ingin melakukan itu, tetapi akhirnya tidak sanggup menahannya, lalu terjadi begitu saja.

Kau ingat rasanya. Hangat, lembut, ringan. Bagai mencium awan. Mungkin kau belum pernah mencium awan dan tidak ada yang pernah, jadi perumpamaan itu tidak cocok untukmu. Hmmm… mungkin bagai mencium buih putih telur yang mengembang sebelum dijadikan meringue atau macaroon. Itu dia. Bagai mencium buih putih telur, minus bau amis dan rasanya yang aneh; layaknya mengecap gula-gula kapas untuk pertama kalinya. Ciuman itu tidak terasa seperti ciuman dengan guling, bantal, jemari, dan boneka–yang acapkali kau lakukan. Ciuman itu berbeda. Satu detik terasa seperti satu menit dan pada setiap detiknya, kau berkutat dengan dirimu sendiri, apakah kau harus menghentikannya, atau melanjutkannya.

Tapi kau memutuskan untuk berhenti. Lalu menatap sepasang mata yang balas menatapmu terkejut. Kau meminta maaf dan suasana berubah canggung. Kau merasa menyesal. Tetapi tiba-tiba dia menyentuh bibirmu dengan bibirnya lagi. Ringan, hangat, dan lembut. Lalu kau merasa bahagia.

Pada saat itu, dunia terasa indah–hidup terasa sempurna. Kau yakin dialah orang yang ditakdirkan untukmu.

Tetapi…

Ah, aku tidak mau mengganggu impianmu lagi. Kurasa sudah cukup sampai disini aku berkisah.