Selama lima tahun, pemerintahan Jokowi tak buka lowongan PNS
Selasa, 28 Oktober 2014 13:05
Merdeka.com - Pemerintah bakal melakukan penghentian sementara atau moratorium penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun depan. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Yuddy Chrisnandi menegaskan kebijakan itu merupakan instruksi langsung Presiden Joko Widodo.
"Instruksi beliau (Jokowi), adalah arahan Pak Presiden, beliau minta dilakukan moratorium PNS," kata Yuddy di Kementerian PAN RB, Jakarta, Selasa (27/10).
Yuddy menegaskan, moratorium itu akan dilakukan sepanjang pemerintahan Jokowi. Artinya, sepanjang pemerintahan Jokowi-JK tidak ada penerimaan PNS. "Lima tahun ke depan," tegasnya.
Politikus Partai Hanura ini menjelaskan, moratorium memang harus dilakukan untuk mengefektifkan jumlah sekaligus kinerja PNS. Sehingga PNS bekerja maksimal sesuai tugasnya.
"Kita sedang kaji, berpa sebenarnya rasio yang tepat jumlah birokrat pegawai negeri kita dibandingkan dengan jumlah penduduk. Misalnya dengan 250 juta jiwa penduduk itu yang tepat berapa sih? atau kalau di DKI penduduk 8 juta birokratnya berapa?" jelasnya.
Atas dasar itu dia meminta agar semua pihak memahami maksud positif penghentian penerimaan PNS. "Jadi moratorium itu berpikir secara jernih agar segala keputusan yang dilakukan dalam proses reformasi birokrasi ini efisien dan produktif," terangnya.
Sekadar diketahui, moratorium atau penghentian penerimaan PNS sempat juga dilakukan pemerintahan Presiden SBY-Boediono. Namun moratorium di era SBY hanya 16 bulan saja terhitung mulai September 2011 sampai Desember 2012.
http://www.merdeka.com/uang/selama-l...ongan-pns.html
Hanya jadi Beban Negara, PNS Siap-siap Pensiun Dini
Rabu, 8 Oktober 2014 09:45
Merdeka.com - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) masih menyempurnakan program pensiun dini bagi Pegawai Negeri SIpil. Pensiun dini disiapkan untuk abdi negara yang tidak kompeten dan disebut hanya menjadi beban negara.
WamenPAN-RB, Eko Prasodjo mengatakan, pihaknya sudah membahas rencana peraturan pemerintah sebagai payung hukum kebijakan pensiun dini PNS. Namun diakuinya, aturan ini belum menyentuh secara mendalam program yang dijalankan. "Itu kan harus dihitung berapa biayanya, siapa saja yang dipensiunkan dini, apakah pakai kuota/ketersediaan anggaran. RPP sudah dipersiapkan, nanti tinggal bicara dengan Kemenkeu," ucap Eko ketika ditemui di HOTEL Borobudur, kemarin.
Kesiapan pensiun dini ini sekaligus menjadi persiapan menyambut pemerintahan Jokowi-JK yang kabarnya akan mengurangi biaya belanja pegawai. Jika memang biaya PNS dikurangi maka pensiun dini menjadi salah satu jalan keluarnya.
"Kita kan belum tahu apakah Jokowi akan memberikan kebijakan mengurangi belanja pegawai atau tidak," tegasnya.
Sebagai bagian dari penghematan anggaran negara, Eko juga menyebut telah menyiapkan mekanisme moratorium perekrutan PNS baru. Namun moratorium hanya dilakukan untuk posisi tertentu saja yang dilihat sudah mempunyai banyak pegawai.
"Dugaan saya bisa saja moratorium pegawai lagi atau minus growth jadi banyak yang pensiun sehingga kita butuh rekrut baru lagi. Ini tergantung, tapi saya lihat memikirkan bagaimana pegawai yang tidak kompeten dan tidak dibutuhkan untuk dikurangi. Karena ini jadi beban negara," tegasnya. "Mungkin moratorium terbatas misalnya sejumlah formasi jabatan yang memang dibutuhkan tetap dibuka," tutupnya.
http://www.merdeka.com/uang/hanya-ja...siun-dini.html
Pemikiran Sri Mulyani a.k.a. 'The World Bank' yang Menginspirasi Jokowi Melakukan Moratorium PNS Hingga 5 tahun ke Depan?
Quote:
Wk Direktur World Bank, Sri Mulyani
Ekonomi Tumbuh 7%, Ini 5 Saran dari Sri Mulyani
Sabtu, 20 September 2014 | 19:37
Singapura - Direktur Palaksana dan Direktur Operasi Bank Dunia, Sri Mulyani yakin perekonomian Indonesia bisa tumbuh di atas tujuh persen. Untuk mencapainya, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) disarankan melakukan lima langkah penting.
Hal tersebut disampaikannya untuk menjawab pertanyaan MANAGING Partner South East Asia McKinsey&Company, Oliver Tonby, yang meminta pandangan Sri Mulyani dan Sofyan Djalil soal perekonomian Indonesia ke depan pada jamuan makan siang yang diadakan PT Bank Mandiri Tbk di Flute Restaurant-The National Museum, Singapura, Jumat (19/9). Acara bertopik "Indonesia Luncheon: The New Indonesia" itu dihadiri para analis dan manajer investasi global, pengusaha Indonesia, dan mantan Menteri Negara BUMN, Sofyan Djalil.
Menurut Sri Mulyani, ada 5 langkah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 7%, yaitu:
Pertama, adalah menaikkan harga BBM dan mengalokasikan dana subsidi BBM ke masyarakat miskin dan pembangunan infrastruktur.
Kedua, memberikan akses kepada masyarakat bawah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan. "Kartu Sehat dan Kartu Pintar yang hendak diperluas Jokowi ke seluruh warga Indonesia sudah tepat arah. PROGRAM itu sangat penting bagi rakyat kecil," ungkap mantan menteri keuangan itu. Menurut survei BPS terakhir, penduduk Indonesia yang tergolong miskin absolut masih 28,2 juta atau 11,5 persen dari total penduduk.
Ketiga, melanjutkan reformasi birokrasi di semua kementerian dan semua level. Menurut Sri Mulyani, peran birokrasi sangat penting dalam menjalankan kebijakan pemerintah. Tanpa birokrasi yang baik, yang melayani, dan yang tidak menghambat, berbagai program pemerintah tidak bisa terimplementasi dengan baik.
Keempat, Sri Mulyani menekankan pentingnya penerapan sistem meritokrasi di semua lini. Berbagai posisi penting di pemerintahan harus dipercayakan kepada mereka yang memiliki kapabilitas dan integritas. Kompetensi dan integritas harus menjadi pertimbangan utama dalam berbagai promosi jabatan.
Kelima, pembenahan penerimaan sistem pajak secara menyeluruh yang dilakukan bersamaan dengan penegakan hukum. Sistem perpajakan harus bisa menutup aneka peluang bagi para wajib pajak untuk melakukan penghindaran atau tax avoider.
"Di negara maju pun masih ada penghindaran pajak. Tapi, harus diakui, di Indonesia penghindaran pajak masih sangat besar," ujar Sri Mulyani.
Menjawab pertanyaan yang sama, Sofyan menyatakan pembangunan Indonesia dalam 10 tahun terakhir memberikan banyak pelajaran. Ke depan, pemerintahan Indonesia harus berjalan lebih efektif. ' "Presiden terpilih Jokowi sudah menegaskan bahwa sebagian besar menteri berasal dari kalangan profesional," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Bank Mandiri, Pahala Nugraha Mansury, menyatakan Singapura dipilih Mandiri sebagai lokasi pertemuan dengan para analis, manajer investasi, dan pengusaha Indonesia, karena negara ini menjadi headquarter atau kantor pusat perusahaan finansial dunia.
Selain itu, pengusaha Indonesia merasa lebih nyaman menyimpan uang di Singapura. "Kalau Rp 1.500 triliun dana orang Indonesia yang diparkir di sini bisa kembali mengalir ke Tanah Air, perkembangan ekonomi Indonesia akan lebih pesat," ujarnya.
http://www.beritasatu.com/ekonomi/21...i-mulyani.html
Hikmah Krisis Eropa bagi Asia
11. April 2013, 8:59:35 SGT
oleh Sri Mulyani Indrawati
Pepatah Cina mengatakan orang bijak belajar dari kesalahannya sendiri. Namun, lebih bijak belajar dari kesalahan orang lain. Para pemimpin Asia harus meresapi ungkapan ini sewaktu berakrobat menyeimbangkan kebijakan kesejahteraan sosial dan pertumbuhan ekonomi yang dinamis. Dengan menelaah krisis fiskal Eropa, mereka dapat menghindari ekses terburuk krisis yang menjegal produktivitas benua Eropa.
Meski begitu, salah jika Asia hanya mengambil hikmah tentang kebijakan apa yang harus dihindari. Eropa tak mungkin mencapai kualitas hidup tertinggi dalam sejarah manusia tanpa melakukan hal yang benar, yakni perdagangan dan keterbukaan.
Berpuluh-puluh tahun sejak Perang Dunia II, Eropa telah bersalin rupa menjadi pusat perdagangan dunia. Pada 2008, setengah volume perdagangan barang dan jasa dunia melibatkan benua itu. Dua per tiga bagian dari perdagangan Eropa terjadi antara negara kawasan itu sendiri. Hal demikian menolong negara-negara berkembang kecil memasuki pasar besar.
Sementara itu, Asia mengkhawatirkan terjadinya “jebakan kelas menengah.” Banyak negara terlihat mudah mencetak tingkat pendapatan per kapita sebesar lebih dari $1.000. Tapi mereka sulit mencapai serta mempertahankan tingkat pendapatan lebih dari $10 ribu. Di Eropa, disokong oleh aktivitas perdagangan yang giat serta aliran finansial terbuka, belasan negara berkembang telah mencapai tingkat pendapatan yang tinggi sejak 1985, seperti terjadi di Portugal pada dekade 1990-an dan Polandia pada dasawarsa 2000-an.
Kisah sukses pun direkam oleh perusahaan-perusahaan Eropa. Pada rentang 1995-2000, para pengusaha Eropa Barat menciptakan lapangan kerja lebih cepat dari Amerika Serikat (AS). Selain itu, negara-negara Eropa membukukan volume ekspor lebih besar dari Brasil, Rusia, India, dan Cina (BRIC). Produktivitas Eropa Timur naik lebih pesat ketimbang Asia Timur.
Alasan utama keberhasilan tersebut terdapat pada iklim usaha yang lebih bebas. Negara-negara Eropa menduduki ranking tertinggi dalam hal kebebasan dan tingkat persaingan usaha. Situasi itu merupakan hasil dari reformasi pasar tenaga kerja dan sistem kesejahteraan seperti yang terlihat di Swedia pada dekade 1990-an serta Jerman 10 tahun kemudian. Reformasi itu juga mempermudah proses pendirian dan penutupan perusahaan. (Yunani dan Italia menunjukkan apa yang bisa terjadi jika reformasi struktural tertunda).
Asia bisa belajar banyak dari Eropa dengan mempermudah alur perdagangan serta memotong rantai birokrasi. Dalam hal ini, Hong Kong, Singapura, dan Korea Selatan memiliki reputasi lebih baik dari negara terbaik di Eropa. Kini, Cina, India, dan Indonesia bisa menarik keuntungan dengan melakukan hal serupa.
Di sisi lain, kemakmuran yang tercipta dari kebebasan ekonomi Eropa membawa dampak negatif. Kesejahteraan itu memang memungkinkan para warganya berusia lebih panjang dan hidup lebih sehat. Namun, cara bangsa Eropa bereaksi terhadap tingkat kekayaan dan harapan hidup yang lebih tinggiharus menjadi peringatan bagi Asia.
Selama ini, bangsa Eropa mengandalkan pemerintahnya untuk melindungi mereka dari pelbagai aspek buruk korporasi swasta dan memelihara kehidupan mereka kala menjalani masa pensiun. Menurut laporan Bank Dunia mengenai model ekonomi Eropa bertajuk
Golden Growth,
Eropa membelanjakan lebih banyak uangnya untuk jaminan sosial dibandingkan negara-negara dunia lain, digabungkan mencapai 60% dari belanja kesejahteraan masyarakat dunia.
Hasilnya, produktivitas dunia kerja menurun tajam. Pada tahun 1950-an, penduduk Eropa Barat bekerja sebulan lebih lama dalam setahun dari penduduk Amerika. Kini, situasinya berbalik: penduduk Amerika bekerja sebulan lebih lama dalam setahun dari warga Prancis, Swedia, Yunani, dan Spanyol. Saat ini kaum lelaki di Prancis pensiun sembilan tahun lebih awal dan hidup enam tahun lebih lama dibanding generasi sebelumnya di tahun 1965. Rata-rata warga Prancis berharap menarik tambahan dana pensiun 15 tahun lebih dari yang dilakukan pada lima dekade silam.
Risikonya jelas. Pajak penghasilan dan defisit fiskal meningkat. Eropa bisa kehilangan sekitar 50 juta pekerja dalam lima dekade mendatang jika gagal memperlunak aturan buruh dan mereformasi program kesejahteraan.
Walaupun Asia kini berada dalam situasi dinamis, kawasan ini tidaklah kebal dari kondisi yang sama. Jepang, Cina, dan Korea Selatan kini menjadi negara dengan populasi lanjut usia terbesar di dunia. Pada 2010, usia rata-rata penduduk Korea Selatan adalah 37 tahun. Di tahun 2050, rata-rata penduduknya berumur lebih panjang, yaitu 57 tahun.
Meskipun kemakmuran dan umur panjang tak bisa dipisahkan, kedua hal tersebut tidak bisa diperlakukan sama. Dengan jumlah kekayaan yang meningkat, penduduk Asia mungkin takkan harus bekerja lebih lama dari sekarang. Namun, untuk hidup lebih lama, mereka harus bekerja lebih lama pula. Negara-negara Eropa Utara seperti Islandia dan Norwegia telah meningkatkan batasan usia pensiun. Negara-negara makmur lainnya harus melakukan hal yang sama. Tidak melakukan hal itu hanya akan membebani generasi mendatang.
Malaise ekonomi Eropa bermula dari sejumlah kesalahan. Sejumlah di antaranya berkaitan dengan mata uang bersama. Namun, bagi Asia, Eropa memberi banyak pelajaran berharga.
Asia harus memahami bahwa negara yang mengorbankan terlalu banyak kemerdekaan ekonomi demi jaminan sosial akan berujung merusak baik sektor swasta dan keuangan publik.
Sri Mulyani adalah Managing Director Bank Dunia dan mantan Menteri Keuangan Indonesia tahun 2005-2010.
http://indo.wsj.com/posts/2013/04/11...opa-bagi-asia/
----------------------------------------------------
Pemikiran-pemikiran Sri Miulyani Indrawati diatas itu, bahwa sistem jaminan sosial yang harus ditanggung Negara (APBN) di masa depan akan semakin memberatkan APBN, sehingga Pensiun PNS perlu dihapuskan saja tapi dengan memberikan pesangon sekaligus, sesungguhnya mulai berembus semenjak SMI masih menjabat menkeu RI tahun 2006 lalu. Sekiranya dia tetap menjadi menkeu sampai kini, besar kemungkinan kebijakan itu akan terjadi, berbarengan dengan lahiranya RUU ASN (Aparatur Sipil Negara) yang menjadi dasar hukumnya. Negara asing yang sudah menerapkan aturan ini adalah Singapore, yang mulai minggu lalu, dengan menghapuskan sistem pembayaran pensiun bulanan untuk PNS-nya dan mengganti dengan pesangon sekaligus!
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah akhirnya Pemerintah akan mengikuti Singapore dan menuruti jua saran jeng Sri diatas ? Yang harus dipikirkan secara matang dan baik-baik oleh Pemerintah, kondisi PNS di Eropa dan Singapore tidaklah sama dalam hal besaran gajinya. Gaji PNS di negeri ini sangat kecil sekali! Dan, di Indonesia ini, rakyat (termasuk PNS), tidaklah memperoleh tunjangan sosial atau subsidi yang cukup besar seperti halnya rakyat Eropa dan Jepang. Di Eropa, rakyat masih menikmati tunjangan pengangguran kalau mereka sedang menganggur. Yang bisa jadi disitulah pengeluaran besar terjadi negeri mereka pada masa krisis ekonomi saat ini. Juga, di Eropa dan Jepang, rakyatnya bisa menikmati subsidi pendidikan yang sangat besar dari negara sehingga rakyat bisa sekolah gratis dari SD hingga Perguruan Tinggi, seperti di Jerman itu. Juga mereka menikmati subsidi kesehatan, dan bahkan makanan pokok seperti roti, daging dan susunya, ternyata di subsidi negara dengan dana sangat besar sehingga harganya sangat-sangat murah dan sangat terjangkau oleh rakyatnya..
Lalu di Indonesia? Sudah gaji PNS dan buruh itu kecil, mereka tak menikmati subsidi apa-apa dari Negara, kecuali subsidi BBM bagi yang punya sepeda motor dan mobil serta dan subsidi listrik bagi yang berlangganan listrik PLN. Selebihnya, bayar sendirilah! Kalau ada keluarga yang sakit, bayar sendiri ke dokter dan obatnya! Kalau ada anak mau masuk sekolah, mulai TK hingga PTN, juga harus bayar sendiri! Transportasi umum yang buruk, menyebabkan rakyat juga harus membayar biaya transportasi yang tinggi pula. Apalagi harga obat-obatan, yang umumnya di kuasai pabrik farmasi asing itu, harganya selangit dan harus menebus sendiri di apotik kalau dapat resep obat dokter! Jangan tanya pula harga kebutuhan pokok makanan rakyat seperti beras, daging dan bahkan tempe dan tahu, sangat mahal! Nah lhooo, begitu PNS dan buruh di negeri ini hendak disamakan perlakuannya saat pensiun nanti dengan pensiunan PNS di Eropa dan Singapore? Emang itu otaknya si SMI ditaruh dimana? Perasaannya kok tak nyambung sama sekali!
