- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
copas:mengakubackpacker


TS
mamahiibil
copas:mengakubackpacker
REAL PART 1/4
Catatan penerjemah (baca baik2 sebelum membaca cerita
ini):
“Real” adalah cerita bersambung yang diambil dari blog
okaruto.tumblr. Cerita ini mengisahkan pengalaman
seorang pemuda yang iseng-iseng melakukan sebuah
ritual memanggil hantu yang berujung pada pengalaman
yang mengerikan. Cerita ini cukup pendek, hanya terdiri
atas 4 bagian. Semuanya akan ku-update setiap seminggu
sekali.
Aku tak yakin cerita ini dikutuk dan aku sendiri juga tak
pernah percaya pada cerita2 yang “katanya” dikutuk.
Namun tepat pada malam saat pertama kali
menerjemahkan cerita ini, aku dihantui mimpi buruk. Aku
tak bisa menceritakan detail mimpiku, namun ada elemen
yang sama dengan cerita yang kuterjemahkan ini. Dan
percayalah, mimpi itu sangat buruk, hingga2 aku
terbangun karena terlalu takut. Hal ini sangat aneh karena
kejadian seperti ini baru pertama kali terjadi, bahkan
sudah bertahun-tahun aku tak pernah mengalami mimpi
buruk.
Bukannya aku ingin menakut-nakuti kalian, namun aku
harus memperingatkan agar kalian jangan terlalu
menghayati cerita ini terlalu dalam. Bacalah saja sambil
lalu.
Dan mungkin karena alasan ini, aku akan berhenti dulu
menerjemahkan cerita2 seram untuk beberapa waktu.
Selain karena kesibukan, aku juga tak ingin hal yang sama
terjadi lagi. Namun jangan khawatir, jika situasi sudah
agak tenang dan jika pekerjaanku sudah tidak sesibuk
sekarang, aku akan secepatnya meng-update riddle2 dan
urban legend di blog ini.
NB: Beberapa detail dalam cerita ini sudah kuubah dari
versi aslinya, terutama bagian akhirnya. Jadi jangan heran
jika cerita ini agak berbeda dengan yang ada di blog
okaruto.
-----------------------------------------------------------
-----------------------
Cerita ini mungkin tidaklah menarik bagi kalian sehingga
aku akan menjaganya tetap sesingkat mungkin. Namun
maaf jika kenyataannya cerita ini terlalu panjang. Inilah
ceritaku.
Pertama, kalian perlu mengetahui bahwa kerasukan atau
diikuti oleh sesuatu yang bukan berasal dari dunia ini
sama sekali tidaklah menyenangkan. Segalanya sangat
berbeda dengan yang biasa kita lihat di televisi.
Berdasarkan pengalamanku sendiri, lepas dari
cengkeraman makhluk semacam itu tidaklah mudah. Satu
atau dua kali upacara pembersihan tidaklah membantu.
Kenyataan ini, walaupun tidak menyenangkan untuk
didengar, perlu kukatakan kepada kalian. Jujur, tak semua
orang yang mengalaminya bisa diselamatkan.
Ceritaku sendiri dimulai dua setengah tahun lalu. Sebelum
kejadian itu, kehidupanku berjalan sangat normal. Dari
luar, kehidupanku amatlah sempurna. Namun masalahnya,
kita takkan pernah tahu kapan semua itu akan direnggut
dari kita. Tak seorangpun tahu.
Kurasa aku harus memulainya dari awal. Pada saat itu,
umurku baru 23 tahun. Aku baru saja mulai bekerja di
sebuah perusahaan di Tokyo. Aku bekerja sangat keras
karena baru saja lulus kuliah dan ingin melakukan
semuanya dengan benar. Perusahaanku itu bukanlah
perusahaan besar dan tak banyak pekerja yang berusia
sama denganku. Dan bisa kalian tebak, di tempat seperti
itu, para pegawai yang sama-sama berusia muda akan
berakhir menjadi sahabat karib.
Satu pemuda yang menjadi sangat dekat denganku
bernama Ogawa. Ia berasal dari wilayah timur laut Jepang
dan sepertinya tahu akan segala hal. Ia tidak memiliki
banyak teman dekat. Bahkan kupikir, mungkin hanya aku
sajalah sahabatnya di sini. Tak ada orang yang berani
mengatakan hal ini di depannya, namun dia itu ... yah,
bisa dibilang agak aneh.
Sebagai contoh, ia akan mengatakan sesuatu seperti:
“Jika kamu melakukan ini, maka ini yang akan terjadi ...”
atau “Dia sedang menuju ke sini ...”. Orang-orang yang
gemar mengatakan hal seperti itu akan dianggap sok tahu,
namun tidak dengan Ogawa. Apapun yang ia katakan pada
akhirnya akan menjadi nyata. Awalnya, aku hanya berpikir
itu semua adalah sebuah lelucon.
Gaji yang kuperoleh dari pekerjaanku ini jauh lebih besar
ketimbang yang biasa kuhabiskan saat kuliah. Karena itu
aku tak pernah menghabiskan waktuku di rumah dan
selalu berakhir pekan dengan berpesta dengan teman-
temanku. Pada permulaan Agustus, Ogawa dan aku
berhasil mendapatkan dua gadis sebagai gebetan kami.
Kami mengajak mereka ke sebuah rumah terbengkalai
yang kabarnya berhantu. Tempat itu memang seram. Aku
merasa merinding hanya dengan berjalan mengelilinginya
dan kami merasa ada sesuatu yang selalu mengawasi
kami sepanjang waktu. Namun tak ada terjadi di sana dan
kami akhirnya pulang setelah merasa bosan.
Tiga hari kemudian, aku sedang bekerja dan seperti hari-
hari lain, aku pulang terlambat. Ada sebuah aturan tak
tertulis di kantorku bahwa pegawai junior tidak
sepantasnya meninggalkan kantor sebelum seluruh
pegawai senior pulang. Ketika aku akhirnya bisa pulang,
tubuhku sudah sangat teramat lelah. Aku berjalan masuk
ke dalam kamar apartemenku, mengunci pintunya, dan
melepaskan sepatuku. Aku tak tahu mengapa, namun
begitu aku melewati cermin, aku melakukan sesuatu yang
seharusnya tidak aku lakukan. Perbuatanku itu sangatlah
bodoh, aku tahu itu. Namun hal itu terlintas begitu saja di
pikiranku dan saat itu aku merasa perlu untuk
melakukannya.
Agar tak membuat kalian bingung, sebaiknya aku
menjelaskannya kondisi tempat tinggalku terlebih dulu.
Apartemenku berjarak 15 menit dari stasiun kereta api.
Kamarku bertipe studio [kamar luas tanpa penyekat]
dengan sebuah lorong pendek menuju pintu masuk.
Cermin itu berada di akhir lorong tersebut. Aku tak mau
membicarakan terlalu banyak detail, namun Ogawa pernah
memberitahuku tentang sebuah ritual kecil yang dapat
kalian lakukan di depan cermin. Ia berkata, “Jika kamu
berdiri di depan sebuah cermin dan membungkuk,
kemudian melihat ke arah kanan, maka ‘sesuatu’ akan
tampak.”
Aku sama sekali tak mengira sesuatu benar-benar akan
terlihat, jadi aku melakukannya. Aku membungkuk di
depan cermin lalu menoleh ke kanan.
Begitu aku menoleh, aku bisa mengatakan ada sesuatu
yang berada tepat di bagian tengah kamar apartemenku.
Apapun itu, ia terlihat sangat aneh.
Tingginya tak lebih dari dua meter. Rambutnya panjang
dan berantakan, menutupi sebagian besar wajahnya.
Kertas-kertas mantera menutupi wajahnya, namun aku tak
bisa mengatakan ada berapa banyak. Ketika aku melihat
pakaiannya, aku cukup yakin pakaian itu sama seperti
yang dipakaikan kepada jenazah pada upacara
pemakaman. Selain itu, ia juga bergerak maju mundur,
seperti meliukkan tubuhnya, secara berulang kali.
Aku membeku saat itu juga. Aku bahkan tak mampu
bersuara. Tubuhku terasa dilumpuhkan oleh rasa takut dan
bingung. Otakku mencoba mecari penjelasan logis tentang
apa yang sebenarnya terjadi dan apakah makhluk itu
sebenarnya. Namun rasanya tak ada penjelasan yang
masuk akal tentang apa yang kulihat saat itu.
Aku ingin kalian mencoba memahami apa yang kualami
saat itu. Coba tutuplah matamu dan bayangkan kalian
berada di sebuah ruangan yang sangat sunyi. Kemudian
bayangkan ada sesuatu yang berdiri di sana,
mengamatimu.
Jelas ritual itulah yang membawa makhluk itu ke sini,
namun aku sama sekali tak mengerti apa yang terjadi saat
itu. Pikiranku terlalu dipenuhi oleh rasa bingung dan takut.
Makhluk itu seperti muncul entah dari mana dan anehnya
lagi, kehadirannya serasa membuat udara di sekitarnya
menjadi biru.
Kamar itu teramat sangat sunyi, sehingga aku merasa
seperti waktu telah berhenti.
Aku akhirnya berkesimpulan bahwa aku secepatnya harus
pergi dari apartemen ini. Sepatuku masih tergeletak di
lantai dan aku segera berusaha menggapainya, sementara
mataku tetap terpaku pada makhluk itu. Aku tak tahu
mengapa, namun aku merasa jika aku memalingkan
wajahku dari makhluk itu, sesuatu yang buruk akan
terjadi. Aku berjalan mundur keluar dari kamar. Biasanya
hanya butuh 3 langkah untuk berjalan keluar dari cermin
itu ke pintu keluar, namun aku berjalan sangat perlahan
dan waktu seakan berjalan lebih lambat. Aku masih bisa
melihat makhluk itu dari cermin, dan aku melihat bahwa
makhluk itu menggerakkan tubuhnya makin cepat, ke
depan dan ke belakang. Aku juga mendengar ia mulai
mengeluarkan suara, seperti rintihan.
Aku tak begitu ingat apa yang terjadi setelah itu. Yang
kutahu, aku sudah berjalan menuju sebuah supermarket
dekat stasiun. Aku lega begitu melihat masih ada banyak
orang di sana. Namun aku masih tak bisa melepaskan
pikiranku terhadap apa yang baru saja terjadi. Sebagian
dari diriku merasa marah, sebab rumahku diinvasi oleh
sesosok makhluk mengerikan. Sementara sebagian lain
dari diriku mencoba tenang untuk mengingat, apakah aku
tadi mengunci kamar apartemenku atau tidak.
Aku terlalu takut untuk pulang ke rumah dan memutuskan
menghabiskan malam di supermarket itu hingga pagi. Aku
pulang ketika fajar telah menyingsing dan melihat kondisi
di dalam kamarku. Makhluk itu telah lenyap. Aku kembali
pergi keluar, mencoba menenangkan diri dengan meneguk
sekaleng kopi dari vending machine. Aku mulai berpikir,
apa tadi malam aku benar-benar melihat sesuatu, ataukah
itu hanya khayalanku saja setelah lelah bekerja seharian?
Hal-hal seperti itu mustahil terjadi kan?
Matahari semakin merangkak naik ke atas ketika aku
menghabiskan kopiku. Langit yang terang benderang
memberikanku kepercayaan diriku dan akupun masuk
kembali ke kamarku. Aku tak melihat apapun sebab tirai
jendela kamarku masih tertutup.
Namun ketakutanku menjadi nyata. Apa yang terjadi tadi
malam bukanlah khayalanku.
Makhluk itu meninggalkan jejak. Tempat dimana makhluk
itu tadi malam berdiri tampak sangat kotor, seperti
tertutup oleh lumpur yang berbau sangat menyesakkan.
Jejak itu telihat seperti bekas kaki. Semua itu
membuktikan bahwa makhluk yang kulihat tadi malam
benar-benar ada.
Aku terhuyung mundur karena rasa takut. Telapak
tanganku mulai berkeringat. Aku mulai menekan tombol
lampu untuk menerangi ruangan, namun itu hanya
membuatku menyadari sesuatu yang tak kalah
mengerikan. Terdapat jejak lumpur yang sama di tombol
lampu, yang kini mengotori jari tanganku yang tadi
kugunakan untuk menekannya.
Untuk sesaat aku merasa putus asa. Namun aku kemudian
menyadari, tak ada yang bisa kulakukan sekarang, jadi
sebaiknya aku menghadapinya saja. Aku yang membawa
“dia” ke sini, jadi ini adalah tanggung jawabku sendiri.
Kupikir aku adalah contoh yang baik dari seseorang
bergolongan darah AB: aku bisa menjadi orang yang
kurang bertanggung jawab, namun aku selalu memiliki
cara untuk mengatasi masalah.
Aku mencuci semua kotoran itu dan pergi mandi.
Bagaimanapun menakutkan pengalaman tadi malam, tetap
saja aku harus bekerja pagi ini. Jadi walaupun aku kurang
tidur tadi malam, aku tetap bersiap-siap untuk berangkat
kerja. Oya, bau itu ... aku melupakan bau menyengat di
kamarku. Aku tetap saja tak bisa menyingkirkan bau
memuakkan itu. Namun aku harus segera mengejar waktu
untuk berangkat kerja, jadi aku berpikir lebih baik
mengatasi masalah itu setelah pulang.
Di kantor, aku berusaha sebaik mungkin untuk melakukan
pekerjaanku dengan normal. Namun aku tahu satu hal,
aku harus berbicara dengan Ogawa. Ia yang
memberitahuku tentang segala proses untuk memanggil
arwah itu. Jadi, mungkin ia bisa memberikan sedikit
nasehat.
Aku baru bisa berbicara dengannya saat makan siang,
namun ia tak bisa memberikan informasi baru kepadaku.
Ia hanya mengatakan hal-hal yang sudah kuketahui. Inilah
percakapanku dengannya saat itu.
“Hei, kau tahu tentang hal yang pernah kau katakan
padaku,” aku duduk di sampingnya, “Ketika kau berdiri di
cermin, membungkuk sedikit, dan menoleh, kemudian hal
yang menakutkan terjadi dan membuat apartemenmu
berbau busuk? Nah, aku melakukannya dan hal itu benar-
benar terjadi.”
“Hah? Apa yang kau maksud?” Ogawa bahkan tampak tak
memperhatikan apa yang baru saja aku katakan.
“Aku serius! Sesuatu, entah itu roh atau apa, datang
setelah aku melakukan apa yang kau katakan.”
“Oh. Oke, kurasa aku tak ingat pernah mengatakannya.” Ia
bahkan sama sekali tak menoleh ke arahku dan terus
menatap makanannya sambil mengunyah, seolah ia
mengatakannya hanya untuk mengusirku.
“Berhentilah bermain-main denganku!” aku memukul meja
dengan telapak tanganku. “Ada sesuatu yang sangat
menakutkan berdiri di dalam rumahku tadi malam!”
“Aku sama sekali tak tahu apa yang kau katakan!” ia
bersikeras, matanya tampak menyipit karena kesal.
“Dan aku juga tak tahu apa yang terjadi!”
Apapun yang kukatakan, tampaknya tidak ada yang
membuatnya serius menanggapiku. Aku tahu, jika aku tak
bisa membuatnya mempercayaiku, maka aku takkan
mampu memperbaiki semua ini. Jadi aku ceritakan semua
yang terjadi tadi malam. Ogawa awalnya tak
mempercayaiku, namun ketika aku menyelesaikan
ceritaku, akhirnya ia mulai menganggap ceritaku serius. Ia
setuju untuk datang ke apartemenku sepulang kerja. Kami
melanjutkan hari kami di kantor dengan bekerja, seolah
tak terjadi apapun. Namun sepanjang hari itu, yang bisa
kupikirkan hanyalah pulang dan membereskan semua
masalah ini.
Ketika kami sampai di apartemenku, waktu sudah
menunjukkan pukul 10 malam. Aku membuka pintu depan,
dan kami langsung diserang dengan bau busuk yang
kucium tadi pagi. Aku dengan bodohnya meninggalkan
rumah dengan jendela tertutup dan dengan suhu
ruanganku yang hangat, aroma itu hanya bertambah buruk.
Akhirnya, aku berhasil membuat Ogawa percaya kepadaku.
Namun yang ia katakan hanyalah, “Apa-apaan ini?”
Aku menduga ia akan memiliki suatu rencana untuk
membantuku, namun nampaknya aku terlalu berharap. Ia
hanya mengatakan bahwa aku harus “disucikan” dan ia
akan mencari orang yang bisa membantuku. Ia seolah
hendak melarikan diri dari tanggung jawab, secara harfiah,
ketika ia meninggalkanku sendirian di kamarku. Akupun
sendirian kembali. Kini harapanku hanyalah semoga salah
satu kenalannya mampu membantu keluar dari semua
masalah ini.
Aku sama sekali tak ingin tidur di kamar apartemenku
malam ini karena bau ini, jadi aku akhirnya bermalam di
sebuah hotel kapsul. Aku tak tahu apakah aku mampu
tinggal di sana lagi.
Hari berikutnya, aku memutuskan membolos kerja dan
mengunjungi sebuah kuil. Aku mengatakan pada biksu di
sana tentang apa yang terjadi denganku, namun
tampaknya ia tak mampu menolongku.
“Saya tidak dilatih untuk hal-hal seperti ini.” Ia masih
mencoba untuk ramah, “Sudahkah anda berpikir untuk
libur sebentar? Mungkin anda hanya mengalami strees
dan butuh waktu untuk menenangkan diri.””
Aku pergi ke hampir semua kuil terkenal di penjuru Tokyo,
namun apa yang mereka katakan semua hampir sama.
Aku akhirnya kelelahan dan siap untuk menyerah. Aku
memutuskan untuk pulang ke Saitama, kampung
halamanku, yang letaknya tak jauh dari Tokyo.
Aku pulang tak hanya untuk bertemu orang tuaku saja.
Aku kesana karena aku mengenal seorang biarawati
bernama Miss Akagi. Aku tak bisa memikirkan orang lain
yang bisa membantuku selain beliau. Aku akan
menceritakan tentangnya agar lebih masuk akal bagi
kalian.
Ibuku berasal dari Nagasaki, dan begitu pula nenekku. Aku
tak tahu, mungkin karena perang atau apa, namun
nenekku adalah seorang penganut Buddha yang amat taat.
Beliau rajin pergi ke kuil seminggu sekali dan di kuil itulah
tinggal Miss Akagi. Beliau di sana bertindak sebagai
kepala biara, atau biksuni, atau apapun kalian ingin
menyebutnya. Aku hanya pernah bertemu dengan Miss
Akagi beberapa kali, namun aku tahu bahwa aku bisa
mempercayai beliau. Miss Akagi bahkan cukup terkenal di
daerah itu. Walaupun di luar sana mungkin banyak dukun2
palsu dan sebagainya, namun ketika kau melihat seperti
apa Miss Akagi, kalian akan tahu bahwa kemampuan
beliau adalah sungguhan.
Miss Akagi sangat lembut dan berbicara dengan ramah
pada semua orang. Ketika aku masih duduk di bangku
SMP, keluargaku memutuskan membeli sebuah tanah dan
membangun rumah di atasnya. Aku tak tahu apa nama
upacara itu, namun kami memiliki suatu kebiasaan untuk
“membersihkan” rumah yang baru saja kami beli atau
bangun. Nenekku memanggil Miss Akagi dan beliau
sendiri yang memimpin upacara tersebut. Ternyata,
menurut beliau banyak hal-hal “buruk” yang berkaitan
dengan tanah itu, namun tak ada yang perlu kami
khawatirkan setelah upacara itu selesai.
Aku tahu aku bisa bergantung pada beliau.
Karena aku menghabiskan hampir seharian berkeliling
mencari pendeta di Tokyo, aku baru sampai di kota asalku
jam 9 malam. Kota ini sebagian besar terdiri atas
bangunan pabrik, jadi tidak seperti Tokyo, tak banyak
orang berkeliaran di malam hari seperti ini.
Aku berjalan dengan cepat dari pemberhentian bus ke
rumah orang tuaku, yang berjarak 20 menit. Jalanan
hampir kosong, kecuali untuk beberapa lampu jalanan
yang masih menyala. Masih teringat jelas di kepalaku apa
yang terjadi tadi malam dan aku tak melihat tanda-tanda
dari makhluk yang menghantui kamarku itu. Namun lebih
buruk lagi, aku mulai merasakan ada yang aneh dengan
diriku.
Walaupun matahari telah terbenam dan suhu udara cukup
dingin, aku merasakan bagian belakang leherku sangat
panas. Sangat sulit untuk menggambarkan bagaimana
rasanya, namun rasanya seperti ada tali yang melingkar
dan digesek-gesekkan ke leherku. Aku mulai meraba
bagian yang panas itu dengan tanganku. Masih terasa
panas. Bulu kudukku mulai berdiri dan aku mulai
mencoba merasakan bagian tubuhku yang lain dengan
telapak tanganku. Semuanya masih terasa sedikit dingin
karena udara malam. Hanya leherku yang terasa panas,
sangat panas. Aku juga mulai merasakan sensasi seperti
disengat.
Aku berhenti berjalan dan mulai berlari ke rumahku.
BERSAMBUNG
Catatan penerjemah (baca baik2 sebelum membaca cerita
ini):
“Real” adalah cerita bersambung yang diambil dari blog
okaruto.tumblr. Cerita ini mengisahkan pengalaman
seorang pemuda yang iseng-iseng melakukan sebuah
ritual memanggil hantu yang berujung pada pengalaman
yang mengerikan. Cerita ini cukup pendek, hanya terdiri
atas 4 bagian. Semuanya akan ku-update setiap seminggu
sekali.
Aku tak yakin cerita ini dikutuk dan aku sendiri juga tak
pernah percaya pada cerita2 yang “katanya” dikutuk.
Namun tepat pada malam saat pertama kali
menerjemahkan cerita ini, aku dihantui mimpi buruk. Aku
tak bisa menceritakan detail mimpiku, namun ada elemen
yang sama dengan cerita yang kuterjemahkan ini. Dan
percayalah, mimpi itu sangat buruk, hingga2 aku
terbangun karena terlalu takut. Hal ini sangat aneh karena
kejadian seperti ini baru pertama kali terjadi, bahkan
sudah bertahun-tahun aku tak pernah mengalami mimpi
buruk.
Bukannya aku ingin menakut-nakuti kalian, namun aku
harus memperingatkan agar kalian jangan terlalu
menghayati cerita ini terlalu dalam. Bacalah saja sambil
lalu.
Dan mungkin karena alasan ini, aku akan berhenti dulu
menerjemahkan cerita2 seram untuk beberapa waktu.
Selain karena kesibukan, aku juga tak ingin hal yang sama
terjadi lagi. Namun jangan khawatir, jika situasi sudah
agak tenang dan jika pekerjaanku sudah tidak sesibuk
sekarang, aku akan secepatnya meng-update riddle2 dan
urban legend di blog ini.
NB: Beberapa detail dalam cerita ini sudah kuubah dari
versi aslinya, terutama bagian akhirnya. Jadi jangan heran
jika cerita ini agak berbeda dengan yang ada di blog
okaruto.
-----------------------------------------------------------
-----------------------
Cerita ini mungkin tidaklah menarik bagi kalian sehingga
aku akan menjaganya tetap sesingkat mungkin. Namun
maaf jika kenyataannya cerita ini terlalu panjang. Inilah
ceritaku.
Pertama, kalian perlu mengetahui bahwa kerasukan atau
diikuti oleh sesuatu yang bukan berasal dari dunia ini
sama sekali tidaklah menyenangkan. Segalanya sangat
berbeda dengan yang biasa kita lihat di televisi.
Berdasarkan pengalamanku sendiri, lepas dari
cengkeraman makhluk semacam itu tidaklah mudah. Satu
atau dua kali upacara pembersihan tidaklah membantu.
Kenyataan ini, walaupun tidak menyenangkan untuk
didengar, perlu kukatakan kepada kalian. Jujur, tak semua
orang yang mengalaminya bisa diselamatkan.
Ceritaku sendiri dimulai dua setengah tahun lalu. Sebelum
kejadian itu, kehidupanku berjalan sangat normal. Dari
luar, kehidupanku amatlah sempurna. Namun masalahnya,
kita takkan pernah tahu kapan semua itu akan direnggut
dari kita. Tak seorangpun tahu.
Kurasa aku harus memulainya dari awal. Pada saat itu,
umurku baru 23 tahun. Aku baru saja mulai bekerja di
sebuah perusahaan di Tokyo. Aku bekerja sangat keras
karena baru saja lulus kuliah dan ingin melakukan
semuanya dengan benar. Perusahaanku itu bukanlah
perusahaan besar dan tak banyak pekerja yang berusia
sama denganku. Dan bisa kalian tebak, di tempat seperti
itu, para pegawai yang sama-sama berusia muda akan
berakhir menjadi sahabat karib.
Satu pemuda yang menjadi sangat dekat denganku
bernama Ogawa. Ia berasal dari wilayah timur laut Jepang
dan sepertinya tahu akan segala hal. Ia tidak memiliki
banyak teman dekat. Bahkan kupikir, mungkin hanya aku
sajalah sahabatnya di sini. Tak ada orang yang berani
mengatakan hal ini di depannya, namun dia itu ... yah,
bisa dibilang agak aneh.
Sebagai contoh, ia akan mengatakan sesuatu seperti:
“Jika kamu melakukan ini, maka ini yang akan terjadi ...”
atau “Dia sedang menuju ke sini ...”. Orang-orang yang
gemar mengatakan hal seperti itu akan dianggap sok tahu,
namun tidak dengan Ogawa. Apapun yang ia katakan pada
akhirnya akan menjadi nyata. Awalnya, aku hanya berpikir
itu semua adalah sebuah lelucon.
Gaji yang kuperoleh dari pekerjaanku ini jauh lebih besar
ketimbang yang biasa kuhabiskan saat kuliah. Karena itu
aku tak pernah menghabiskan waktuku di rumah dan
selalu berakhir pekan dengan berpesta dengan teman-
temanku. Pada permulaan Agustus, Ogawa dan aku
berhasil mendapatkan dua gadis sebagai gebetan kami.
Kami mengajak mereka ke sebuah rumah terbengkalai
yang kabarnya berhantu. Tempat itu memang seram. Aku
merasa merinding hanya dengan berjalan mengelilinginya
dan kami merasa ada sesuatu yang selalu mengawasi
kami sepanjang waktu. Namun tak ada terjadi di sana dan
kami akhirnya pulang setelah merasa bosan.
Tiga hari kemudian, aku sedang bekerja dan seperti hari-
hari lain, aku pulang terlambat. Ada sebuah aturan tak
tertulis di kantorku bahwa pegawai junior tidak
sepantasnya meninggalkan kantor sebelum seluruh
pegawai senior pulang. Ketika aku akhirnya bisa pulang,
tubuhku sudah sangat teramat lelah. Aku berjalan masuk
ke dalam kamar apartemenku, mengunci pintunya, dan
melepaskan sepatuku. Aku tak tahu mengapa, namun
begitu aku melewati cermin, aku melakukan sesuatu yang
seharusnya tidak aku lakukan. Perbuatanku itu sangatlah
bodoh, aku tahu itu. Namun hal itu terlintas begitu saja di
pikiranku dan saat itu aku merasa perlu untuk
melakukannya.
Agar tak membuat kalian bingung, sebaiknya aku
menjelaskannya kondisi tempat tinggalku terlebih dulu.
Apartemenku berjarak 15 menit dari stasiun kereta api.
Kamarku bertipe studio [kamar luas tanpa penyekat]
dengan sebuah lorong pendek menuju pintu masuk.
Cermin itu berada di akhir lorong tersebut. Aku tak mau
membicarakan terlalu banyak detail, namun Ogawa pernah
memberitahuku tentang sebuah ritual kecil yang dapat
kalian lakukan di depan cermin. Ia berkata, “Jika kamu
berdiri di depan sebuah cermin dan membungkuk,
kemudian melihat ke arah kanan, maka ‘sesuatu’ akan
tampak.”
Aku sama sekali tak mengira sesuatu benar-benar akan
terlihat, jadi aku melakukannya. Aku membungkuk di
depan cermin lalu menoleh ke kanan.
Begitu aku menoleh, aku bisa mengatakan ada sesuatu
yang berada tepat di bagian tengah kamar apartemenku.
Apapun itu, ia terlihat sangat aneh.
Tingginya tak lebih dari dua meter. Rambutnya panjang
dan berantakan, menutupi sebagian besar wajahnya.
Kertas-kertas mantera menutupi wajahnya, namun aku tak
bisa mengatakan ada berapa banyak. Ketika aku melihat
pakaiannya, aku cukup yakin pakaian itu sama seperti
yang dipakaikan kepada jenazah pada upacara
pemakaman. Selain itu, ia juga bergerak maju mundur,
seperti meliukkan tubuhnya, secara berulang kali.
Aku membeku saat itu juga. Aku bahkan tak mampu
bersuara. Tubuhku terasa dilumpuhkan oleh rasa takut dan
bingung. Otakku mencoba mecari penjelasan logis tentang
apa yang sebenarnya terjadi dan apakah makhluk itu
sebenarnya. Namun rasanya tak ada penjelasan yang
masuk akal tentang apa yang kulihat saat itu.
Aku ingin kalian mencoba memahami apa yang kualami
saat itu. Coba tutuplah matamu dan bayangkan kalian
berada di sebuah ruangan yang sangat sunyi. Kemudian
bayangkan ada sesuatu yang berdiri di sana,
mengamatimu.
Jelas ritual itulah yang membawa makhluk itu ke sini,
namun aku sama sekali tak mengerti apa yang terjadi saat
itu. Pikiranku terlalu dipenuhi oleh rasa bingung dan takut.
Makhluk itu seperti muncul entah dari mana dan anehnya
lagi, kehadirannya serasa membuat udara di sekitarnya
menjadi biru.
Kamar itu teramat sangat sunyi, sehingga aku merasa
seperti waktu telah berhenti.
Aku akhirnya berkesimpulan bahwa aku secepatnya harus
pergi dari apartemen ini. Sepatuku masih tergeletak di
lantai dan aku segera berusaha menggapainya, sementara
mataku tetap terpaku pada makhluk itu. Aku tak tahu
mengapa, namun aku merasa jika aku memalingkan
wajahku dari makhluk itu, sesuatu yang buruk akan
terjadi. Aku berjalan mundur keluar dari kamar. Biasanya
hanya butuh 3 langkah untuk berjalan keluar dari cermin
itu ke pintu keluar, namun aku berjalan sangat perlahan
dan waktu seakan berjalan lebih lambat. Aku masih bisa
melihat makhluk itu dari cermin, dan aku melihat bahwa
makhluk itu menggerakkan tubuhnya makin cepat, ke
depan dan ke belakang. Aku juga mendengar ia mulai
mengeluarkan suara, seperti rintihan.
Aku tak begitu ingat apa yang terjadi setelah itu. Yang
kutahu, aku sudah berjalan menuju sebuah supermarket
dekat stasiun. Aku lega begitu melihat masih ada banyak
orang di sana. Namun aku masih tak bisa melepaskan
pikiranku terhadap apa yang baru saja terjadi. Sebagian
dari diriku merasa marah, sebab rumahku diinvasi oleh
sesosok makhluk mengerikan. Sementara sebagian lain
dari diriku mencoba tenang untuk mengingat, apakah aku
tadi mengunci kamar apartemenku atau tidak.
Aku terlalu takut untuk pulang ke rumah dan memutuskan
menghabiskan malam di supermarket itu hingga pagi. Aku
pulang ketika fajar telah menyingsing dan melihat kondisi
di dalam kamarku. Makhluk itu telah lenyap. Aku kembali
pergi keluar, mencoba menenangkan diri dengan meneguk
sekaleng kopi dari vending machine. Aku mulai berpikir,
apa tadi malam aku benar-benar melihat sesuatu, ataukah
itu hanya khayalanku saja setelah lelah bekerja seharian?
Hal-hal seperti itu mustahil terjadi kan?
Matahari semakin merangkak naik ke atas ketika aku
menghabiskan kopiku. Langit yang terang benderang
memberikanku kepercayaan diriku dan akupun masuk
kembali ke kamarku. Aku tak melihat apapun sebab tirai
jendela kamarku masih tertutup.
Namun ketakutanku menjadi nyata. Apa yang terjadi tadi
malam bukanlah khayalanku.
Makhluk itu meninggalkan jejak. Tempat dimana makhluk
itu tadi malam berdiri tampak sangat kotor, seperti
tertutup oleh lumpur yang berbau sangat menyesakkan.
Jejak itu telihat seperti bekas kaki. Semua itu
membuktikan bahwa makhluk yang kulihat tadi malam
benar-benar ada.
Aku terhuyung mundur karena rasa takut. Telapak
tanganku mulai berkeringat. Aku mulai menekan tombol
lampu untuk menerangi ruangan, namun itu hanya
membuatku menyadari sesuatu yang tak kalah
mengerikan. Terdapat jejak lumpur yang sama di tombol
lampu, yang kini mengotori jari tanganku yang tadi
kugunakan untuk menekannya.
Untuk sesaat aku merasa putus asa. Namun aku kemudian
menyadari, tak ada yang bisa kulakukan sekarang, jadi
sebaiknya aku menghadapinya saja. Aku yang membawa
“dia” ke sini, jadi ini adalah tanggung jawabku sendiri.
Kupikir aku adalah contoh yang baik dari seseorang
bergolongan darah AB: aku bisa menjadi orang yang
kurang bertanggung jawab, namun aku selalu memiliki
cara untuk mengatasi masalah.
Aku mencuci semua kotoran itu dan pergi mandi.
Bagaimanapun menakutkan pengalaman tadi malam, tetap
saja aku harus bekerja pagi ini. Jadi walaupun aku kurang
tidur tadi malam, aku tetap bersiap-siap untuk berangkat
kerja. Oya, bau itu ... aku melupakan bau menyengat di
kamarku. Aku tetap saja tak bisa menyingkirkan bau
memuakkan itu. Namun aku harus segera mengejar waktu
untuk berangkat kerja, jadi aku berpikir lebih baik
mengatasi masalah itu setelah pulang.
Di kantor, aku berusaha sebaik mungkin untuk melakukan
pekerjaanku dengan normal. Namun aku tahu satu hal,
aku harus berbicara dengan Ogawa. Ia yang
memberitahuku tentang segala proses untuk memanggil
arwah itu. Jadi, mungkin ia bisa memberikan sedikit
nasehat.
Aku baru bisa berbicara dengannya saat makan siang,
namun ia tak bisa memberikan informasi baru kepadaku.
Ia hanya mengatakan hal-hal yang sudah kuketahui. Inilah
percakapanku dengannya saat itu.
“Hei, kau tahu tentang hal yang pernah kau katakan
padaku,” aku duduk di sampingnya, “Ketika kau berdiri di
cermin, membungkuk sedikit, dan menoleh, kemudian hal
yang menakutkan terjadi dan membuat apartemenmu
berbau busuk? Nah, aku melakukannya dan hal itu benar-
benar terjadi.”
“Hah? Apa yang kau maksud?” Ogawa bahkan tampak tak
memperhatikan apa yang baru saja aku katakan.
“Aku serius! Sesuatu, entah itu roh atau apa, datang
setelah aku melakukan apa yang kau katakan.”
“Oh. Oke, kurasa aku tak ingat pernah mengatakannya.” Ia
bahkan sama sekali tak menoleh ke arahku dan terus
menatap makanannya sambil mengunyah, seolah ia
mengatakannya hanya untuk mengusirku.
“Berhentilah bermain-main denganku!” aku memukul meja
dengan telapak tanganku. “Ada sesuatu yang sangat
menakutkan berdiri di dalam rumahku tadi malam!”
“Aku sama sekali tak tahu apa yang kau katakan!” ia
bersikeras, matanya tampak menyipit karena kesal.
“Dan aku juga tak tahu apa yang terjadi!”
Apapun yang kukatakan, tampaknya tidak ada yang
membuatnya serius menanggapiku. Aku tahu, jika aku tak
bisa membuatnya mempercayaiku, maka aku takkan
mampu memperbaiki semua ini. Jadi aku ceritakan semua
yang terjadi tadi malam. Ogawa awalnya tak
mempercayaiku, namun ketika aku menyelesaikan
ceritaku, akhirnya ia mulai menganggap ceritaku serius. Ia
setuju untuk datang ke apartemenku sepulang kerja. Kami
melanjutkan hari kami di kantor dengan bekerja, seolah
tak terjadi apapun. Namun sepanjang hari itu, yang bisa
kupikirkan hanyalah pulang dan membereskan semua
masalah ini.
Ketika kami sampai di apartemenku, waktu sudah
menunjukkan pukul 10 malam. Aku membuka pintu depan,
dan kami langsung diserang dengan bau busuk yang
kucium tadi pagi. Aku dengan bodohnya meninggalkan
rumah dengan jendela tertutup dan dengan suhu
ruanganku yang hangat, aroma itu hanya bertambah buruk.
Akhirnya, aku berhasil membuat Ogawa percaya kepadaku.
Namun yang ia katakan hanyalah, “Apa-apaan ini?”
Aku menduga ia akan memiliki suatu rencana untuk
membantuku, namun nampaknya aku terlalu berharap. Ia
hanya mengatakan bahwa aku harus “disucikan” dan ia
akan mencari orang yang bisa membantuku. Ia seolah
hendak melarikan diri dari tanggung jawab, secara harfiah,
ketika ia meninggalkanku sendirian di kamarku. Akupun
sendirian kembali. Kini harapanku hanyalah semoga salah
satu kenalannya mampu membantu keluar dari semua
masalah ini.
Aku sama sekali tak ingin tidur di kamar apartemenku
malam ini karena bau ini, jadi aku akhirnya bermalam di
sebuah hotel kapsul. Aku tak tahu apakah aku mampu
tinggal di sana lagi.
Hari berikutnya, aku memutuskan membolos kerja dan
mengunjungi sebuah kuil. Aku mengatakan pada biksu di
sana tentang apa yang terjadi denganku, namun
tampaknya ia tak mampu menolongku.
“Saya tidak dilatih untuk hal-hal seperti ini.” Ia masih
mencoba untuk ramah, “Sudahkah anda berpikir untuk
libur sebentar? Mungkin anda hanya mengalami strees
dan butuh waktu untuk menenangkan diri.””
Aku pergi ke hampir semua kuil terkenal di penjuru Tokyo,
namun apa yang mereka katakan semua hampir sama.
Aku akhirnya kelelahan dan siap untuk menyerah. Aku
memutuskan untuk pulang ke Saitama, kampung
halamanku, yang letaknya tak jauh dari Tokyo.
Aku pulang tak hanya untuk bertemu orang tuaku saja.
Aku kesana karena aku mengenal seorang biarawati
bernama Miss Akagi. Aku tak bisa memikirkan orang lain
yang bisa membantuku selain beliau. Aku akan
menceritakan tentangnya agar lebih masuk akal bagi
kalian.
Ibuku berasal dari Nagasaki, dan begitu pula nenekku. Aku
tak tahu, mungkin karena perang atau apa, namun
nenekku adalah seorang penganut Buddha yang amat taat.
Beliau rajin pergi ke kuil seminggu sekali dan di kuil itulah
tinggal Miss Akagi. Beliau di sana bertindak sebagai
kepala biara, atau biksuni, atau apapun kalian ingin
menyebutnya. Aku hanya pernah bertemu dengan Miss
Akagi beberapa kali, namun aku tahu bahwa aku bisa
mempercayai beliau. Miss Akagi bahkan cukup terkenal di
daerah itu. Walaupun di luar sana mungkin banyak dukun2
palsu dan sebagainya, namun ketika kau melihat seperti
apa Miss Akagi, kalian akan tahu bahwa kemampuan
beliau adalah sungguhan.
Miss Akagi sangat lembut dan berbicara dengan ramah
pada semua orang. Ketika aku masih duduk di bangku
SMP, keluargaku memutuskan membeli sebuah tanah dan
membangun rumah di atasnya. Aku tak tahu apa nama
upacara itu, namun kami memiliki suatu kebiasaan untuk
“membersihkan” rumah yang baru saja kami beli atau
bangun. Nenekku memanggil Miss Akagi dan beliau
sendiri yang memimpin upacara tersebut. Ternyata,
menurut beliau banyak hal-hal “buruk” yang berkaitan
dengan tanah itu, namun tak ada yang perlu kami
khawatirkan setelah upacara itu selesai.
Aku tahu aku bisa bergantung pada beliau.
Karena aku menghabiskan hampir seharian berkeliling
mencari pendeta di Tokyo, aku baru sampai di kota asalku
jam 9 malam. Kota ini sebagian besar terdiri atas
bangunan pabrik, jadi tidak seperti Tokyo, tak banyak
orang berkeliaran di malam hari seperti ini.
Aku berjalan dengan cepat dari pemberhentian bus ke
rumah orang tuaku, yang berjarak 20 menit. Jalanan
hampir kosong, kecuali untuk beberapa lampu jalanan
yang masih menyala. Masih teringat jelas di kepalaku apa
yang terjadi tadi malam dan aku tak melihat tanda-tanda
dari makhluk yang menghantui kamarku itu. Namun lebih
buruk lagi, aku mulai merasakan ada yang aneh dengan
diriku.
Walaupun matahari telah terbenam dan suhu udara cukup
dingin, aku merasakan bagian belakang leherku sangat
panas. Sangat sulit untuk menggambarkan bagaimana
rasanya, namun rasanya seperti ada tali yang melingkar
dan digesek-gesekkan ke leherku. Aku mulai meraba
bagian yang panas itu dengan tanganku. Masih terasa
panas. Bulu kudukku mulai berdiri dan aku mulai
mencoba merasakan bagian tubuhku yang lain dengan
telapak tanganku. Semuanya masih terasa sedikit dingin
karena udara malam. Hanya leherku yang terasa panas,
sangat panas. Aku juga mulai merasakan sensasi seperti
disengat.
Aku berhenti berjalan dan mulai berlari ke rumahku.
BERSAMBUNG
0
2.2K
1
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan