- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- Lounge Pictures
Inilah Yang Terjadi Jika Kita Meninggal Dunia Di Makkah


TS
ikhsan.bakhri
Inilah Yang Terjadi Jika Kita Meninggal Dunia Di Makkah

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Semoga Gak Repost
Biasanya jika seorang meninggal dunia di Makkah, sudah tentu jenazahnya tidak akan dibawa pulang ke negara asalnya, tetapi akan dikebumikan di sana. Ini boleh dianggap satu peluang yang diberikan Allah SWT untuk disemadikan di Makkah. Orang yang meninggal di sana, adalah sewaktu sedang mengerjakan ibadah umrah dan haji. Di bawah ini kita akan melihat proses yang dilakukan terdapat jenazah yang meninggal dunia di Makkah. Yuk kita lihat prosesnya di bawah ini.
Spoiler for :

Mobil Ambulance Mekkah pembawa Jenazah
Spoiler for :

Jenazah kita akan disusun di bawah tempat Muazzin ( bilal ) di dalam Masjidil Haram sebelum di solatkan.
Spoiler for :
Quote:

Jenazah siap dikebumikan setelah melalui proses, solat jenazah dan lain lain.
Spoiler for :

Setelah jenazah dikebumikan tidak seperti halnya di Indonesia yang menggunakan batu nisan, di mekah semua pengkebumian tidak menggunakan batu nisan.
Cerita MENGURUSKAN SHOLAT JENAZAH DI MASJIDIL HARAM, MEKAH
Oleh M. Julius St
Oleh M. Julius St



Spoiler for Info Lengkap:
Hampir setiap hari, sesudah shalat fardhu, jamaah haji yang ikut shalat di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi akan mengikuti shalat jenazah. Jumlah jenazah yang dishalati sering berjumlah lebih dari satu orang, bahkan kadang kala hingga berjumlah belasan jenazah. Sebagian besar jenazah-jenazah itu adalah jamaah haji yang berasal dari berbagai negara, sebagian lainnya berasal dari penduduk setempat.
Jenazah-jenazah itu apabila meninggal dunia di Medinah, maka ia akan dimakamkan di Makam Baqi’. Di Mekah, jenazah-jenazah itu umumnya dimakamkan di Makam Ma’la, namun bila sudah penuh, maka jenazah akan dimakamkan di Makam Siroyai, pemakaman dekat Jabal Nur.
Kita bisa memperkirakan jumlah jamaah yang ikut menshalati jenazah dalam masjid-masjid itu. Setidaknya 400-an ribu orang, di tanah air tidak mungkin jumlah itu bisa tercapai, kecuali apabila yang meninggal seorang tokoh besar.
Pertanyaan yang berkecamuk dalam diri jamaah shalat adalah bagaimanakah caranya sehingga jenazah itu dapat dishalatkan di Masjidil Haram atau di Masjid Nabawi.
Bila seorang jamaah haji Indonesia meninggal dunia, maka ada dua kemungkinan tempat meninggalnya, di maktab atau di rumah sakit (BPHI atau RS Arab Saudi). Sebenarnya untuk mengurus jenazah di manapun meninggal dunia, pihak yang bertanggung jawab adalah pengelola maktab, karena maktab setidaknya yang menyimpan semua data jamaah haji, diantaranya paspor. Tidak sedikit maktab yang memanfaatkan kesempatan dalam kesedihan keluarga atau teman jamaah haji yang meninggal dunia. Kadangkala maktab akan memungut biaya pengurusan jenazah mulai dari mensucikan, mengkafani, menyolatkan (apalagi kalau keluarga ingin dishalatkan di Masjidiil Haram atau Masjid Nabawi) hingga penguburan jenazah, yang besarnya sekenanya, misalnya SR 1.500,00. Padahal, kalau kita tahu yayasan yang mengurusi jenazah di Mekah, maka tidak dipungut biaya sepeserpun.
Di Mekah ada beberapa yayasan yang mengurusi jenazah ini, setahu penulis ada dua, yaitu yayasan Al-Muhajirin dan Darut Tauhid. Yayasan-yayasan ini menyediakan semua fasilitas yang dibutuhkan oleh jenazah mulai dari peyimpanan hingga penguburan jenazah di pemakaman yang disediakan secara gratis. Mereka memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya, layaknya merawat jenazah keluarga sendiri. Pangkalan mereka berada di Rumah Sakit-Rumah Sakit Mekah. Kita dapat menghubungi mereka cukup dengan menelepon ke nomor telepon yang mereka miliki diantaranya adalah yayasan Muhajirin di Mekah: 0504 542 737, 0555 539 987. Mereka akan mendatangi tempat meninggal dunia-meyimpan-mensucikan-mengkafani-menyolatkan di Masjidil Haram-mengubur jenazah.
Penulis pernah mengalami dua kali mengurus jenazah yang memperoleh layanan yayasan-yayasan ini. Pertama pada tahun 1427 H, yaitu pada saat salah satu jamaah haji rombongan penulis mengalami kecelakaan di depan Masjid Namirah Arafah, sedang yang kedua adalah pada tahun 1428 H ketika seorang jamaah haji meninggal dunia di Rumah Sakit Zahir Mekah.
Pada kejadian pertama, berawal dari dua bus yang bertabrakan, penunpang yang duduk di bagian kanan belakang tertabrak bus sehingga penumpangnya diduga meninggal di tempat kejadian. Setelah polisi datang, 20 menit kemudian datang juga ambulans, petugas ambulans memeriksa beberapa penumpang yang dianggap parah. Salah satu penumpang (rombongan penulis) dimasukkan dan diangkut dalam ambulans dibawa ke rumah sakit, rumah sakit yang dituju adalah rumah sakit Zahir Mekah. Pada saat itu penulis kebetulan ikut berada dalam ambulans. Sesampainya di rumah sakit, dinyatakan meninggal dunia, lalu langsung dimasukkan ke dalam kamar jenazah. Oleh penerima di kamar jenazah itu dikatakan bahwa segala urusan yang berkaitan dengan jenazah akan diselesaikan oleh pihak yayasan yang bernama Muhajirin tanpa dipungut biaya apapun, sedang masalah administrasi diurus oleh keluarga jamaah.
Untuk keperluan administrasi itu dilakukan dengan menghubungi ketua kloter, dokter kloter dan maktab. Hubungan dengan maktab diperlukan karena paspor jamaah yang meninggal disimpan oleh maktab. Bersama dengan ketua dan dokter kloter dan salah satu petugas maktab mendatangi Daker Mekah untuk menentukan langkah terbaik, agar jenazah dapat secepatnya ditindaklanjuti. Karena kematian disebabkan oleh kecelakaan maka untuk membawa keluar jenazah dari kamar jenazah, diperlukan surat keterangan dari polisi lalu lintas, yang harus diurus sendiri oleh keluarga atau yang mewakili. Pada saat berada di kantor kepolisian ini, dua sopir bus yang bertabrakan tadi sudah dimasukkan ke dalam tahanan polisi.
Berbekal surat keterangan kepolisian ini, jenazah dijinkan dikeluarkan dari kamar jenazah. Oleh yayasan Muhajirin, jenazah diangkut dengan ambulans mereka, dibawa ke tempat penyucian yang terletak di daerah dekat Ajiziah untuk dimandikan dan dikafani. Selanjutnya dengan ambulans yang sama, jenazah dibawa ke Masjidil Haram melalui pintu satu, Pintu Abdul Aziz. Sementara jenazah dishalatkan di Masjidil Haram, ambulans menunggu di jalan Ajyad Sud.
Sesudah dishalatkan, jenazah dibawa menuju ke ambulans dengan didampingi keluarga dan jamaah lain masuk ke dalam ambulans juga, yang selanjutnya diangkut menuju ke pemakaman Siroyai dekat Jabal Nur, Mekah. Semua proses pengusungan jenazah dilakukan oleh jamaah kloter yang juga teman-taman jenazah. Dalam proses pemakaman jenazah ada suatu peristiwa yang amat menyentuh hati dan emosi pengantar jenazah. Sesaat setelah prosesi pamakaman selesai, ada salah satu jamaah yang memberikan uang lelah kepada sopir ambulans, karena dianggap oleh jamaah tadi bahwa selama dalam proses pengangkutan jenazah mulai dari rumah sakit hingga ke tempat pemakaman tidak mengeluarkan biaya apapun. Apa yang dilakukan oleh sopir?. Sambil mengangkat kedua tangan seperti layaknya orang berdoa, sopir mengatakan bahwa kami bekerja karena Allah dan tidak boleh menerima imbalan apapun. Subhanallah. Dalam benak penulis kapan kita dapat melakukan yang demikian di Indonesia.
Surat keterangan kematian yang disebut (COD = Certificate of Death) perlu dimintakan kepada Daker melalui dokter kloter. Ini berguna untuk pengurusan asuransi, untuk di tanah air dan di Arab Saudi. Asuransi kematian jamaah haji yang disebabkan karena kecelakaan akan memperoleh dua kali BPIH, sedang kematian biasa, misalnya karena sakit akan memperoleh satu kali BPIH dan akan diberikan di Tanah Air.
Kejadian kedua terjadi pada tahun 1428 H. Salah satu jamaah meninggal dunia di rumah sakit Zahir. Informasi kematian jenazah diperoleh dari maktab. Berbekal pengalaman mengurus jenazah pada tahun sebelumnya, penulis berupaya agar jenazah dapat dishalatkan di Masjidil Haram dan kepastian tempat pemakaman. Di saat kita akan mengurus jenazah dan berkumpul di kantor maktab, dengan mengutarakan niat untuk menshalatkan jenazah di Masjidil Haram, ada salah satu pengurus maktab yang mengatakan bahwa agar jenazah dapat dishalatkan di Masjidil Haram dengan harus membayar ke maktab sebesar SR 1.000,00, sambil menunjukkan paspor jenazah yang dia pegang. Nampaknya petugas ini telah terbiasa dengan pungutan-pungutan semacam ini sehingga tanpa malu memanfaatkan kesempatan dalam suasana kesedihan.
Padahal dalam situasi semacam ini, menurut penulis atau etika budaya Indonesia tidak selayaknya kalau kita membicarakan masalah biaya ini. Konsentrasi harus tertuju pada urusan jenazah.
Penulis bersama-sama dengan beberapa jamaah termasuk ketua kloter berangkat menuju ke rumah sakit Zahir dengan menggunakan kendaraan sendiri (sedan milik teman). Sesampainya di rumah sakit, kita tidak bisa mengurus jenazah sebelum menunjukkan paspor jenazah kepada petugas kamar mayat, sedang paspor dibawa oleh petugas maktab. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan jamaah yang mengurus jenazah. Di dinding-dinding kamar penerimaan jenazah terdapat tulisan-tulisan semacam banner yang menginformasikan tentang nama yayasan (namanya yayasan Darut Tauhid) dan pelayanan jenazah diberikan secara gratis (Khoiriyah). Belum selesai urusan jenazah, petugas maktab berulangkali menagih uang seribu real.
Sesudah ditunjukkan paspor, dan untuk memastikan jenazah maka beberapa keluarga dan jamaah mengecek kebenaran jenazah. Selanjutnya jenazah dibawa ke suatu tempat penyucian dengan menggunakan ambulans yang dikemudikan oleh sopir yayasan. Beberapa jamaah juga ikut mendampingi jenazah dalam ambulans. Setibanya di tempat penyucian, salah satu (hanya satu orang!) keluarga diperbolehkan ikut memandikan jenazah, sementara jamaah lainnya menunggu selesainya penyucian dan pengkafanan. Saat pengkafanan selesai, maka petugas memberitahu jamaah lainnya, dan jenazah siap diberangkatkan menuju ke Masjidil Haram, yang umumnya berangkat satu atau dua jam menjelang waktu masuk shalat wajib. Pada saat menjelang berangkat, sebaiknya jamaah pengantar mengambil wudhu di tempat penyucian tersebut, agar setibanya di Masjidil Haram tidak mencari tempat wudhu lagi, dan jamaah lainnya yang tidak ikut dalam rombongan pengantar ini diberitahu bahwa jenazah sudah berangkat agar bersiap untuk mengikuti shalat jenazah di Masjidil Haram.
Beberapa jamaah masuk ke dalam mobil ambulans yang membawa jenazah menuju ke Masjidil Haram, pada saat itu pukul 14.30. Ambulans berjalan menuju ke jalan ajyad dan berhenti di Ajyad Sud. Jenazah diusung masuk ke dalam Masjidil Haram menggunakan tandu yang telah tersedia dalam ambulans dan ditempatkan dipinggiran setentang dengan antara Rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad menunggu masuk waktu shalat. Hati penulis menjadi trenyuh saat shalat jenazah ditunaikan setelah shalat Ashar, terlihat ratusan ribu jamaah mengikuti shalat jenazah yang pada saat itu ada 12 jenazah. Penulis berpikir, tidak mungkin shalat jenazah dapat diikuti oleh ratusan ribu jamaah bila meninggal di tanah air kalau bukan tokoh penting. Mungkinkah saat kita meninggal dapat dishalati oleh ratusan ribu jamaah semacam itu?.
Jenazah-jenazah diusung keluar oleh keluarga dan jamaah lain yang berasal dari negara masing-masing jenazah, sebagian besar melalui pintu satu, namun sebagian melalui pintu lainnya karena pintu satu penuh dengan jamaah haji yang pulang ke rumah masing-masing. Tidak sedikit jamaah haji yang ikut mengusung jenazah tanpa melihat jenazah itu berasal dari negara mana. Mereka bergantian membawa jenazah menuju ambulans yang diparkir di Ajyad Sud dan sopir yang dari tadi menunggu selesainya shalat jenazah. Salah satu diantara jenazah-jenazah adalah jenazah jamaah kloter 82 SUB. Sesudah jenazah-jenazah dimasukkan ke dalam beberapa mobil ambulans, beberapa jamaah juga ikut masuk ke dalam ambulans termasuk beberapa jamaah dari negara lain, selama ambulans masih mencukupi siapapun diperbolehkan untuk mengikuti ke pemakaman. Sopir secepatnya melajukan kendaraan menuju ke Pemakaman Siroyai, melewati terowongan dan Mina, 20 menit kemudian telah sampai di Siroyai. Dalam perjalanan ini, sopir ambulans memberitahu bahwa dalam mengurusi jenazah ini tidak dipungut biaya sepeserpun, juga diberitahu jika dimintai uang oleh maktab maka tidak usah diberi. Yayasan telah didanai oleh beberapa orang kaya dan perusahaan.
Sementara itu, beberapa jamaah kloter 82 SUB juga ikut berangkat menuju ke Siroyai menggunakan kendaraan lain yang diparkir di daerah Ajyad Bir Balila.
Sesampainya di pamakaman, petugas atau mungkin pegawai pekamanan telah menunggu jenazah-jenazah yang berdatangan. Petugas ini memberikan aba-aba dan menunjukkan tempat ambulans harus berhenti, mendekati lubang-lubang jenazah yang telah disiapkan berjajar dan belum terisi, yang bentuknya semacam maaf septictank.
Jamaah mengusung, menurunkan dan menempatkan jenazah dekat lubang yang masih kosong. Dua orang turun ke dalam lubang menggunakan tangga, sementara lainnya yang berada di atas bersiap-siap menurunkan jenazah. Dengan menggunakan matras dari busa yang digunakan sebagai alas jenazah, jenazah diusung dan diturunkan ke dalam lubang, dua orang yang berada dalam lubang menerima jenazah.
Sementara petugas memberikan aba-aba yang harus dilakukan oleh dua orang yang berada di lubang kubur. Jenazah dihadapkan ke kiblat dengan memiringkan tubuh, setelah selesai, dua orang tadi naik ke atas menggunakan tangga. Para petugas mengambil tutup lubang yang terbuat dari beton cor, dan menutupkannya di atas lubang. Mereka mengambil beberapa ciduk air, lalu disiramkan ke atas tanah yang akan digunakan untuk menutupi pinggir penutup agar tidak bertebaran tanah yang berdebu. Setelah pinggiran tutup sudah ditutupi dengan tanah yang disiram tadi, selesailah prosesi pemakaman, dan selanjutnya jamaah berdoa dengan menghadap kiblat. Prosesi pemakaman ini, jika dihitung hanya membutuhkan waktu 10 menit.
Selanjutnya, jamaah kembali ke maktab dengan menggunakan ambulans dan mobil lainnya. Pukul 5.30 semua jamaah pengantar jenazah telah tiba di maktab dengan perasaan masing-masing yang mereka bawa.
Petugas kloter telah mengurusi surat-surat yang diperlukan untuk mengurusi asuransi kematian di tanah air, diantaranya adalah COD (Certificate of Death), dan diberikan kepada keluarga beserta paspor almarhum.
Jenazah-jenazah itu apabila meninggal dunia di Medinah, maka ia akan dimakamkan di Makam Baqi’. Di Mekah, jenazah-jenazah itu umumnya dimakamkan di Makam Ma’la, namun bila sudah penuh, maka jenazah akan dimakamkan di Makam Siroyai, pemakaman dekat Jabal Nur.
Kita bisa memperkirakan jumlah jamaah yang ikut menshalati jenazah dalam masjid-masjid itu. Setidaknya 400-an ribu orang, di tanah air tidak mungkin jumlah itu bisa tercapai, kecuali apabila yang meninggal seorang tokoh besar.
Pertanyaan yang berkecamuk dalam diri jamaah shalat adalah bagaimanakah caranya sehingga jenazah itu dapat dishalatkan di Masjidil Haram atau di Masjid Nabawi.
Bila seorang jamaah haji Indonesia meninggal dunia, maka ada dua kemungkinan tempat meninggalnya, di maktab atau di rumah sakit (BPHI atau RS Arab Saudi). Sebenarnya untuk mengurus jenazah di manapun meninggal dunia, pihak yang bertanggung jawab adalah pengelola maktab, karena maktab setidaknya yang menyimpan semua data jamaah haji, diantaranya paspor. Tidak sedikit maktab yang memanfaatkan kesempatan dalam kesedihan keluarga atau teman jamaah haji yang meninggal dunia. Kadangkala maktab akan memungut biaya pengurusan jenazah mulai dari mensucikan, mengkafani, menyolatkan (apalagi kalau keluarga ingin dishalatkan di Masjidiil Haram atau Masjid Nabawi) hingga penguburan jenazah, yang besarnya sekenanya, misalnya SR 1.500,00. Padahal, kalau kita tahu yayasan yang mengurusi jenazah di Mekah, maka tidak dipungut biaya sepeserpun.
Di Mekah ada beberapa yayasan yang mengurusi jenazah ini, setahu penulis ada dua, yaitu yayasan Al-Muhajirin dan Darut Tauhid. Yayasan-yayasan ini menyediakan semua fasilitas yang dibutuhkan oleh jenazah mulai dari peyimpanan hingga penguburan jenazah di pemakaman yang disediakan secara gratis. Mereka memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya, layaknya merawat jenazah keluarga sendiri. Pangkalan mereka berada di Rumah Sakit-Rumah Sakit Mekah. Kita dapat menghubungi mereka cukup dengan menelepon ke nomor telepon yang mereka miliki diantaranya adalah yayasan Muhajirin di Mekah: 0504 542 737, 0555 539 987. Mereka akan mendatangi tempat meninggal dunia-meyimpan-mensucikan-mengkafani-menyolatkan di Masjidil Haram-mengubur jenazah.
Penulis pernah mengalami dua kali mengurus jenazah yang memperoleh layanan yayasan-yayasan ini. Pertama pada tahun 1427 H, yaitu pada saat salah satu jamaah haji rombongan penulis mengalami kecelakaan di depan Masjid Namirah Arafah, sedang yang kedua adalah pada tahun 1428 H ketika seorang jamaah haji meninggal dunia di Rumah Sakit Zahir Mekah.
Pada kejadian pertama, berawal dari dua bus yang bertabrakan, penunpang yang duduk di bagian kanan belakang tertabrak bus sehingga penumpangnya diduga meninggal di tempat kejadian. Setelah polisi datang, 20 menit kemudian datang juga ambulans, petugas ambulans memeriksa beberapa penumpang yang dianggap parah. Salah satu penumpang (rombongan penulis) dimasukkan dan diangkut dalam ambulans dibawa ke rumah sakit, rumah sakit yang dituju adalah rumah sakit Zahir Mekah. Pada saat itu penulis kebetulan ikut berada dalam ambulans. Sesampainya di rumah sakit, dinyatakan meninggal dunia, lalu langsung dimasukkan ke dalam kamar jenazah. Oleh penerima di kamar jenazah itu dikatakan bahwa segala urusan yang berkaitan dengan jenazah akan diselesaikan oleh pihak yayasan yang bernama Muhajirin tanpa dipungut biaya apapun, sedang masalah administrasi diurus oleh keluarga jamaah.
Untuk keperluan administrasi itu dilakukan dengan menghubungi ketua kloter, dokter kloter dan maktab. Hubungan dengan maktab diperlukan karena paspor jamaah yang meninggal disimpan oleh maktab. Bersama dengan ketua dan dokter kloter dan salah satu petugas maktab mendatangi Daker Mekah untuk menentukan langkah terbaik, agar jenazah dapat secepatnya ditindaklanjuti. Karena kematian disebabkan oleh kecelakaan maka untuk membawa keluar jenazah dari kamar jenazah, diperlukan surat keterangan dari polisi lalu lintas, yang harus diurus sendiri oleh keluarga atau yang mewakili. Pada saat berada di kantor kepolisian ini, dua sopir bus yang bertabrakan tadi sudah dimasukkan ke dalam tahanan polisi.
Berbekal surat keterangan kepolisian ini, jenazah dijinkan dikeluarkan dari kamar jenazah. Oleh yayasan Muhajirin, jenazah diangkut dengan ambulans mereka, dibawa ke tempat penyucian yang terletak di daerah dekat Ajiziah untuk dimandikan dan dikafani. Selanjutnya dengan ambulans yang sama, jenazah dibawa ke Masjidil Haram melalui pintu satu, Pintu Abdul Aziz. Sementara jenazah dishalatkan di Masjidil Haram, ambulans menunggu di jalan Ajyad Sud.
Sesudah dishalatkan, jenazah dibawa menuju ke ambulans dengan didampingi keluarga dan jamaah lain masuk ke dalam ambulans juga, yang selanjutnya diangkut menuju ke pemakaman Siroyai dekat Jabal Nur, Mekah. Semua proses pengusungan jenazah dilakukan oleh jamaah kloter yang juga teman-taman jenazah. Dalam proses pemakaman jenazah ada suatu peristiwa yang amat menyentuh hati dan emosi pengantar jenazah. Sesaat setelah prosesi pamakaman selesai, ada salah satu jamaah yang memberikan uang lelah kepada sopir ambulans, karena dianggap oleh jamaah tadi bahwa selama dalam proses pengangkutan jenazah mulai dari rumah sakit hingga ke tempat pemakaman tidak mengeluarkan biaya apapun. Apa yang dilakukan oleh sopir?. Sambil mengangkat kedua tangan seperti layaknya orang berdoa, sopir mengatakan bahwa kami bekerja karena Allah dan tidak boleh menerima imbalan apapun. Subhanallah. Dalam benak penulis kapan kita dapat melakukan yang demikian di Indonesia.
Surat keterangan kematian yang disebut (COD = Certificate of Death) perlu dimintakan kepada Daker melalui dokter kloter. Ini berguna untuk pengurusan asuransi, untuk di tanah air dan di Arab Saudi. Asuransi kematian jamaah haji yang disebabkan karena kecelakaan akan memperoleh dua kali BPIH, sedang kematian biasa, misalnya karena sakit akan memperoleh satu kali BPIH dan akan diberikan di Tanah Air.
Kejadian kedua terjadi pada tahun 1428 H. Salah satu jamaah meninggal dunia di rumah sakit Zahir. Informasi kematian jenazah diperoleh dari maktab. Berbekal pengalaman mengurus jenazah pada tahun sebelumnya, penulis berupaya agar jenazah dapat dishalatkan di Masjidil Haram dan kepastian tempat pemakaman. Di saat kita akan mengurus jenazah dan berkumpul di kantor maktab, dengan mengutarakan niat untuk menshalatkan jenazah di Masjidil Haram, ada salah satu pengurus maktab yang mengatakan bahwa agar jenazah dapat dishalatkan di Masjidil Haram dengan harus membayar ke maktab sebesar SR 1.000,00, sambil menunjukkan paspor jenazah yang dia pegang. Nampaknya petugas ini telah terbiasa dengan pungutan-pungutan semacam ini sehingga tanpa malu memanfaatkan kesempatan dalam suasana kesedihan.
Padahal dalam situasi semacam ini, menurut penulis atau etika budaya Indonesia tidak selayaknya kalau kita membicarakan masalah biaya ini. Konsentrasi harus tertuju pada urusan jenazah.
Penulis bersama-sama dengan beberapa jamaah termasuk ketua kloter berangkat menuju ke rumah sakit Zahir dengan menggunakan kendaraan sendiri (sedan milik teman). Sesampainya di rumah sakit, kita tidak bisa mengurus jenazah sebelum menunjukkan paspor jenazah kepada petugas kamar mayat, sedang paspor dibawa oleh petugas maktab. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan jamaah yang mengurus jenazah. Di dinding-dinding kamar penerimaan jenazah terdapat tulisan-tulisan semacam banner yang menginformasikan tentang nama yayasan (namanya yayasan Darut Tauhid) dan pelayanan jenazah diberikan secara gratis (Khoiriyah). Belum selesai urusan jenazah, petugas maktab berulangkali menagih uang seribu real.
Sesudah ditunjukkan paspor, dan untuk memastikan jenazah maka beberapa keluarga dan jamaah mengecek kebenaran jenazah. Selanjutnya jenazah dibawa ke suatu tempat penyucian dengan menggunakan ambulans yang dikemudikan oleh sopir yayasan. Beberapa jamaah juga ikut mendampingi jenazah dalam ambulans. Setibanya di tempat penyucian, salah satu (hanya satu orang!) keluarga diperbolehkan ikut memandikan jenazah, sementara jamaah lainnya menunggu selesainya penyucian dan pengkafanan. Saat pengkafanan selesai, maka petugas memberitahu jamaah lainnya, dan jenazah siap diberangkatkan menuju ke Masjidil Haram, yang umumnya berangkat satu atau dua jam menjelang waktu masuk shalat wajib. Pada saat menjelang berangkat, sebaiknya jamaah pengantar mengambil wudhu di tempat penyucian tersebut, agar setibanya di Masjidil Haram tidak mencari tempat wudhu lagi, dan jamaah lainnya yang tidak ikut dalam rombongan pengantar ini diberitahu bahwa jenazah sudah berangkat agar bersiap untuk mengikuti shalat jenazah di Masjidil Haram.
Beberapa jamaah masuk ke dalam mobil ambulans yang membawa jenazah menuju ke Masjidil Haram, pada saat itu pukul 14.30. Ambulans berjalan menuju ke jalan ajyad dan berhenti di Ajyad Sud. Jenazah diusung masuk ke dalam Masjidil Haram menggunakan tandu yang telah tersedia dalam ambulans dan ditempatkan dipinggiran setentang dengan antara Rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad menunggu masuk waktu shalat. Hati penulis menjadi trenyuh saat shalat jenazah ditunaikan setelah shalat Ashar, terlihat ratusan ribu jamaah mengikuti shalat jenazah yang pada saat itu ada 12 jenazah. Penulis berpikir, tidak mungkin shalat jenazah dapat diikuti oleh ratusan ribu jamaah bila meninggal di tanah air kalau bukan tokoh penting. Mungkinkah saat kita meninggal dapat dishalati oleh ratusan ribu jamaah semacam itu?.
Jenazah-jenazah diusung keluar oleh keluarga dan jamaah lain yang berasal dari negara masing-masing jenazah, sebagian besar melalui pintu satu, namun sebagian melalui pintu lainnya karena pintu satu penuh dengan jamaah haji yang pulang ke rumah masing-masing. Tidak sedikit jamaah haji yang ikut mengusung jenazah tanpa melihat jenazah itu berasal dari negara mana. Mereka bergantian membawa jenazah menuju ambulans yang diparkir di Ajyad Sud dan sopir yang dari tadi menunggu selesainya shalat jenazah. Salah satu diantara jenazah-jenazah adalah jenazah jamaah kloter 82 SUB. Sesudah jenazah-jenazah dimasukkan ke dalam beberapa mobil ambulans, beberapa jamaah juga ikut masuk ke dalam ambulans termasuk beberapa jamaah dari negara lain, selama ambulans masih mencukupi siapapun diperbolehkan untuk mengikuti ke pemakaman. Sopir secepatnya melajukan kendaraan menuju ke Pemakaman Siroyai, melewati terowongan dan Mina, 20 menit kemudian telah sampai di Siroyai. Dalam perjalanan ini, sopir ambulans memberitahu bahwa dalam mengurusi jenazah ini tidak dipungut biaya sepeserpun, juga diberitahu jika dimintai uang oleh maktab maka tidak usah diberi. Yayasan telah didanai oleh beberapa orang kaya dan perusahaan.
Sementara itu, beberapa jamaah kloter 82 SUB juga ikut berangkat menuju ke Siroyai menggunakan kendaraan lain yang diparkir di daerah Ajyad Bir Balila.
Sesampainya di pamakaman, petugas atau mungkin pegawai pekamanan telah menunggu jenazah-jenazah yang berdatangan. Petugas ini memberikan aba-aba dan menunjukkan tempat ambulans harus berhenti, mendekati lubang-lubang jenazah yang telah disiapkan berjajar dan belum terisi, yang bentuknya semacam maaf septictank.
Jamaah mengusung, menurunkan dan menempatkan jenazah dekat lubang yang masih kosong. Dua orang turun ke dalam lubang menggunakan tangga, sementara lainnya yang berada di atas bersiap-siap menurunkan jenazah. Dengan menggunakan matras dari busa yang digunakan sebagai alas jenazah, jenazah diusung dan diturunkan ke dalam lubang, dua orang yang berada dalam lubang menerima jenazah.
Sementara petugas memberikan aba-aba yang harus dilakukan oleh dua orang yang berada di lubang kubur. Jenazah dihadapkan ke kiblat dengan memiringkan tubuh, setelah selesai, dua orang tadi naik ke atas menggunakan tangga. Para petugas mengambil tutup lubang yang terbuat dari beton cor, dan menutupkannya di atas lubang. Mereka mengambil beberapa ciduk air, lalu disiramkan ke atas tanah yang akan digunakan untuk menutupi pinggir penutup agar tidak bertebaran tanah yang berdebu. Setelah pinggiran tutup sudah ditutupi dengan tanah yang disiram tadi, selesailah prosesi pemakaman, dan selanjutnya jamaah berdoa dengan menghadap kiblat. Prosesi pemakaman ini, jika dihitung hanya membutuhkan waktu 10 menit.
Selanjutnya, jamaah kembali ke maktab dengan menggunakan ambulans dan mobil lainnya. Pukul 5.30 semua jamaah pengantar jenazah telah tiba di maktab dengan perasaan masing-masing yang mereka bawa.
Petugas kloter telah mengurusi surat-surat yang diperlukan untuk mengurusi asuransi kematian di tanah air, diantaranya adalah COD (Certificate of Death), dan diberikan kepada keluarga beserta paspor almarhum.
Sugguh sebuah berkah, untuk bisa dimakamkan di tanah suci
Diubah oleh ikhsan.bakhri 11-11-2014 20:11


4iinch memberi reputasi
1
58.6K
Kutip
89
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan