- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Wow Buat Website DPR RI Rp 9,7 Miliar


TS
diah053
Wow Buat Website DPR RI Rp 9,7 Miliar

Quote:
Original Posted By 1
Mungkin hingga detik ini pembicaraan website DPR masih berkumandang di timeline kalian. Ya, Ternyata negara kita telah berhasil membangun website termahal di dunia. Seakan suara para netizen tak berarti apa apa untuk mereka yang sedang asik di senayan sana.
Siapakah yang berhak menentukan apa yang mesti wakil rakyat berikan untuk rakyatnya. Tentu tidak senaive JFK dengan semboyannya ‘ Jangan minta apa yang negara bisa berikan, tapi tanyakan apa yang bisa kau berikan untuk negaramu “.
Dosen saya pernah berkata, kunjungan studi banding tidak melulu harus datang langsung, namun tidak semua pengamatan bisa diwakili dengan teknologi. Permasalahannya adalah wakil rakyat terlalu banyak melakukan tindakan bodoh atau lebih tepatnya membodohi rakyatnya.
Seorang Kolumnis Budiarto Shambazy memberikan ilustrasi menarik. Komentator sepak bola biasanya tak bisa bermain bola. Jadi apakah seorang komentator politik otomatis bisa bermain ‘politik ‘ ?.
Sekali lagi Pemerintah mengulangi kebodohan – konon – mengucurkan budget hingga Rp 9,3 miliar. Memang tidak sebanyak ratusan trilyun dana talangan BLBI, tetapi bukankah dana tersebut akan lebih bermanfaat jika dicemplungkan bagi kegiatan sektor rill ataupun pembangunan startup yang justru kekurangan apresiasi dari pemerintahnya sendiri.
CV Insani sarana mandiri web agency sang ‘ahli’
Apakah pantas biaya pembayaran provider website senilai Rp 8,4 miliar per tahun? biaya pemeliharaan situs senilai Rp 1,3 miliar? Sehebat dan sedalam apakah program “pengembangan sistem informasi” sehingga harus menghabiskan budget Rp 9,3 miliar. -Konon kabarnya website tersebut menghabiskan Rp 12 miliar pada 2009 -.
Siapa pengembangnya? siapa agency yang mampu meng-Goal-kan angka sebesar itu hanya untuk sebuah website dengan fitur yang tergolong sangat sederhana? melalui berbagai media digital saya mencoba untuk melakukan footprinting dan berikut data data yang berhasil diperoleh.
Website ini (www.dpr.go.id) dikerjakan oleh CV Insani Sarana Mandiri yang pada awalnya menelan biaya RP. 600 juta. Dan setelah dicari di mbah google si CV Insani Sarana Mandiri ini malah sepertinya tidak punya website juga. Wow CV gelap kah?
Berdasarkan data Who.is yang saya temukan, situs dpr.go.id yang baru saja diperpanjang masa baktinya tertanggal 15 January, 2011, ter-registrasikan atas nama Drs.Mohammad.
Konfrontasi data dan Analisis
Sebelumnya silahkan lihat jawaban dari Tim developer website dpr.go.id yang tampaknya gerah melihat aksi positif kaskuser. Perwakilan tim developer yang katanya merupakan tenaga ahli yang ber-kerjasama antar Setjen DPR dengan World University Komite Indonesia pun menjawab:
Sedikit saya coba membandingkan estimasi jumlah traffik yang didapat DPR.go.id yang tentu juga terkait dengan perbandingan bandwith yang dikonsumsi. Jika DPR.go.id mendapat setidaknya 30K, bandingkan dengan beberapa situs yang infrastrukturnya cukup sepadan tapi tidak seMAHAL web penguasa itu. Urbanesia.com (260K), Politikana.com (33K).
Dilihat dari cara mereka menjawab -”Polling itu emang dibuat untuk itu gan.”- rasanya tak perlu data apapun untuk menjelaskannya. Apa yang dimaksud program “pengembangan sistem informasi” itu tidak pernah ada. Research dan analisis maupun survey pun mentah

dpr1
Yang ada Saya justru berpikir betapa semakin tidak menariknya negeri ini…
Mungkin hingga detik ini pembicaraan website DPR masih berkumandang di timeline kalian. Ya, Ternyata negara kita telah berhasil membangun website termahal di dunia. Seakan suara para netizen tak berarti apa apa untuk mereka yang sedang asik di senayan sana.
Siapakah yang berhak menentukan apa yang mesti wakil rakyat berikan untuk rakyatnya. Tentu tidak senaive JFK dengan semboyannya ‘ Jangan minta apa yang negara bisa berikan, tapi tanyakan apa yang bisa kau berikan untuk negaramu “.
Dosen saya pernah berkata, kunjungan studi banding tidak melulu harus datang langsung, namun tidak semua pengamatan bisa diwakili dengan teknologi. Permasalahannya adalah wakil rakyat terlalu banyak melakukan tindakan bodoh atau lebih tepatnya membodohi rakyatnya.
Seorang Kolumnis Budiarto Shambazy memberikan ilustrasi menarik. Komentator sepak bola biasanya tak bisa bermain bola. Jadi apakah seorang komentator politik otomatis bisa bermain ‘politik ‘ ?.
Sekali lagi Pemerintah mengulangi kebodohan – konon – mengucurkan budget hingga Rp 9,3 miliar. Memang tidak sebanyak ratusan trilyun dana talangan BLBI, tetapi bukankah dana tersebut akan lebih bermanfaat jika dicemplungkan bagi kegiatan sektor rill ataupun pembangunan startup yang justru kekurangan apresiasi dari pemerintahnya sendiri.
CV Insani sarana mandiri web agency sang ‘ahli’
Apakah pantas biaya pembayaran provider website senilai Rp 8,4 miliar per tahun? biaya pemeliharaan situs senilai Rp 1,3 miliar? Sehebat dan sedalam apakah program “pengembangan sistem informasi” sehingga harus menghabiskan budget Rp 9,3 miliar. -Konon kabarnya website tersebut menghabiskan Rp 12 miliar pada 2009 -.
Siapa pengembangnya? siapa agency yang mampu meng-Goal-kan angka sebesar itu hanya untuk sebuah website dengan fitur yang tergolong sangat sederhana? melalui berbagai media digital saya mencoba untuk melakukan footprinting dan berikut data data yang berhasil diperoleh.
Website ini (www.dpr.go.id) dikerjakan oleh CV Insani Sarana Mandiri yang pada awalnya menelan biaya RP. 600 juta. Dan setelah dicari di mbah google si CV Insani Sarana Mandiri ini malah sepertinya tidak punya website juga. Wow CV gelap kah?
Berdasarkan data Who.is yang saya temukan, situs dpr.go.id yang baru saja diperpanjang masa baktinya tertanggal 15 January, 2011, ter-registrasikan atas nama Drs.Mohammad.
Konfrontasi data dan Analisis
Sebelumnya silahkan lihat jawaban dari Tim developer website dpr.go.id yang tampaknya gerah melihat aksi positif kaskuser. Perwakilan tim developer yang katanya merupakan tenaga ahli yang ber-kerjasama antar Setjen DPR dengan World University Komite Indonesia pun menjawab:
Quote:
Original Posted By 1
Kenapa bisa keluar harga 9 Miliar? Karena itu harga total ‘belanja’ seluruh penunjang IT di DPR. Mulai dari bandwidth, pengadaan aplikasi dan sistem informasi termasuk website, juga untuk pembelian alat-alat hardware (PC komputer, server2, UTP, kabel2), perawatan AC kering untuk ruang server, perawatan UPS segede lemari 4 pintu, dan lain-lain nya… banyak banget gan.
…..Karena harga bandwidth telah jauh turun, sistem pengadaan bandwidth pun dengan sistem lelang. Jadi tiap tahun kemungkinan provider bandwidth kita ganti2!……
Kenapa bisa keluar harga 9 Miliar? Karena itu harga total ‘belanja’ seluruh penunjang IT di DPR. Mulai dari bandwidth, pengadaan aplikasi dan sistem informasi termasuk website, juga untuk pembelian alat-alat hardware (PC komputer, server2, UTP, kabel2), perawatan AC kering untuk ruang server, perawatan UPS segede lemari 4 pintu, dan lain-lain nya… banyak banget gan.
…..Karena harga bandwidth telah jauh turun, sistem pengadaan bandwidth pun dengan sistem lelang. Jadi tiap tahun kemungkinan provider bandwidth kita ganti2!……
Sedikit saya coba membandingkan estimasi jumlah traffik yang didapat DPR.go.id yang tentu juga terkait dengan perbandingan bandwith yang dikonsumsi. Jika DPR.go.id mendapat setidaknya 30K, bandingkan dengan beberapa situs yang infrastrukturnya cukup sepadan tapi tidak seMAHAL web penguasa itu. Urbanesia.com (260K), Politikana.com (33K).
Dilihat dari cara mereka menjawab -”Polling itu emang dibuat untuk itu gan.”- rasanya tak perlu data apapun untuk menjelaskannya. Apa yang dimaksud program “pengembangan sistem informasi” itu tidak pernah ada. Research dan analisis maupun survey pun mentah

dpr1
Yang ada Saya justru berpikir betapa semakin tidak menariknya negeri ini…
SUMUR
padahal ane klo bikinin web orang yg lumayan dinamis lbh baik dr pd DPR punya cmn 5jt ,biaya maintenance cmn perpanjangan domain n hosting g sampe 1 jati

Diubah oleh diah053 13-10-2014 06:45
0
8.7K
Kutip
91
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan