- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
STM Never Die


TS
farany
STM Never Die
Ini adalah cerita fiksi pertama gue di kaskus. Sebelumnya gue udah pernah nulis cerita di SFTH, tapi itu udah lama banget dan nggak gue lanjutin karena idenya mentok. Hahaha. Kali ini gue bikin cerita fiksi yang berasal dari comotan cerita temen-temen gue yang sekolah di STM. Bagi lo lo yang lulusan STM atau masih sekolah di STM, wajib banget baca. Karena, kalian akan berasa lagi bernostalgia jaman STM. Cekidooott, guys 

Part 1
Quote:
Kaki gue melangkah pelan menuju pintu masuk. Di mana-mana gue melihat kepala botak, nggak ada yang gondrong. Berasa sekolah di sekolah tuyul kalau begini caranya
. Yang pertama gue cari adalah kelas. Gue masuk jurusan EA atau singkatan dari ELectrical Avionic, pada jurusan ini gue bakal belajar mengenai bagian pesawat, kelistrikan dari pesawat itu sendiri, dan akan diajari komponen-komponen dasar elektronika. Itu sih kata guru yang waktu itu mengurus pendaftaran gue.
Kalau baru masuk, hal yang harus banget dilakuin adalah cari temen. Yap, gue musti SKSD ke beberapa anak di sini supaya punya temen. FYI, dari SMP gue, hanya gue yang memilih untuk melanjutkan sekolah di sini. Kenapa? Mungkin karena jarak sekolah ini yang lumayan jauh dan juga terkenal dengan tawurannya. Mungkin sih. Nggak tahu juga, deh. Hahaha.
“Woy, bro... dari SMP mana lo?” sapa gue terlebih dahulu ke orang yang berada di sebelah gue. Orang ini bertubuh tinggi tegap, kulit sawo matang, giginya kuning, dan kepalanya botak. Botak botak everywhere
.
Karena tubuhnya yang tinggi tegap dan wajahnya yang terbilang boros untuk anak yang baru masuk STM, dia yang memakai seragam SMP justru terlihat seperti bapak-bapak yang nggak lulus SMP selama bertahun-tahun. Untung aja dia nggak bewokan
. Giginya yang kuning terlihat seperti orang yang nggak pernah sikat gigi dari orok. Jigong semua itu kayanya
. Gue khawatir, saat dia berbicara, bau dari jigongnya itu akan semerbak keluar dan membunuh makhluk hidup yang berada di sekitarnya. Nyesel gue ngajak ngomong ini orang. Help me, mama...
“Dari SMP Harapan Ibu Pertiwi, bro. Kalau lo?”
Saat dia berbicara, bau rokok keluar dengan indah. Sepertinya orang ini perokok berat. Gila, baru satu STM udah jadi perokok berat. Dia ngerokok dari orok kali ya.
“Gue dari SMP Bakti. Oh iya, nama lo siapa?”
“Gue Sugeng Daluh, panggil aja Bagong.”
Gue bisa menduga kenapa dia dipanggil Bagong, karena badannya yang besar. Kalau menurut gue, dia lebih pantes dipanggil jigong, karena giginya yang terlihat menjadi tempat bertumpuknya jigong.
“Gue Yoga. Salam kenal ye, bro.”
“Yoga? Kegantengan nama kaya gitu mah. Gue panggil lo tuyul aja ya? Hahaha.”
Wah, songong ini anak. Baru kenal udah ngasih nama panggilan, tuyul pula. Mentang-mentang kepala gue gundul klimis.
“Di sini banyak tuyul, masa gue yang musti dapet nama panggilan kaya gitu.” Protes gue sambil nunjuk kepala-kepala gundul di sekitar kami.
“Karena Cuma lo di sini yang gundul nya bener-bener gundul. Mengkilap kalau di bawah cahaya lampu atau matahari. Hahaha. Cahayanya Mantul di kepala lo. Hahaha.” Hah, begini kah kehidupan STM yang bakal gue jalanin. Baru kenalan sama orang udah kena diledekin gara-gara kepala gundul
.
“Iye dah, terserah lo om Bagong.” Gue tambahin kata ‘om’ untuk menyindir wajahnya yang boros kaya om om. Hahaha, mamam tuh.
“Di sini nggak ada cewek apa ya?” Tanya Bagong sambil mengedarkan pandangannya ke seantero kelas.
“Lo mao sekolah apa mao nyari cewe si?”
“Dua-duanya. Sambil menyelam minum air lah. Hahaha.”
“Noh, ada cewek satu.”
“Mana?”
“Itu yang rambutnya bondol.” Gue menunjuk cewek bertubuh kekar dengan rambut pendek ala ala lady diana gitu deh. Cewek itu sedang sibuk memainkan gadgetnya.
“Ah, itu mah bukan cewek. Itu cowok jadi-jadian.”
“Hahaha, parah lo, om. Dia bakal jadi temen kita itu.”
“Gini nih nggak asiknya masuk STM. Nggak bisa cuci mata. Batangan semua. Sekalinya ada cewek, bentuknya kaya cowok. Sama aja boong itu mah.”
Tiba-tiba, cewek yang kami bicarakan itu menoleh ke arah kami yang berada 2 meter di belakangnya. Oh iya, gue belum ngasih tau ya, di kelas ini gue ngambil tempat duduk paling belakang. Cari aman cuy, biar nggak tatap-tatapan secara langsung sama guru.
“Lo sih, yul pake ngomongin dia segala. Orangnya ngerasa tuh diomongin sama lo.”
“Lah? Ko jadi gue, kan lo yang bilang dia cowok jadi-jadian.”
Bell berbunyi, obrolan konyol itu pun terhenti dengan sendirinya. Beberapa menit setelah bell, masuklah kakak osis yang akan memandu jalannya MOS. Lagi-lagi yang kami lihat adalah laki-laki. Yap, semua kakak osis yang memandu jalannya MOS berjenis kelamin laki-laki.
“Yaelah, kakak osisnya cowok semua pula.” Celetuk orang yang duduk di depan gue.
“Hahahah, nikmati aja bro. Namanya juga STM.”
Ujar gue meladeni celetukannya.
Orang yang duduk di depan gue spontan menoleh ke belakang setelah mendengar ucapan gue. Dia mengulurkan tangannya pertanda ia mengajak berjabat tangan dan berkenalan. Ah, seandainya saja dia cewek, pasti setelah gue terima uluran tangannya untuk berjabat tangan, gue bakal manfaatin situasi itu untuk terus merasakan kelembutan tangan cewek itu. Sayangnya, ini cowok.
“Gue Danu dari SMP Hidayah. Salam kenal ye, bro.”
“Gue Yoga dari SMP Bakti. Salam kenal juga ye.”
“Panggil aja dia Tuyul, jangan Yoga. Kegantengan soalnya kalau dipanggil Yoga.” Bagong menyelak pembicaraan gue dan Danu. Rese banget si om om yang satu ini. Seenak-enak jidatnya ngasih nama panggilan sekaligus mempublikasikannya ke publik. Pasrah gue dah diperlakukan seperti itu. Ngeri dijejelin jigong dari giginya. Gak kebayang deh baunya kaya apa. Hih.
“Hahaha, tuyul. Emang pantes sih dipanggil begitu. Kepala lo soalnya paling prontos sendiri. Hahaha.”
“Zzzz... iya iya, panggil tuyul juga nggak apa-apa.”
“Terima saja nasibmu, nak.” Ledek Bagong sambil mengusap kepala gue.
“Iya, om.”
“Oh ya, nama lo siapa?” tanya Danu kepada Bagong.
“Gue bagong, salam kenal bro.”
-bersambung-

Kalau baru masuk, hal yang harus banget dilakuin adalah cari temen. Yap, gue musti SKSD ke beberapa anak di sini supaya punya temen. FYI, dari SMP gue, hanya gue yang memilih untuk melanjutkan sekolah di sini. Kenapa? Mungkin karena jarak sekolah ini yang lumayan jauh dan juga terkenal dengan tawurannya. Mungkin sih. Nggak tahu juga, deh. Hahaha.
“Woy, bro... dari SMP mana lo?” sapa gue terlebih dahulu ke orang yang berada di sebelah gue. Orang ini bertubuh tinggi tegap, kulit sawo matang, giginya kuning, dan kepalanya botak. Botak botak everywhere

Karena tubuhnya yang tinggi tegap dan wajahnya yang terbilang boros untuk anak yang baru masuk STM, dia yang memakai seragam SMP justru terlihat seperti bapak-bapak yang nggak lulus SMP selama bertahun-tahun. Untung aja dia nggak bewokan



“Dari SMP Harapan Ibu Pertiwi, bro. Kalau lo?”
Saat dia berbicara, bau rokok keluar dengan indah. Sepertinya orang ini perokok berat. Gila, baru satu STM udah jadi perokok berat. Dia ngerokok dari orok kali ya.

“Gue dari SMP Bakti. Oh iya, nama lo siapa?”
“Gue Sugeng Daluh, panggil aja Bagong.”
Gue bisa menduga kenapa dia dipanggil Bagong, karena badannya yang besar. Kalau menurut gue, dia lebih pantes dipanggil jigong, karena giginya yang terlihat menjadi tempat bertumpuknya jigong.
“Gue Yoga. Salam kenal ye, bro.”
“Yoga? Kegantengan nama kaya gitu mah. Gue panggil lo tuyul aja ya? Hahaha.”
Wah, songong ini anak. Baru kenal udah ngasih nama panggilan, tuyul pula. Mentang-mentang kepala gue gundul klimis.

“Di sini banyak tuyul, masa gue yang musti dapet nama panggilan kaya gitu.” Protes gue sambil nunjuk kepala-kepala gundul di sekitar kami.
“Karena Cuma lo di sini yang gundul nya bener-bener gundul. Mengkilap kalau di bawah cahaya lampu atau matahari. Hahaha. Cahayanya Mantul di kepala lo. Hahaha.” Hah, begini kah kehidupan STM yang bakal gue jalanin. Baru kenalan sama orang udah kena diledekin gara-gara kepala gundul

“Iye dah, terserah lo om Bagong.” Gue tambahin kata ‘om’ untuk menyindir wajahnya yang boros kaya om om. Hahaha, mamam tuh.

“Di sini nggak ada cewek apa ya?” Tanya Bagong sambil mengedarkan pandangannya ke seantero kelas.
“Lo mao sekolah apa mao nyari cewe si?”

“Dua-duanya. Sambil menyelam minum air lah. Hahaha.”
“Noh, ada cewek satu.”
“Mana?”
“Itu yang rambutnya bondol.” Gue menunjuk cewek bertubuh kekar dengan rambut pendek ala ala lady diana gitu deh. Cewek itu sedang sibuk memainkan gadgetnya.
“Ah, itu mah bukan cewek. Itu cowok jadi-jadian.”
“Hahaha, parah lo, om. Dia bakal jadi temen kita itu.”
“Gini nih nggak asiknya masuk STM. Nggak bisa cuci mata. Batangan semua. Sekalinya ada cewek, bentuknya kaya cowok. Sama aja boong itu mah.”
Tiba-tiba, cewek yang kami bicarakan itu menoleh ke arah kami yang berada 2 meter di belakangnya. Oh iya, gue belum ngasih tau ya, di kelas ini gue ngambil tempat duduk paling belakang. Cari aman cuy, biar nggak tatap-tatapan secara langsung sama guru.
“Lo sih, yul pake ngomongin dia segala. Orangnya ngerasa tuh diomongin sama lo.”
“Lah? Ko jadi gue, kan lo yang bilang dia cowok jadi-jadian.”
Bell berbunyi, obrolan konyol itu pun terhenti dengan sendirinya. Beberapa menit setelah bell, masuklah kakak osis yang akan memandu jalannya MOS. Lagi-lagi yang kami lihat adalah laki-laki. Yap, semua kakak osis yang memandu jalannya MOS berjenis kelamin laki-laki.
“Yaelah, kakak osisnya cowok semua pula.” Celetuk orang yang duduk di depan gue.
“Hahahah, nikmati aja bro. Namanya juga STM.”

Orang yang duduk di depan gue spontan menoleh ke belakang setelah mendengar ucapan gue. Dia mengulurkan tangannya pertanda ia mengajak berjabat tangan dan berkenalan. Ah, seandainya saja dia cewek, pasti setelah gue terima uluran tangannya untuk berjabat tangan, gue bakal manfaatin situasi itu untuk terus merasakan kelembutan tangan cewek itu. Sayangnya, ini cowok.

“Gue Danu dari SMP Hidayah. Salam kenal ye, bro.”
“Gue Yoga dari SMP Bakti. Salam kenal juga ye.”
“Panggil aja dia Tuyul, jangan Yoga. Kegantengan soalnya kalau dipanggil Yoga.” Bagong menyelak pembicaraan gue dan Danu. Rese banget si om om yang satu ini. Seenak-enak jidatnya ngasih nama panggilan sekaligus mempublikasikannya ke publik. Pasrah gue dah diperlakukan seperti itu. Ngeri dijejelin jigong dari giginya. Gak kebayang deh baunya kaya apa. Hih.

“Hahaha, tuyul. Emang pantes sih dipanggil begitu. Kepala lo soalnya paling prontos sendiri. Hahaha.”
“Zzzz... iya iya, panggil tuyul juga nggak apa-apa.”

“Terima saja nasibmu, nak.” Ledek Bagong sambil mengusap kepala gue.
“Iya, om.”
“Oh ya, nama lo siapa?” tanya Danu kepada Bagong.
“Gue bagong, salam kenal bro.”
-bersambung-
Index:
Diubah oleh farany 06-11-2014 18:02


anasabila memberi reputasi
1
5.5K
Kutip
22
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan