- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[b]MY CHILD (TEARS OF DADDY)[\b]


TS
triyuki25
[b]MY CHILD (TEARS OF DADDY)[\b]
Spoiler for Part 1:
Batusangkar, 25 Mei 1983
Tengah malam buta, dikala langit tertutupi awan hitam. Kilat memercikkan bunga api nun jauh di angkasa sana. Seorang perempuan mengerang kesakitan ketika dukun beranak mengurut perut besarnya. Entah sudah berapa kali dia berusaha menarik nafas, menahannya dan menghembuskannya sesuai aba-aba dari Nenek dukun. Sehingga tibalah saatnya ketika kesunyian malam itu dirobek oleh lengkingan bayi yang terlahir ke muka bumi. Tangisan ketidak relaan berpisah dari rahim sang bunda. Tangisan ketakutan, ketika dirasa, bahwa dia akan menjalani kehidupan dengan berbagai halangan dan rintangan yang akan mewarnai setiap langkah-langkahnya. Tangisan sang bayi disambut dengan gelegar guntur di langit, dan hujan deraspun tercurah ke bumi. Menyatu dengan pekikan sang bayi.
"Alhamdulillah, Nur, anak kau bujang adanya. Gagah seroman bapaknya!" Nenek Dukun memperlihatkan bayi yang masih berlumuran air ketuban itu. Rasa lega dirasakan teramat sangat oleh Ibu muda tersebut.
"Bagaimana dia, Nyiak? Sehat kah? Atau ada yang kurang di dirinya?"Tanya perempuan tersebut dengan nada khawatir.
"Akh, tenang sajalah kau! Dia sehat dan tak kurang satu apapun! Aku bersihkan dulu, siap itu bisa kau peluk dan kau cium sesuka hati! Akh, mancung sekali hidung kau buyung!" Kata si nenek dengan wajah puas. Matanya berbinar-binar melihat si bayi. Bayi tersebut, masih mengeak-ngeak ketika tiba-tiba dari pintu kamar berdiri seseorang.
"Akh, Bujang! Kau terlambat! Bini kau sudah melahirkan!" Seorang lelaki muda, berusia sekitar 25 tahun berdiri di depan pintu dengan tubuh basah kuyup.
"Onde mande Nyiak, alhamdulillah, hujan deras sekali! Terhambat langkahku nak segera sampai di rumah. Aku juga sudah menduga, kalau Nurani bakalan melahirkan hari ini, entah kenapa, setan jahat malah menyuruhku pergi ke kampung sebelah, menonton musik dangdut!" Si Pemuda terus nyerocos tanpa melihat sedikitpun ke arah isterinya yang memandangnya dengan ekspresi dingin.
"Tidak pulang juga tidak apa-apa, Uda! Nur paham, Uda terlalu sibuk di luar sana!" Si ibu muda yang bernama Nurani menatap suaminya dengan pandangan sedih. Lalu setetes demi setetes air mata bergulir membasahi pipinya, "Matipun aku, mungkin Uda tidak akan peduli!"
"Akh, usahlah adek bercakap begitu! Tak enak di telinga tak nyaman di hati! Sudahlah, sekarang yang pentingkan adek selamat! Uda mau melihat si kecil dulu. Tadi mendengar ratapnya, Uda berlari bagaikan terbang nak cepat sampai di rumah! Alhamdulillah, dia terlahir selamat!" Si suami, yang bernama Sanubari itu melangkah mendekati nenek dukun beranak. Menatap bayi yang menggeliat-geliat merah tersebut. Tak terhingga senangnya hati si ayah melihat putranya lahir dengan selamat.
"Gemuk kali kau buyung! Selamat datang di dunia!" Dia hendak memegang pipi si bayi, namun dengan cepat di tepis si nenek.
"Kau adzankanlah dulu! Seharusnya dari tadi kau disini!" Si Nenek bergidik. Menatap si bayi. Akh, semoga, kau selalu di jaga Malaikat, cu! Bisik si nenek di dalam hati.
***
Aku Sanubari, sekarang sedang menikmati masa-masaku sebagai seorang ayah. Tidak terbayangkan, baru kemarin sore aku petantang petenteng sebagai preman kampung, tak dinyana, sekarang aku sudah punya bini, dan punya anak pula! Alamak, bisa tidak aku menghidupi keluargaku ini? Aku bekerja saja tidak, palingan cuma memalak orang! Ke sawah dan ke ladang aku juga malas. Bertukang jangan dikata, alamak, macam mana aku menghadapi hari esok?
Sudah seminggu usia anakku. Setiap kali melihat wajah bayiku, tidak ada rasa bosan bercokol di dada. Yang ada, tak henti-henti aku memujanya. Menatap mata beningnya, bibirnya yang mungil, merah dan pipinya yang halus. Bulu-bulu halus jambangnya sudah terlihat, dan rambut tipis tapi sudah hitam menyungkupi kepalanya. Tangan kecilnya sering bergerak-gerak seolah-olah mau menggapaiku.
"Kesini Yah, kesini!" Mungkin itu arti isyarat tangan kecilnya. Ku elus pipinya yang lembut. Ah, buyung, jatuh cinta aku sama kau!
Entahlah, menatap anakku ini, ada kobaran semangat yang seolah mau meledak di dalam dadaku. Sejuta harapan tercurah pertama kali aku melihat sosok mungilnya.
"Kau tidak akan seperti ayah, Nak! Kau akan ku jadikan lelaki sejati! Lelaki yang gagah perkasa! Kau akan menjadikan ayah sebagai ayah terhebat! Untukmu Nak, ayah akan berkorban! Ayah akan perjuangkan semuanya demi kamu! Demi kamu anakku, tak kan ku biarkan siapapun menyakitimu! Kaulah matahariku, kaulah kekasih hatiku dan kaulah yang akan menerangi kuburanku kelak dengan do'a-doamu!
***
Lelaki tidak bertanggung jawab! Seminggu ini dia di rumah saja! Apa dia tidak mikir kalau aku dan anaknya itu butuh makan! Masih saja mengandalkan bantuan orang lain. Kadang, aku sangat menyesal menikahinya. Karena cinta buta dan tanpa logika, aku nekad menikah muda. Cuma karena terbujuk rayuannya dan takut kehilangannya. Uda Sanu, dia itu walau preman kampung, tapi sangat menarik hati. Wajah tampan dan badannya yang bagus itu yang membuatku tidak tidur siang dan malam karena kelewat memujanya.
Sekarang, aku hanya bisa menyesali nasib. Bahkan, aku sudah...
Bersambung dulu teman...
Tengah malam buta, dikala langit tertutupi awan hitam. Kilat memercikkan bunga api nun jauh di angkasa sana. Seorang perempuan mengerang kesakitan ketika dukun beranak mengurut perut besarnya. Entah sudah berapa kali dia berusaha menarik nafas, menahannya dan menghembuskannya sesuai aba-aba dari Nenek dukun. Sehingga tibalah saatnya ketika kesunyian malam itu dirobek oleh lengkingan bayi yang terlahir ke muka bumi. Tangisan ketidak relaan berpisah dari rahim sang bunda. Tangisan ketakutan, ketika dirasa, bahwa dia akan menjalani kehidupan dengan berbagai halangan dan rintangan yang akan mewarnai setiap langkah-langkahnya. Tangisan sang bayi disambut dengan gelegar guntur di langit, dan hujan deraspun tercurah ke bumi. Menyatu dengan pekikan sang bayi.
"Alhamdulillah, Nur, anak kau bujang adanya. Gagah seroman bapaknya!" Nenek Dukun memperlihatkan bayi yang masih berlumuran air ketuban itu. Rasa lega dirasakan teramat sangat oleh Ibu muda tersebut.
"Bagaimana dia, Nyiak? Sehat kah? Atau ada yang kurang di dirinya?"Tanya perempuan tersebut dengan nada khawatir.
"Akh, tenang sajalah kau! Dia sehat dan tak kurang satu apapun! Aku bersihkan dulu, siap itu bisa kau peluk dan kau cium sesuka hati! Akh, mancung sekali hidung kau buyung!" Kata si nenek dengan wajah puas. Matanya berbinar-binar melihat si bayi. Bayi tersebut, masih mengeak-ngeak ketika tiba-tiba dari pintu kamar berdiri seseorang.
"Akh, Bujang! Kau terlambat! Bini kau sudah melahirkan!" Seorang lelaki muda, berusia sekitar 25 tahun berdiri di depan pintu dengan tubuh basah kuyup.
"Onde mande Nyiak, alhamdulillah, hujan deras sekali! Terhambat langkahku nak segera sampai di rumah. Aku juga sudah menduga, kalau Nurani bakalan melahirkan hari ini, entah kenapa, setan jahat malah menyuruhku pergi ke kampung sebelah, menonton musik dangdut!" Si Pemuda terus nyerocos tanpa melihat sedikitpun ke arah isterinya yang memandangnya dengan ekspresi dingin.
"Tidak pulang juga tidak apa-apa, Uda! Nur paham, Uda terlalu sibuk di luar sana!" Si ibu muda yang bernama Nurani menatap suaminya dengan pandangan sedih. Lalu setetes demi setetes air mata bergulir membasahi pipinya, "Matipun aku, mungkin Uda tidak akan peduli!"
"Akh, usahlah adek bercakap begitu! Tak enak di telinga tak nyaman di hati! Sudahlah, sekarang yang pentingkan adek selamat! Uda mau melihat si kecil dulu. Tadi mendengar ratapnya, Uda berlari bagaikan terbang nak cepat sampai di rumah! Alhamdulillah, dia terlahir selamat!" Si suami, yang bernama Sanubari itu melangkah mendekati nenek dukun beranak. Menatap bayi yang menggeliat-geliat merah tersebut. Tak terhingga senangnya hati si ayah melihat putranya lahir dengan selamat.
"Gemuk kali kau buyung! Selamat datang di dunia!" Dia hendak memegang pipi si bayi, namun dengan cepat di tepis si nenek.
"Kau adzankanlah dulu! Seharusnya dari tadi kau disini!" Si Nenek bergidik. Menatap si bayi. Akh, semoga, kau selalu di jaga Malaikat, cu! Bisik si nenek di dalam hati.
***
Aku Sanubari, sekarang sedang menikmati masa-masaku sebagai seorang ayah. Tidak terbayangkan, baru kemarin sore aku petantang petenteng sebagai preman kampung, tak dinyana, sekarang aku sudah punya bini, dan punya anak pula! Alamak, bisa tidak aku menghidupi keluargaku ini? Aku bekerja saja tidak, palingan cuma memalak orang! Ke sawah dan ke ladang aku juga malas. Bertukang jangan dikata, alamak, macam mana aku menghadapi hari esok?
Sudah seminggu usia anakku. Setiap kali melihat wajah bayiku, tidak ada rasa bosan bercokol di dada. Yang ada, tak henti-henti aku memujanya. Menatap mata beningnya, bibirnya yang mungil, merah dan pipinya yang halus. Bulu-bulu halus jambangnya sudah terlihat, dan rambut tipis tapi sudah hitam menyungkupi kepalanya. Tangan kecilnya sering bergerak-gerak seolah-olah mau menggapaiku.
"Kesini Yah, kesini!" Mungkin itu arti isyarat tangan kecilnya. Ku elus pipinya yang lembut. Ah, buyung, jatuh cinta aku sama kau!
Entahlah, menatap anakku ini, ada kobaran semangat yang seolah mau meledak di dalam dadaku. Sejuta harapan tercurah pertama kali aku melihat sosok mungilnya.
"Kau tidak akan seperti ayah, Nak! Kau akan ku jadikan lelaki sejati! Lelaki yang gagah perkasa! Kau akan menjadikan ayah sebagai ayah terhebat! Untukmu Nak, ayah akan berkorban! Ayah akan perjuangkan semuanya demi kamu! Demi kamu anakku, tak kan ku biarkan siapapun menyakitimu! Kaulah matahariku, kaulah kekasih hatiku dan kaulah yang akan menerangi kuburanku kelak dengan do'a-doamu!
***
Lelaki tidak bertanggung jawab! Seminggu ini dia di rumah saja! Apa dia tidak mikir kalau aku dan anaknya itu butuh makan! Masih saja mengandalkan bantuan orang lain. Kadang, aku sangat menyesal menikahinya. Karena cinta buta dan tanpa logika, aku nekad menikah muda. Cuma karena terbujuk rayuannya dan takut kehilangannya. Uda Sanu, dia itu walau preman kampung, tapi sangat menarik hati. Wajah tampan dan badannya yang bagus itu yang membuatku tidak tidur siang dan malam karena kelewat memujanya.
Sekarang, aku hanya bisa menyesali nasib. Bahkan, aku sudah...
Bersambung dulu teman...

Spoiler for Part 2:
"Mak, bagaimana cara Nur mengikahkan si buyung, Nur tak punya uang sepeser pun. Ayahnya saja tak jelas kerjanya, macam mana pula Nur bisa mengakikahkan si Pian! Nanti sajalah itu diurus!" Aku tak tahu harus menjawab bagaimana ketika Amak menanyakan kapan Impian, nama anakku yang baru lahir itu, untuk segera di akikahkan! Bikin aku tambah kesal saja. Jangankan untuk kikah, untuk makan sehari-hari saja, aku sudah kelabakan! Onde mande!
"Iya, Nur! Mak juga ndak menuntut kau tuk segera melakukannya! Mak cuma mengingatkan! Yah, semoga saja nanti si Sanu semangat bekerja setelah kelahiran anaknya!" Amak menepuk-nepuk Pian yang ada dalam gendongannya.
"Halah, sampai hancur lebur bumi ini, tak kan berubah Uda Sanu tu Mak! Kadang Nur menyesal menikah sama dia! Rancak di labuah kironyo, Uda tu! Menang di tampang, kalah di nasib! Menyesal Nur Mak, menyesal!" Aku merutuk-rutuk sambil mengurut dadaku yang terasa nyeri. Amak menatapku tajam.
"Nur, kau tidak boleh berucap begitu! Istighfar, kemana larinya keimanan kau tu? Kau biarkan saja setan mempermainkan hati kau! Coba kau lihat, kau diberi rezki berupa buah hati nan gagah nian, kau tengoklah anak kau ko, Amak saja, neneknya, terpesona melihat ketampanannya! Kau syukurilah diberi amanah oleh Allah. Jangan kau pandangi harta benda yang tak kan kau bawa mati! Kau ingatlah kata-kata Mak kau ini, penyesalan tu tak berguna! Yang ada hanya akan menimbulkan masalah baru dan masalah baru yang tak kunjung selesai!" Mak menaruh Impian di dalam buaian. Dia terlihat tidur dengan nyenyak. Benar, aku sendiri bergetar melihat aura yang keluar dari wajah bayiku. Impian Jiwa, aku tidak tahu, kenapa Uda Sanu memberi dia nama itu. Tak aku tanya apa artinya, malas aku bercakap-cakap panjang dengan dia. Bagiku, punya anak atau tak punya pun, sama saja, miskin dan melarat! Sungguh, punya anak pasti akan menambah beban hidup lagi. Dan aku ngeri membayangkan masa depan Impian. Kelam.
"Pian, nenek pulang dulu ya, kau tidurlah dengan nyenyak buyung! Nenek akan sering-sering menengok kau kesini! Kau jagalah ibu kau tu! Jan sampai dia tersesat dalam pikiran kosong!" Aku tersentak mendengar kata-kata Amak. Malu sekali rasanya disindir seperti itu. Sejak kelahiran Impian, aku memang sering melamun. Kadang Uda Sanu memarahiku, tidak sadar kalau Impian sudah menangis cumiik-cumik minta disusui.
"Mak, pinjamkanlah Nur duit agak 5000, tak ada beras sama sekali!" Aku hanya beralasan saja, padahal seminggu ini, banyak orang datang menjenguk. Di kamarku, ada dua karung beras. Tapi aku juga mau belanja lain. Aku juga bosan makan itu ke itu saja.
Amak menatapku dan menghela nafas pelan. Berat sekali sepertinya dia memberiku uang. Tapi kan aku anaknya.
"Jadih Nur, kau belilah susu dan makanan yang kau suka! Mak punya uang sepuluh ribu, kau ambillah lima ribu! Mak pulang dulu, ayah kau mungkin ingin makan siang! Tadi dia di ladang menyiangi bawang yang sudah mulai memerah!"
Dan aku tersenyum, ketika uang 5000 tersebut berada di dalam telapak tanganku.
***
Oke, cut dulu ya, ga' boleh banyak-banyak. Pegal!
"Iya, Nur! Mak juga ndak menuntut kau tuk segera melakukannya! Mak cuma mengingatkan! Yah, semoga saja nanti si Sanu semangat bekerja setelah kelahiran anaknya!" Amak menepuk-nepuk Pian yang ada dalam gendongannya.
"Halah, sampai hancur lebur bumi ini, tak kan berubah Uda Sanu tu Mak! Kadang Nur menyesal menikah sama dia! Rancak di labuah kironyo, Uda tu! Menang di tampang, kalah di nasib! Menyesal Nur Mak, menyesal!" Aku merutuk-rutuk sambil mengurut dadaku yang terasa nyeri. Amak menatapku tajam.
"Nur, kau tidak boleh berucap begitu! Istighfar, kemana larinya keimanan kau tu? Kau biarkan saja setan mempermainkan hati kau! Coba kau lihat, kau diberi rezki berupa buah hati nan gagah nian, kau tengoklah anak kau ko, Amak saja, neneknya, terpesona melihat ketampanannya! Kau syukurilah diberi amanah oleh Allah. Jangan kau pandangi harta benda yang tak kan kau bawa mati! Kau ingatlah kata-kata Mak kau ini, penyesalan tu tak berguna! Yang ada hanya akan menimbulkan masalah baru dan masalah baru yang tak kunjung selesai!" Mak menaruh Impian di dalam buaian. Dia terlihat tidur dengan nyenyak. Benar, aku sendiri bergetar melihat aura yang keluar dari wajah bayiku. Impian Jiwa, aku tidak tahu, kenapa Uda Sanu memberi dia nama itu. Tak aku tanya apa artinya, malas aku bercakap-cakap panjang dengan dia. Bagiku, punya anak atau tak punya pun, sama saja, miskin dan melarat! Sungguh, punya anak pasti akan menambah beban hidup lagi. Dan aku ngeri membayangkan masa depan Impian. Kelam.
"Pian, nenek pulang dulu ya, kau tidurlah dengan nyenyak buyung! Nenek akan sering-sering menengok kau kesini! Kau jagalah ibu kau tu! Jan sampai dia tersesat dalam pikiran kosong!" Aku tersentak mendengar kata-kata Amak. Malu sekali rasanya disindir seperti itu. Sejak kelahiran Impian, aku memang sering melamun. Kadang Uda Sanu memarahiku, tidak sadar kalau Impian sudah menangis cumiik-cumik minta disusui.
"Mak, pinjamkanlah Nur duit agak 5000, tak ada beras sama sekali!" Aku hanya beralasan saja, padahal seminggu ini, banyak orang datang menjenguk. Di kamarku, ada dua karung beras. Tapi aku juga mau belanja lain. Aku juga bosan makan itu ke itu saja.
Amak menatapku dan menghela nafas pelan. Berat sekali sepertinya dia memberiku uang. Tapi kan aku anaknya.
"Jadih Nur, kau belilah susu dan makanan yang kau suka! Mak punya uang sepuluh ribu, kau ambillah lima ribu! Mak pulang dulu, ayah kau mungkin ingin makan siang! Tadi dia di ladang menyiangi bawang yang sudah mulai memerah!"
Dan aku tersenyum, ketika uang 5000 tersebut berada di dalam telapak tanganku.
***
Oke, cut dulu ya, ga' boleh banyak-banyak. Pegal!
![[b]MY CHILD (TEARS OF DADDY)[b]](https://s.kaskus.id/images/2014/11/05/3447266_20141105033037.jpg)
Spoiler for Part 3:
Guys, next, ini coretan mungkin bakalan membuat kalian berkerut, meradang dan tidak terima, karena mengesankan penulis sok tau, jadi sebelum kalian mencak-mencak. Ane tegasin, ini murni khayalan ane, dan ditambah dengan sedikit bacaan tentang dialog bayi dengan Tuhannya sebelum dilahirkan ke bumi. So, enjoy it!
------------------------------------------------------------
"Dimana aku? Kenapa begitu gelap?" Aku merasakan kegelapan yang teramat sangat. Kenapa aku tiba-tiba berada disini? Sempit dan panas. Tuhan, apa salah dan dosaku sehingga Kau penjarakan aku dalam ruang yang tidak nyaman ini. Tuhan, apakah Engkau marah kepadaku?"
Sebelumnya aku berada di taman surgawi, bercanda dengan kupu-kupu yang beterbangan di antara bunga-bunga cantik menawan. Di padang rumput yang luas dan hijau, di antara desiran angin yang melenakan. Ketika ku dengar suara-Nya menyapaku.
"Hambaku, sudah tiba saatnya bagi dirimu untuk menunjukkan abdi dan baktimu kepada-Ku. Di antara kerlip bintang dan teduhnya cahaya rembulan, engkau akan aku kirimkan ke bumi. Bersiaplah hamba-Ku. Buktikan, bahwa cuma Aku yang hanya Engkau sembah! Seperti pengabdianmu di surga ini! Aku melakukan ini, bukan karena benci kepada engkau, ini bukti kasih-Ku. Bahwa Aku sangat mencintaimu!"
Aku begitu gamang mendengar kalimat yang teruntai dari suara suci tersebut. Sejujurnya aku sangat takut, seperti apakah kehidupan di muka bumi? Disini aku ditemani oleh malaikat-malaikat yang begitu baik dan membuatku merasa terlindungi. Tapi bumi? Adakah yang akan menjaga dan melindungiku disana?
"Hambaku, kau tidak perlu cemas dan khawatir! Aku telah memilihkan seorang malaikat untukmu! Yang akan selalu menjaga dan melindungimu. Dia akan selalu menyanyikan kidung cinta untukmu. Membelai dan mendekapmu dalam pelukannya yang hangat. Kau akan aku tempatkan dalam rahimnya selama sembilan bulan, sampai tiba waktunya engkau benar-benar terlahir ke dunia!"
Aku masih belum puas akan jawaban tersebut. Bumi? Dari cerita malaikat, itu tempatnya manusia berbuat jahat, karena terhasut rayuan iblis. Dan tempatnya orang-orang menunjukkan amal ibadahnya kepada Tuhan? Aku takut, bagaimana caranya aku bisa bertemu dan kembali lagi kepada-Nya? Bagaimana seandainya aku tersesat? Tuhan, aku takut! Tubuhku menggigil.
"Hambaku, tak ada yang perlu engkau cemaskan. Malaikatmu akan menunjukkan caranya bagaimana berdoa kepada-Ku. Dia akan memberitahumu mana yang baik dan mana yang salah. Dan kamu yakinilah, sesungguhnya engkau selalu dalam perlindungan-Ku. Aku akan selalu dekat denganmu, bahkan lebih dekat dari urat nadimu sendiri!"
Sekarang aku merasa tenang. Tuhan, jika memang ini semua kehendakMu, hamba pasrah atas semua takdir dan perintah dari Mu. Aku hanya gamang, siapakah malaikat yang akan menjagaku kelak?
"Kau akan memanggilnya IBU"
***
Dan selama aku berada dalam rahim perempuan ini, hanya ketakutan dan ketakutan yang aku rasakan. Hatinya bisa aku lihat, bergejolak penuh amarah, penuh kesedihan dan penuh kebencian. Bagaimana mungkin perempuan ini bisa jadi pelindungku, kalau yang aku rasakan, hanya hawa rusak dari jiwanya yang penuh penyesalan. Dia terlalu sering menangis. Membuatku juga tidak tahan meneteskan air mata.
Dan sumbernya itu, adalah lelaki di depanku ini, yang senantiasa membuat perempuan ini menangis. Dia membentak, bahkan mendorong perempuan ini dengan kasar. Kadang, aku berharap, dia tidak pernah pulang. Karena ketika perempuan ini terjengkang, aku juga ikut kesakitan. Rahimnya ini terasa sesak seiring dengan semakin besar dan sempurnanya tubuhku.
Ada satu hal yang membuatku bergidik, perempuan ini, pernah memukul-mukul perutnya sendiri. Dan itu sungguh menyakitiku,
"Kalau Uda tidak mau punya anak, bunuh saja! Bunuh! Untuk apa dia terlahir ke dunia, kalau Uda tidak akan menyayanginya! Nur menyesal menikah sama Uda, Uda pemalas! Uda jahat!" Dan dia, perempuan ini memukul-mukul dadanya, memukul-mukul perutnya. Aku hanya bisa menjerit, berharap dia hentikan penyiksaan ini. Sementara lelaki itu, yang ketampanannya bagaikan malaikat, tapi berhati iblis, bukannya menenangkan perempuan ini, dia malah pergi begitu saja sambil menghempaskan pintu.
Sesaat, sunyi, kemudian, ku dengar sesenggukan wanita ini. Dia mengelus perut dimana aku ada di dalamnya.
"Anakku, maafkan bunda! Bunda tidak pernah bisa membahagiakanmu! Maafkan bunda, Nak!" Rasanya sangat sakit dan pedih sekali mendengar ratap tangisnya. Penyesalan demi penyesalan bergaung di dalam jiwanya. Aku luruh, aku ingin menghilang dari tubuh perempuan ini Tuhan. Benarkah ini malaikatku? Dimana keimanannya? Aku semakin takut Tuhan!
"Jangan cemas, hai manusia! Engkau telah ditakdirkan untuk terlahir ke bumi! Appaun itu, jangan engkau berkeluh kesah! Hadapi, sesungguhnya, dibalik kesulitan terdapat kemudahan!"
Perempuan itu tersenyum sambil mengelus perutnya. Aku merasakan getaran disetiap usapannya. Seakan-akan telapak tangannya menyentuh kepalaku. Menenangkanku dan menghilangkan kecemasan dalam jiwaku.
"Anakku, rusuh hati bunda! Mungkin bunda harus shalat! Semoga, engkau selamat terlahir ke bumi! Maafkan bunda ya, Nak kalau sering menyakitimu!"
Dan ketika tiba saatnya bagiku untuk lahir, semua kesempitan yang sempat membelenggu tubuhku, lenyap sudah! Aku menjerit setinggi langit, ketika yang pertama kali aku lihat adalah wajah menyeramkan! Día mencubitku, bahkan berniat mencekik leherku. Inikah Iblis? Ya Allah, aku menjerit dan menangis sekuat tenaga! Berharap segera terbebas dari makhluk menyeramkan yang mau membunuhku.
"Inyiak, Uda Sanu tidak ada, bagaimana ini? Siapa yang akan mengadzankannya? Aku takut, inyiak kalau bayiku kelak akan tersesat!" Di antara tangisku, aku dengar perempuan tersebut merintih. Dia menangis. Sementara perempuan tua yang menggendongku hanya bisa diam. Tapi syukurlah, lelaki itu muncul! Dengan kondisi tubuh basah kuyup. Dia segera melafazkan panggilan suci tersebut di telingaku. Iblis yang tadi berniat mencelakaiku, lintang pukang kalang kabut melarikan diri. Aku sangat bersyukur. Dan baru pertama kali aku melihat cahaya penuh haru, penuh harapan dan cinta yang membuat tubuh kecilku bergetar, ketika ku lihat lelaki gagah bak malaikat itu, memandangku.
"Anakku, Impian Jiwaku! Aku mencintaimu!"
Bersambung.
------------------------------------------------------------
"Dimana aku? Kenapa begitu gelap?" Aku merasakan kegelapan yang teramat sangat. Kenapa aku tiba-tiba berada disini? Sempit dan panas. Tuhan, apa salah dan dosaku sehingga Kau penjarakan aku dalam ruang yang tidak nyaman ini. Tuhan, apakah Engkau marah kepadaku?"
Sebelumnya aku berada di taman surgawi, bercanda dengan kupu-kupu yang beterbangan di antara bunga-bunga cantik menawan. Di padang rumput yang luas dan hijau, di antara desiran angin yang melenakan. Ketika ku dengar suara-Nya menyapaku.
"Hambaku, sudah tiba saatnya bagi dirimu untuk menunjukkan abdi dan baktimu kepada-Ku. Di antara kerlip bintang dan teduhnya cahaya rembulan, engkau akan aku kirimkan ke bumi. Bersiaplah hamba-Ku. Buktikan, bahwa cuma Aku yang hanya Engkau sembah! Seperti pengabdianmu di surga ini! Aku melakukan ini, bukan karena benci kepada engkau, ini bukti kasih-Ku. Bahwa Aku sangat mencintaimu!"
Aku begitu gamang mendengar kalimat yang teruntai dari suara suci tersebut. Sejujurnya aku sangat takut, seperti apakah kehidupan di muka bumi? Disini aku ditemani oleh malaikat-malaikat yang begitu baik dan membuatku merasa terlindungi. Tapi bumi? Adakah yang akan menjaga dan melindungiku disana?
"Hambaku, kau tidak perlu cemas dan khawatir! Aku telah memilihkan seorang malaikat untukmu! Yang akan selalu menjaga dan melindungimu. Dia akan selalu menyanyikan kidung cinta untukmu. Membelai dan mendekapmu dalam pelukannya yang hangat. Kau akan aku tempatkan dalam rahimnya selama sembilan bulan, sampai tiba waktunya engkau benar-benar terlahir ke dunia!"
Aku masih belum puas akan jawaban tersebut. Bumi? Dari cerita malaikat, itu tempatnya manusia berbuat jahat, karena terhasut rayuan iblis. Dan tempatnya orang-orang menunjukkan amal ibadahnya kepada Tuhan? Aku takut, bagaimana caranya aku bisa bertemu dan kembali lagi kepada-Nya? Bagaimana seandainya aku tersesat? Tuhan, aku takut! Tubuhku menggigil.
"Hambaku, tak ada yang perlu engkau cemaskan. Malaikatmu akan menunjukkan caranya bagaimana berdoa kepada-Ku. Dia akan memberitahumu mana yang baik dan mana yang salah. Dan kamu yakinilah, sesungguhnya engkau selalu dalam perlindungan-Ku. Aku akan selalu dekat denganmu, bahkan lebih dekat dari urat nadimu sendiri!"
Sekarang aku merasa tenang. Tuhan, jika memang ini semua kehendakMu, hamba pasrah atas semua takdir dan perintah dari Mu. Aku hanya gamang, siapakah malaikat yang akan menjagaku kelak?
"Kau akan memanggilnya IBU"
***
Dan selama aku berada dalam rahim perempuan ini, hanya ketakutan dan ketakutan yang aku rasakan. Hatinya bisa aku lihat, bergejolak penuh amarah, penuh kesedihan dan penuh kebencian. Bagaimana mungkin perempuan ini bisa jadi pelindungku, kalau yang aku rasakan, hanya hawa rusak dari jiwanya yang penuh penyesalan. Dia terlalu sering menangis. Membuatku juga tidak tahan meneteskan air mata.
Dan sumbernya itu, adalah lelaki di depanku ini, yang senantiasa membuat perempuan ini menangis. Dia membentak, bahkan mendorong perempuan ini dengan kasar. Kadang, aku berharap, dia tidak pernah pulang. Karena ketika perempuan ini terjengkang, aku juga ikut kesakitan. Rahimnya ini terasa sesak seiring dengan semakin besar dan sempurnanya tubuhku.
Ada satu hal yang membuatku bergidik, perempuan ini, pernah memukul-mukul perutnya sendiri. Dan itu sungguh menyakitiku,
"Kalau Uda tidak mau punya anak, bunuh saja! Bunuh! Untuk apa dia terlahir ke dunia, kalau Uda tidak akan menyayanginya! Nur menyesal menikah sama Uda, Uda pemalas! Uda jahat!" Dan dia, perempuan ini memukul-mukul dadanya, memukul-mukul perutnya. Aku hanya bisa menjerit, berharap dia hentikan penyiksaan ini. Sementara lelaki itu, yang ketampanannya bagaikan malaikat, tapi berhati iblis, bukannya menenangkan perempuan ini, dia malah pergi begitu saja sambil menghempaskan pintu.
Sesaat, sunyi, kemudian, ku dengar sesenggukan wanita ini. Dia mengelus perut dimana aku ada di dalamnya.
"Anakku, maafkan bunda! Bunda tidak pernah bisa membahagiakanmu! Maafkan bunda, Nak!" Rasanya sangat sakit dan pedih sekali mendengar ratap tangisnya. Penyesalan demi penyesalan bergaung di dalam jiwanya. Aku luruh, aku ingin menghilang dari tubuh perempuan ini Tuhan. Benarkah ini malaikatku? Dimana keimanannya? Aku semakin takut Tuhan!
"Jangan cemas, hai manusia! Engkau telah ditakdirkan untuk terlahir ke bumi! Appaun itu, jangan engkau berkeluh kesah! Hadapi, sesungguhnya, dibalik kesulitan terdapat kemudahan!"
Perempuan itu tersenyum sambil mengelus perutnya. Aku merasakan getaran disetiap usapannya. Seakan-akan telapak tangannya menyentuh kepalaku. Menenangkanku dan menghilangkan kecemasan dalam jiwaku.
"Anakku, rusuh hati bunda! Mungkin bunda harus shalat! Semoga, engkau selamat terlahir ke bumi! Maafkan bunda ya, Nak kalau sering menyakitimu!"
Dan ketika tiba saatnya bagiku untuk lahir, semua kesempitan yang sempat membelenggu tubuhku, lenyap sudah! Aku menjerit setinggi langit, ketika yang pertama kali aku lihat adalah wajah menyeramkan! Día mencubitku, bahkan berniat mencekik leherku. Inikah Iblis? Ya Allah, aku menjerit dan menangis sekuat tenaga! Berharap segera terbebas dari makhluk menyeramkan yang mau membunuhku.
"Inyiak, Uda Sanu tidak ada, bagaimana ini? Siapa yang akan mengadzankannya? Aku takut, inyiak kalau bayiku kelak akan tersesat!" Di antara tangisku, aku dengar perempuan tersebut merintih. Dia menangis. Sementara perempuan tua yang menggendongku hanya bisa diam. Tapi syukurlah, lelaki itu muncul! Dengan kondisi tubuh basah kuyup. Dia segera melafazkan panggilan suci tersebut di telingaku. Iblis yang tadi berniat mencelakaiku, lintang pukang kalang kabut melarikan diri. Aku sangat bersyukur. Dan baru pertama kali aku melihat cahaya penuh haru, penuh harapan dan cinta yang membuat tubuh kecilku bergetar, ketika ku lihat lelaki gagah bak malaikat itu, memandangku.
"Anakku, Impian Jiwaku! Aku mencintaimu!"
Bersambung.
Diubah oleh triyuki25 05-11-2014 16:41
0
2.8K
Kutip
25
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan