- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- Gosip Nyok!
Perbedaan Pendapat Para Profesor tentang Permasalahan "6x4 & 4x6"


TS
ahlivirus
Perbedaan Pendapat Para Profesor tentang Permasalahan "6x4 & 4x6"

Kebanyakan dari agan mungkin sudah tahu latar belakang permasalahan "6x4 & 4x6". Nah, tapi ane yakin banyak juga yang belum tahu. So, ane bikin trit biar wawasan matematika agan-agan makin luas dan gak sesempit kereta ekonomi pas berangkat & pulang kerja.

Oke, langsung aja kita simak pendapat Prof Yohanes Surya dari UI & Prof Iwan Pranoto dari ITB.
Spoiler for Gara-Gara 6x4 dan 4x6, Profesor ITB Berdebat dengan Profesor UI:
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siapa yang tak kenal Yohanes Surya, seorang profesor fisika dari Universitas Indonesia (UI). Siapa pula yang tak kenal Iwan Pranoto, profesor matematika dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Gara-gara persoalan 4x6 dan 6x4, kedua ilmuwan itu terlibat dalam sebuah debat di Twitter.
Yohanes menyatakan, 6x4 itu tidak sama dengan 4x6. Dia membuat perumpamaan jeruk di dalam kotak.
Menurut Yohanes, jika dalam dua kotak berisi masing-masing empat jeruk, maka persamaannya adalah 4 jeruk + 4 jeruk.
Dengan demikian, soal di atas bisa ditulis 2 kotak x 4 jeruk atau disingkat 2 x 4 jeruk = 4 jeruk + 4 jeruk.
Selanjutnya, itu bisa dituliskan 2 x 4 = 4 + 4 (kesepakatan).
Nah, dengan kesepakatan itu, maka kita boleh menuliskan:
6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4
4 x 6 = 6 + 6 + 6 + 6
Pernyataan Yohanes tersebut kemudian menarik perhatian Iwan. Di akun twitternya @iwanpranoto, pengajar di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ITB itu mendebat Yohanes.
"Ini ilmu alam, bukan matematika. Matematika tidak seperti itu," tulis Iwan.
Menurutnya, jika mendefenisikan perkalian dengan situasi di alam atau berdasarkan kejadian di dunia nyata, maka perkalian jadi gagasan yang tergantung alam. Jika suatu pernyataan matematika bertentangan dengan fenomena alam, maka harusnya dibiarkan saja. Karena matematika bukan fenomena alam.
Iwan menambahkan, secara bercanda, matematikawan akan berkata bahwa alam semesta yang tidak ideal. Sehingga akhirnya teori matematika tak sesuai dengan fenomena alam.
Yang salah itu adalah alam semesta, bukan salah matematikanya karena matematika lebih ideal dari kenyataan alam. Persamaan atau pernyataan matematika itu kekal, bahkan lebih kekal dari alam.
Perdebatan tentang logika matematika ini berawal dari seorang mahasiswa Jurusan Teknik Mesin di Universitas Diponegoro, M Erfas Maulana mengunggah foto yang berisi tugas sekolah adiknya. Erfas mempertanyakan guru adiknya yang menyalahkan jawaban sang adik.
Dalam soal tugas itu, guru meminta adik Erfas untuk menyatakan 4+4+4+4+4+4 dalam operasi perkalian. Adik Erfas menuliskan jawaban bahwa 4+4+4+4+4+4 = 4x6. Jawaban itu, menurut Erfas, seharusnya benar.
Namun, ternyata sang guru menyalahkan. Menurut guru, jawaban yang seharusnya adalah 6x4. Erfas pun mengunggah foto tersebut di media sosial dan mendapat perhatian banyak netizen.
Spoiler for Sumurnya:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/09/23/nccv22-garagara-6x4-dan-4x6-profesor-itb-berdebat-dengan-profesor-ui
Nah, ternyata selain dua profesor di atas, ada lagi profesor lain yang ikut komentar tentang fenomena "6x4 & 4x6". Thomas Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi Astrofisika di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pun juga ikut berkomentar. Dan inilah berita tentang komentar beliau:
Spoiler for Komentar Prof Thomas Djamaluddin:
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Di media sosial sedang ramai diperbincangkan terkait unggahan seorang mahasiswa Universitas Diponegoro, M Erfas Maulana tentang tugas adiknya mengenai operasi perkalian apakah 4x6 sama dengan 6x4. Profesor Riset Astronomi Astrofisika di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin pun ikut 'nimbrung' memberikan ceramahnya soal operasi perkalian tersebut.
"Samakah 4 x 6 dan 6 x 4? Hasilnya sama, 24, tetapi logikanya berbeda. Itu adalah model matematis yang kasusnya berbeda. Konsekuensinya bisa berbeda juga," kata Thomas Djamaluddin dalam akun Facebook miliknya, Selasa (23/9).
Thomas menyontohkan ada dua orang bernama Ahmad dan Ali yang harus memindahkan batu bata yang jumlahnya sama yaitu 24 buah. Karena Ahmad lebih kuat sehingga ia membawa 6 bata sekaligus sebanyak 4 kali. Maka secara matematis ditulis 4x6.
Akan tetapi Ali yang badannya lebih kecil hanya mampu membawa 4 bata sebanyak 6 kali sehingga model matematisnya menjadi 6x4. Jadi menurutnya 4+4+4+4+4+4 = 6x4 berbeda konsepnya dengan 6+6+6+6 = 4x6, meski hasilnya sama-sama sebesar 24.
Ia menjelaskan matematika itu mengajarkan logika bukan sekedar ilmu berhitung. Ia menilai banyak orang ingin jalan pintas, yang penting tahu hasilnya. Itulah yang ia sebut menjadikan generasi "kalkulator", yang malas menjadikan logika matematika untuk memudahkan kehidupan. Dengan kemampuan berlogika, suatu kasus bisa dimodelkan dengan rumusan matematis, sehingga mudah dipecahkan.
"Ayolah Bapak, Ibu, Kakak, dan Adik, belajar matematika yang asik dengan soal-soal cerita. Soal cerita sering dianggap susah karena tidak menggunakan logika dan jarang diajarkan membuat model matematikanya," tegasnya.
Spoiler for Sumur:
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/14/09/23/nccbmu-apakah-4x6-sama-dengan-6x4-ini-jawaban-profesor-lapan
Nah, apakah sudah selesai? Ternyata tidak! Ada 1 profesor lagi yang ikut berkomentar. Beliau adalah Fahmi Amhar, Professor Riset bidang Sistem Informasi Spasial di Badan Koordinasi Survei & Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), yang sekarang bernama Badan Informasi Geospasial (BIG). Dan berikut adalah komentar Prof Fahmi:
Spoiler for Prof Fahmi Amhar:
Komentar Prof Fahmi ane langsung ambil dari akun facebook beliau.
Spoiler for Akun FB Prof Fahmi:
https://www.facebook.com/famhar68?fref=ts
Nah, gimana, komentar para profesor tersebut keren-keren, bukan?
Adakah profesor lain yang turut berkomentar tentang masalah "4x6 & 6x4" yang belum ane cantumin di sini?
Oh ya, buat yang belum tahu sosok para profesor di atas, yuk kenalan dengan mereka secara 1 per 1.
1. Prof Yohanes Surya

Spoiler for CV Prof Yohanes Surya:
Yohanes Surya lahir di Jakarta pada tanggal 6 November 1963. Ia mulai memperdalam fisika pada jurusan Fisika MIPA Universitas Indonesia hingga tahun 1986, mengajar di SMAK I Penabur Jakarta hingga tahun 1988 dan selanjutnya menempuh program master dan doktornya di College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat. Program masternya diselesaikan pada tahun 1990 dan program doktornya di tahun 1994 dengan predikat cum laude. Setelah mendapatkan gelar Ph.D., Yohanes Surya menjadi Consultant of Theoretical Physics di TJNAF/CEBAF (Continous Electron Beam Accelerator Facility) Virginia – Amerika Serikat (1994). Walaupun sudah punya Greencard(ijin tinggal dan bekerja di Amerika Serikat), Yohanes Surya pulang ke Indonesia dengan tujuan ingin mengharumkan nama Indonesia melalui olimpiade fisika (semboyannya waktu itu adalah “Go Get Gold”) serta mengembangkan fisika di Indonesia.
Pulang dari Amerika, disamping melatih dan memimpin Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), Yohanes Surya menjadi pengajar dan peneliti pada program pasca sarjana UI untuk bidang fisika nuklir (tahun 1995 –1998). Dari tahun 1993 hingga 2007 siswa-siswa binaannya berhasil mengharumkan nama bangsa dengan menyabet 54 medali emas, 33 medali perak dan 42 medali perunggu dalam berbagai kompetisi Sains/Fisika Internasional. Pada tahun 2006, seorang siswa binaannya meraih predikat Absolute Winner (Juara Dunia) dalam International Physics Olympiad (IphO) XXXVII di Singapura.
Yohanes Surya berkiprah dalam berbagai organisasi internasional sebagai Board member of the International Physics Olympiad, Vice President of The First step to Nobel Prize (1997-sekarang); Penggagas dan President Asian Physics Olympiad (2000-sekarang); Chairman of The first Asian Physics Olympiad, di Karawaci, Tangerang (2000); Executive member of the World Physics Federation Competition; Chairman of The International Econophysics Conference 2002; Chairman the World Conggress Physics Federation 2002; Board of Experts di majalah National Geographic Indonesia serta menjadi Chairman of Asian Science Camp 2008 di Denpasar, Bali. Selama berkarir di bidang pengembangan fisika, Yohanes Surya pernah mendapatkan berbagai award/fellowship antara lain CEBAF/SURA award AS ’92-93 (salah satu mahasiswa terbaik dalam bidang fisika nuklir pada wilayah tenggara Amerika), penghargaan kreativitas 2005 dari Yayasan Pengembangan Kreativitas, anugerah Lencana Satya Wira Karya (2006) dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tahun yang sama, ia terpilih sebagai wakil Indonesia dalam bidang pendidikan untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, George W. Bush. Pada tahun 2007, beliau menulis buku "Mestakung: Rahasia Sukses Juara Dunia" yang mendapatkan penghargaan sebagai penulis Best Seller tercepat di Indonesia. Dan tahun 2008 mendapat award sebagai Pahlawan Masa Kini pilihan Modernisator dan majalah TEMPO. Yohanes Surya juga mendapatkan banyak penghargaan, salah satunya adalah Soegeng Sarjadi Award on Good Governance 2013 kategori Tokoh Inspirator Publik untuk Kemajuan Sains.
Pada tahun 2013 Prof. Yohanes Surya mendirikan Surya University (http://www.surya.ac.id) , suatu universitas berbasis riset yang didukung oleh ratusan ilmuwan dan lebih dari 77 research center. Surya University akan menjadi pilar utama Indonesia Jaya 2030.(***)
Pulang dari Amerika, disamping melatih dan memimpin Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), Yohanes Surya menjadi pengajar dan peneliti pada program pasca sarjana UI untuk bidang fisika nuklir (tahun 1995 –1998). Dari tahun 1993 hingga 2007 siswa-siswa binaannya berhasil mengharumkan nama bangsa dengan menyabet 54 medali emas, 33 medali perak dan 42 medali perunggu dalam berbagai kompetisi Sains/Fisika Internasional. Pada tahun 2006, seorang siswa binaannya meraih predikat Absolute Winner (Juara Dunia) dalam International Physics Olympiad (IphO) XXXVII di Singapura.
Yohanes Surya berkiprah dalam berbagai organisasi internasional sebagai Board member of the International Physics Olympiad, Vice President of The First step to Nobel Prize (1997-sekarang); Penggagas dan President Asian Physics Olympiad (2000-sekarang); Chairman of The first Asian Physics Olympiad, di Karawaci, Tangerang (2000); Executive member of the World Physics Federation Competition; Chairman of The International Econophysics Conference 2002; Chairman the World Conggress Physics Federation 2002; Board of Experts di majalah National Geographic Indonesia serta menjadi Chairman of Asian Science Camp 2008 di Denpasar, Bali. Selama berkarir di bidang pengembangan fisika, Yohanes Surya pernah mendapatkan berbagai award/fellowship antara lain CEBAF/SURA award AS ’92-93 (salah satu mahasiswa terbaik dalam bidang fisika nuklir pada wilayah tenggara Amerika), penghargaan kreativitas 2005 dari Yayasan Pengembangan Kreativitas, anugerah Lencana Satya Wira Karya (2006) dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tahun yang sama, ia terpilih sebagai wakil Indonesia dalam bidang pendidikan untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, George W. Bush. Pada tahun 2007, beliau menulis buku "Mestakung: Rahasia Sukses Juara Dunia" yang mendapatkan penghargaan sebagai penulis Best Seller tercepat di Indonesia. Dan tahun 2008 mendapat award sebagai Pahlawan Masa Kini pilihan Modernisator dan majalah TEMPO. Yohanes Surya juga mendapatkan banyak penghargaan, salah satunya adalah Soegeng Sarjadi Award on Good Governance 2013 kategori Tokoh Inspirator Publik untuk Kemajuan Sains.
Pada tahun 2013 Prof. Yohanes Surya mendirikan Surya University (http://www.surya.ac.id) , suatu universitas berbasis riset yang didukung oleh ratusan ilmuwan dan lebih dari 77 research center. Surya University akan menjadi pilar utama Indonesia Jaya 2030.(***)
2. Prof Iwan Pranoto

Spoiler for Biodata Prof Iwan Pranoto:
Nama : Iwan Pranoto
Lahir : Jakarta, 27 Oktober 1961
Alamat : Jl Ganesha No 10 Bandung
Pendidikan : TK St Maria Malang
: SD St Maria 1 Malang
: SMP St Yusuf Malang
: SMA Dempo Malang
: S1 Matematika ITB Bandung
: S2 Matematika ITB Bandung
: Master of Science, Mathematics Univ of Toronto Canada
: PhD Mathematics Univ of Toronto Canada
Karir : Staf Pengajar Matematika FMIPA ITB
: Ketua KBK Geometri (2002-2006)
: Auditor Akademik Satuan Pengawas Internal ITB
: Koordinator Pengembangan Materi dan Kebijakan Pendidikan Matematika
dan IPA ITB.
Lahir : Jakarta, 27 Oktober 1961
Alamat : Jl Ganesha No 10 Bandung
Pendidikan : TK St Maria Malang
: SD St Maria 1 Malang
: SMP St Yusuf Malang
: SMA Dempo Malang
: S1 Matematika ITB Bandung
: S2 Matematika ITB Bandung
: Master of Science, Mathematics Univ of Toronto Canada
: PhD Mathematics Univ of Toronto Canada
Karir : Staf Pengajar Matematika FMIPA ITB
: Ketua KBK Geometri (2002-2006)
: Auditor Akademik Satuan Pengawas Internal ITB
: Koordinator Pengembangan Materi dan Kebijakan Pendidikan Matematika
dan IPA ITB.
3. Prof Thomas Djamaluddin

Spoiler for Biografi Prof Thomas:
Djamaluddin, lahir di Purwokerto, 23 Januari 1962, putra pasangan Sumaila Hadiko, purnawirawan TNI AD asal Gorontalo, dan Duriyah, asal Cirebon. Tradisi Jawa untuk mengganti nama anak yang sakit-sakitan, menyebabkan nama saya diganti menjadi Thomas (yang tak punya makna agama, sekadar nama umum –karena keluarga besar kami semuanya Muslim) ketika umur saya sekitar 3 tahun. Nama Thomas tersebut saya gunakan sampai SMP. Menyadari adanya perbedaan data kelahiran dan dokumen lainnya, atas inisiatif sendiri nama di STTB SMP digabungkan menjadi Thomas Djamaluddin. Sejak SMA nama saya lebih suka saya singkat menjadi T. Djamaluddin.
Sebagian besar masa kecil saya habiskan di Cirebon sejak 1965. Sekolah di SD Negeri Kejaksan 1, SMP Negeri 1, dan SMA Negeri 2 Cirebon. Saya baru meninggalkan Cirebon pada 1981 setelah diterima tanpa test di ITB melalui PP II (Proyek Perintis II), sejenis PMDK (Penelusuran, Minat, dan Kemampuan). Sesuai dengan minat saya sejak SMP, di ITB saya memilih jurusan Astronomi. Minat astronomi diawali dari banyak membaca majalah dan buku tentang UFO saat SMP, sehingga terpacu menggali lebih banyak pengetahuan tentang alam semesta dari Encyclopedia Americana dan buku-buku lainnya yang tersedia di perpustakaan SMA. Dari kajian itu yang digabungkan dengan kajian dari Al Quran dan hadits, saat kelas I SMA (1979) saya menulis “UFO, Bagaimana menurut Agama” yang dimuat di majalah ilmiah populer Scientae. Itulah awal publikasi tulisan saya, walaupun kegemaran menulis dimulai sejak SMP.
Ilmu Islam lebih banyak saya pelajari dari lingkungan keluarga dan diperdalam secara otodidak dari membaca buku. Pengetahuan dasar Islam diperoleh dari sekolah agama setingkat ibtidaiyah dan dari aktivitas di masjid. Pengalaman berkhutbah dimulai di SMA dengan bimbingan guru agama. Kemudian menjadi mentor di Karisma (Keluarga Remaja Islam masjid Salman ITB) sejak tahun pertama di ITB (13 September 1981) sampai menjelang meninggalkan Bandung menuju Jepang (13 Maret 1988). Ya selama 13 semester saya menjadi mentor (angka 13 memang kebetulan yang istimewa). Kegiatan utama saya semasa mahasiswa hanyalah kuliah dan aktif di masjid Salman ITB. Kegemaran saya membaca dan menulis. Semasa mahasiswa saya telah menulis 10 tulisan di koran dan majalah tentang astronomi dan Islam serta beberapa buku kecil materi mentoring, antara lain Ibadah Shalat, Membina Masjid, dan Masyarakat Islam.
Lulus dari ITB (1986) kemudian saya masuk LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) Bandung menjadi peneliti antariksa. Dan tahun 1988 – 1994 saya mendapat kesempatan tugas belajar program S2 dan S3 ke Jepang di Department of Astronomy, Kyoto University, dengan beasiswa Monbusho. Tesis master dan doktor saya berkaitan dengan materi antarbintang dan pembentukan bintang dan evolusi bintang muda. Namun aplikasi astronomi dalam bidang hisab dan rukyat terus ditekuninya. Atas permintaan teman-teman mahasiswa Muslim di Jepang dibuatlah program jadwal salat, arah kiblat, dan konversi kalender. Upaya menjelaskan rumitnya masalah globalisasi dan penyeragaman awal Ramadhan dan hari raya saya lakukan sejak menjadi mahasiswa di Jepang. Menjelang awal Ramadhan, idul fitri, dan idul adha adalah saat paling sibuk menjawab pertanyaan melalui telepon maupun via internet dalam mailing list ISNET.
Amanat sebagai Secretary for Culture and Publication di Muslim Students Association of Japan (MSA-J), sekretaris di Kyoto Muslims Association, dan Ketua Divisi Pembinaan Ummat ICMI Orwil Jepang memaksa saya menjadi tempat bertanya mahasiswa-mahasiswa Muslim di Jepang. Masalah-masalah riskan terkait dengan astronomi dan syariah harus dijawab, seperti shalat id dilakukan dua hari berturut-turut oleh kelompok masyarakat Arab dan Asia Tenggara di tempat yang sama, adanya kabar idul fitri di Arab padahal di Jepang baru berpuasa 27 hari, atau adanya laporan kesaksian hilal oleh mahasiswa Mesir yang mengamati dari apartemen di tengah kota padahal secara astronomi hilal telah terbenam. Kelangkaan ulama agama di Jepang juga menuntut saya harus bisa menjelaskan masalah halal-haramnya berbagai jenis makanan di Jepang serta mengurus jenazah, antara lain jenazah pelaut Indonesia.
Saat ini saya bekerja di LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) sebagai Kepala LAPAN dan Peneliti Utama IVe (Profesor Riset) Astronomi dan Astrofisika. Sebelumnya pernah menjadi Kepala Unit Komputer Induk LAPAN Bandung (Eselon IV), Kepala Bidang Matahari dan Antariksa (Eselon III), Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim (Eselon II) LAPAN, dan Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan (Eselon I). Saat ini juga mengajar dan menjadi pembimbing di Program Magister dan Doktor Ilmu Falak di IAIN Walisongo Semarang.
Terkait dengan kegiatan penelitian, saat ini saya menjadi anggota Himpunan Astronomi Indonesia (HAI), International Astronomical Union (IAU), dan National Committee di Committee on Space Research (COSPAR), serta anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama RI dan BHR Daerah Provinsi Jawa Barat. Lebih dari 50 makalah ilmiah, lebih dari 100 tulisan populer, dan 5 buku tentang astronomi dan keislaman telah saya publikasikan.
Alhamdulillah, beberapa kegiatan internasional juga telah saya ikuti dalam bidang kedirgantaraan (di Australia, RR China, Honduras, Iran, Brazil, Jordan, Jepang, Amerika Serikat, Slovakia, Uni Emirat Arab, India, Vietnam, Swiss, Thailand, Singapura, dan Austria) dan dalam bidang keislaman (konferensi WAMY – World Assembly of Muslim Youth — di Malaysia).
Beristrikan Erni Riz Susilawati, saat ini dikaruniai tiga putra: Vega Isma Zakiah (lahir 1992), Gingga Ismu Muttaqin Hadiko (lahir 1996), dan Venus Hikaru Aisyah (lahir 1999).
Sebagian besar masa kecil saya habiskan di Cirebon sejak 1965. Sekolah di SD Negeri Kejaksan 1, SMP Negeri 1, dan SMA Negeri 2 Cirebon. Saya baru meninggalkan Cirebon pada 1981 setelah diterima tanpa test di ITB melalui PP II (Proyek Perintis II), sejenis PMDK (Penelusuran, Minat, dan Kemampuan). Sesuai dengan minat saya sejak SMP, di ITB saya memilih jurusan Astronomi. Minat astronomi diawali dari banyak membaca majalah dan buku tentang UFO saat SMP, sehingga terpacu menggali lebih banyak pengetahuan tentang alam semesta dari Encyclopedia Americana dan buku-buku lainnya yang tersedia di perpustakaan SMA. Dari kajian itu yang digabungkan dengan kajian dari Al Quran dan hadits, saat kelas I SMA (1979) saya menulis “UFO, Bagaimana menurut Agama” yang dimuat di majalah ilmiah populer Scientae. Itulah awal publikasi tulisan saya, walaupun kegemaran menulis dimulai sejak SMP.
Ilmu Islam lebih banyak saya pelajari dari lingkungan keluarga dan diperdalam secara otodidak dari membaca buku. Pengetahuan dasar Islam diperoleh dari sekolah agama setingkat ibtidaiyah dan dari aktivitas di masjid. Pengalaman berkhutbah dimulai di SMA dengan bimbingan guru agama. Kemudian menjadi mentor di Karisma (Keluarga Remaja Islam masjid Salman ITB) sejak tahun pertama di ITB (13 September 1981) sampai menjelang meninggalkan Bandung menuju Jepang (13 Maret 1988). Ya selama 13 semester saya menjadi mentor (angka 13 memang kebetulan yang istimewa). Kegiatan utama saya semasa mahasiswa hanyalah kuliah dan aktif di masjid Salman ITB. Kegemaran saya membaca dan menulis. Semasa mahasiswa saya telah menulis 10 tulisan di koran dan majalah tentang astronomi dan Islam serta beberapa buku kecil materi mentoring, antara lain Ibadah Shalat, Membina Masjid, dan Masyarakat Islam.
Lulus dari ITB (1986) kemudian saya masuk LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) Bandung menjadi peneliti antariksa. Dan tahun 1988 – 1994 saya mendapat kesempatan tugas belajar program S2 dan S3 ke Jepang di Department of Astronomy, Kyoto University, dengan beasiswa Monbusho. Tesis master dan doktor saya berkaitan dengan materi antarbintang dan pembentukan bintang dan evolusi bintang muda. Namun aplikasi astronomi dalam bidang hisab dan rukyat terus ditekuninya. Atas permintaan teman-teman mahasiswa Muslim di Jepang dibuatlah program jadwal salat, arah kiblat, dan konversi kalender. Upaya menjelaskan rumitnya masalah globalisasi dan penyeragaman awal Ramadhan dan hari raya saya lakukan sejak menjadi mahasiswa di Jepang. Menjelang awal Ramadhan, idul fitri, dan idul adha adalah saat paling sibuk menjawab pertanyaan melalui telepon maupun via internet dalam mailing list ISNET.
Amanat sebagai Secretary for Culture and Publication di Muslim Students Association of Japan (MSA-J), sekretaris di Kyoto Muslims Association, dan Ketua Divisi Pembinaan Ummat ICMI Orwil Jepang memaksa saya menjadi tempat bertanya mahasiswa-mahasiswa Muslim di Jepang. Masalah-masalah riskan terkait dengan astronomi dan syariah harus dijawab, seperti shalat id dilakukan dua hari berturut-turut oleh kelompok masyarakat Arab dan Asia Tenggara di tempat yang sama, adanya kabar idul fitri di Arab padahal di Jepang baru berpuasa 27 hari, atau adanya laporan kesaksian hilal oleh mahasiswa Mesir yang mengamati dari apartemen di tengah kota padahal secara astronomi hilal telah terbenam. Kelangkaan ulama agama di Jepang juga menuntut saya harus bisa menjelaskan masalah halal-haramnya berbagai jenis makanan di Jepang serta mengurus jenazah, antara lain jenazah pelaut Indonesia.
Saat ini saya bekerja di LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) sebagai Kepala LAPAN dan Peneliti Utama IVe (Profesor Riset) Astronomi dan Astrofisika. Sebelumnya pernah menjadi Kepala Unit Komputer Induk LAPAN Bandung (Eselon IV), Kepala Bidang Matahari dan Antariksa (Eselon III), Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim (Eselon II) LAPAN, dan Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan (Eselon I). Saat ini juga mengajar dan menjadi pembimbing di Program Magister dan Doktor Ilmu Falak di IAIN Walisongo Semarang.
Terkait dengan kegiatan penelitian, saat ini saya menjadi anggota Himpunan Astronomi Indonesia (HAI), International Astronomical Union (IAU), dan National Committee di Committee on Space Research (COSPAR), serta anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama RI dan BHR Daerah Provinsi Jawa Barat. Lebih dari 50 makalah ilmiah, lebih dari 100 tulisan populer, dan 5 buku tentang astronomi dan keislaman telah saya publikasikan.
Alhamdulillah, beberapa kegiatan internasional juga telah saya ikuti dalam bidang kedirgantaraan (di Australia, RR China, Honduras, Iran, Brazil, Jordan, Jepang, Amerika Serikat, Slovakia, Uni Emirat Arab, India, Vietnam, Swiss, Thailand, Singapura, dan Austria) dan dalam bidang keislaman (konferensi WAMY – World Assembly of Muslim Youth — di Malaysia).
Beristrikan Erni Riz Susilawati, saat ini dikaruniai tiga putra: Vega Isma Zakiah (lahir 1992), Gingga Ismu Muttaqin Hadiko (lahir 1996), dan Venus Hikaru Aisyah (lahir 1999).
4. Prof Fahmi Amhar

Spoiler for Profil Prof Fahmi:
Prof. Dr.-Ing. H. Fahmi Amhar, lahir di Magelang, tahun 1968. Setelah lulus SMAN 1 Magelang tahun 1986, sempat kuliah di jurusan Fisika ITB selama satu semester. Dia kemudian mendapat beasiswa dari Menrsitek Habibie (OFP-STAID) untuk melanjutkan studi “undergraduate” di Eropa Barat, dan lalu beasiswa dari Austrian National Science Foundation untuk tingkat selanjutnya.
Fahmi bermukim di Austria selama hampir 10 tahun, hingga meraih gelar “Diplom-Ingenieur” dari Universitaet Innsbruck & Technische Universitaet Wien (Vienna University of Technology) dalam bidang geodesy, photogrametry & cartography pada tahun 1993; kemudian “Doktor der technischen Wissenschaften” dari Technische Universitaet Wien , dengan dissertasi dalam bidang geomatics engineering (3D-GIS, digital orthoimage & spatial database) pada tahun 1997.
Fahmi menyukai dunia ilmiah dan dakwah sejak remaja. Tahun 1984-1986 Fahmi tiga kali menjuarai Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI, hingga sempat ditawari masuk IPB tanpa test oleh Rektornya saat itu, Prof. Dr. Andi Hakim Nasution, meski masih kelas 2 SMA. Semasa SMA pula dia ikut mendirikan Kelompok Ilmiah Remaja SMA1 Magelang (pi-Sigma) dan Keluarga Remaja Islam Magelang (Karisma). Di Austria Fahmi menjadi motor pengajian mahasiswa dan TPQ di KBRI.
Fahmi memperoleh pengetahuan Islamnya dari kegemarannya membaca, berdiskusi dan mengikuti kajian di berbagai tempat, mulai dari kajian kitab dengan Ust. Yusuf di Magelang yang kebetulan ayahnya sendiri, training khatib di masjid jami’ Magelang (kalangan NU), kuliah shubuh setiap ahad pagi di kampus Universitas Muhammadiyah, juga di beberapa pergerakan seperti Pelajar Islam Indonesia (PII), kelompok mentoring Masjid Salman ITB, ICMI hingga ke Hizbut Tahrir. Fahmi pernah pula mengunjungi sentra-sentra studi Islam seperti Mekkah, Madinah, Cordoba, Cairo, Istanbul hingga McGill University di Canada. Bukunya tentang Islam yang pernah terbit adalah “Bunga Rampai Kajian Islam di Wina” (Wapena, 1995), “Buku Pintar Calon Haji” (GIP, 1996) dan terakhir “TSQ Stories” (Al-Azhar Press, 2010). Tulisan populernya juga banyak dimuat di berbagai media nasional, seperti Republika, Kompas, Media Indonesia, Kedaulatan-Rakyat, Suara Hidayatullah, Suara Islam, Media Umat, Nebula, al-Waie, serta disimpan di ribuan websites.
Saat ini Fahmi bekerja sebagai Peneliti Utama (IV/e) pada Badan Koordinasi Survei & Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), dan dari 2007-2010 menjabat Kepala Balai Penelitian Geomatika di Bakosurtanal. Pada 11 Agustus 2010 Fahmi dikukuhkan sebagai Professor Riset bidang Sistem Informasi Spasial. Dia adalah Professor Riset ke 310 yang dikukuhkan oleh LIPI. Fokus penelitiannya saat ini adalah “Spatial Data Quality & Standardization”, “Audit of Spatial Information System” dan “Non-Conventional Cartography”.
Untuk terus mengasah dan menyebarkan kemampuan akademisnya, Fahmi juga mengajar sebagai dosen luar biasa pada pascasarjana IPB, Undip dan Univ. Paramadina. Fahmi pernah juga menjadi dosen tamu di Universitas Muhammadiyah Magelang. Selain itu lebih dari 100 lembaga pemerintah, swasta, pendidikan dan LSM pernah mengikuti trainingnya dalam berbagai topik.
Tahun 2001 Fahmi meraih penghargaan Peneliti Terbaik bidang Teknologi Rekayasa dalam Pemilihan Peneliti Muda Indonesia.
Fahmi bermukim di Austria selama hampir 10 tahun, hingga meraih gelar “Diplom-Ingenieur” dari Universitaet Innsbruck & Technische Universitaet Wien (Vienna University of Technology) dalam bidang geodesy, photogrametry & cartography pada tahun 1993; kemudian “Doktor der technischen Wissenschaften” dari Technische Universitaet Wien , dengan dissertasi dalam bidang geomatics engineering (3D-GIS, digital orthoimage & spatial database) pada tahun 1997.
Fahmi menyukai dunia ilmiah dan dakwah sejak remaja. Tahun 1984-1986 Fahmi tiga kali menjuarai Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI, hingga sempat ditawari masuk IPB tanpa test oleh Rektornya saat itu, Prof. Dr. Andi Hakim Nasution, meski masih kelas 2 SMA. Semasa SMA pula dia ikut mendirikan Kelompok Ilmiah Remaja SMA1 Magelang (pi-Sigma) dan Keluarga Remaja Islam Magelang (Karisma). Di Austria Fahmi menjadi motor pengajian mahasiswa dan TPQ di KBRI.
Fahmi memperoleh pengetahuan Islamnya dari kegemarannya membaca, berdiskusi dan mengikuti kajian di berbagai tempat, mulai dari kajian kitab dengan Ust. Yusuf di Magelang yang kebetulan ayahnya sendiri, training khatib di masjid jami’ Magelang (kalangan NU), kuliah shubuh setiap ahad pagi di kampus Universitas Muhammadiyah, juga di beberapa pergerakan seperti Pelajar Islam Indonesia (PII), kelompok mentoring Masjid Salman ITB, ICMI hingga ke Hizbut Tahrir. Fahmi pernah pula mengunjungi sentra-sentra studi Islam seperti Mekkah, Madinah, Cordoba, Cairo, Istanbul hingga McGill University di Canada. Bukunya tentang Islam yang pernah terbit adalah “Bunga Rampai Kajian Islam di Wina” (Wapena, 1995), “Buku Pintar Calon Haji” (GIP, 1996) dan terakhir “TSQ Stories” (Al-Azhar Press, 2010). Tulisan populernya juga banyak dimuat di berbagai media nasional, seperti Republika, Kompas, Media Indonesia, Kedaulatan-Rakyat, Suara Hidayatullah, Suara Islam, Media Umat, Nebula, al-Waie, serta disimpan di ribuan websites.
Saat ini Fahmi bekerja sebagai Peneliti Utama (IV/e) pada Badan Koordinasi Survei & Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), dan dari 2007-2010 menjabat Kepala Balai Penelitian Geomatika di Bakosurtanal. Pada 11 Agustus 2010 Fahmi dikukuhkan sebagai Professor Riset bidang Sistem Informasi Spasial. Dia adalah Professor Riset ke 310 yang dikukuhkan oleh LIPI. Fokus penelitiannya saat ini adalah “Spatial Data Quality & Standardization”, “Audit of Spatial Information System” dan “Non-Conventional Cartography”.
Untuk terus mengasah dan menyebarkan kemampuan akademisnya, Fahmi juga mengajar sebagai dosen luar biasa pada pascasarjana IPB, Undip dan Univ. Paramadina. Fahmi pernah juga menjadi dosen tamu di Universitas Muhammadiyah Magelang. Selain itu lebih dari 100 lembaga pemerintah, swasta, pendidikan dan LSM pernah mengikuti trainingnya dalam berbagai topik.
Tahun 2001 Fahmi meraih penghargaan Peneliti Terbaik bidang Teknologi Rekayasa dalam Pemilihan Peneliti Muda Indonesia.
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 3 suara
Profesor siapakah yang pendapatnya paling mudah dipahami menurut agan?
Prof Yohanes Surya (UI)
33%
Prof Iwan Pranoto (ITB)
67%
Prof Thomas Djamaluddin (Lapan)
0%
Prof Fahmi Amhar (Badan Informasi Geospasial/BIG)
0%
Diubah oleh ahlivirus 25-09-2014 17:33


anasabila memberi reputasi
1
7.9K
Kutip
33
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan