Kaskus

Entertainment

shinjo86Avatar border
TS
shinjo86
Kabinet Jokowi dan Realitas Politik
Jika kita cermati, duet Jokowi-JK yang memenangi Pilpres dengan selisih yang tipis dan dengan dukungan dari minoritas anggota Dewan memang mustahil untuk menerapkan politik non transaksional. Terbukti pada akhirnya pun Jokowi-JK memberikan jatah kursi menteri kepada Partai-Partai pendukungnya.

Bagi-bagi kursi menteri kepada Partai pendukung yang dilakukan Jokowi-JK kami nilai wajar-wajar saja, mengingat Jokowi maju dalam pertarungan Pilpres melalui Partainya sendiri yakni PDIP sekaligus membutuhkan dukungan Partai-Partai lainnya untuk memenuhi syarat dalam pencalonannya sebagai pasangan Capres-Cawapres.

Namun yang menjadi masalah adalah selama masa kampanye pasangan Jokowi-JK mengembor-gemborkan Politik Non Transaksional. Gayung pun bersambut, masyarakat pendukung pasangan ini antusias menyambut politik model baru ala Jokowi ini, Masyarakat yang selama ini lelah dengan Politik Transaksional seolah mendapatkan harapan baru, mereka tidak sungkan-sungkan mengolok-olok lawan Politik koalisi Indonesia Hebat yakni Koalisi Merah Putih yang terang-terangan menjalankan Politik Transaksional. Sayangnya harapan masyarakat pendukung Jokowi-JK tersebut hanya harapan kosong belaka, realitas dan keadaan dilapangan jelas tidak memungkinkan dilakukannya Politik Non Transaksional.

Menurut hemat kami selama Capres dan Cawapres harus melalui Partai dengan persyaratan jumlah suara partai pendukung harus mencapai sekian persen, maka selama itu pula Politik Non Transaksional mustahil untuk dilakukan. Diluar konteks baik atau tidaknya Partai-Partai pendukung, setiap Partai pasti ingin ikut andil dalam mengelola Pemerintahan. Bukankah itu tujuan didirikannya Partai?

Suka atau tidak suka begitulah keadaannya, negara kita ini belumlah menerapkan Sistem Demokrasi dari Rakyat, oleh Rakyat, dan untuk Rakyat. Yang ada adalah demokrasi dari Partai, oleh Partai dan untuk Partai. Perhatikan fakta-fakta berikut :

Anggota Dewan
Setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebelum dipilih oleh rakyat ia haruslah dipilih oleh Partai untuk maju sebagai Caleg. Setelah mereka berhasil duduk di kursi senayan, setiap keputusannya pun harus sesuai dengan garis kebijakan partai. Jika tidak maka tindakannya tersebut dianggap melanggar aturan Partai.

Presiden dan Wakil Presiden
Calon Presiden dan Wakil Presiden juga harus ditentukan oleh Partai atau kumpulan Partai sehingga mencapai jumlah perolehan suara tertentu. Oleh karena itu seorang Presiden dan Wakil Presiden haruslah mengakomodir kepentingan-kepentingan Partai-Partai Pendukungnya. Kebijakannya pun harus segaris lurus dengan kepentingan mayoritas Partai Pendukung. Contoh Presiden RI yang tidak mengakomodir kepentingan-kepentingan/bertentangan dengan garis kebijakan dan pemikiran Partai-partai pendukungnya (Sikap ini bisa dikatakan melakukan Politik Non Transaksional) adalah Gusdur, namun sebagaimana kita ketahui Beliau pun akhirnya harus lengser karena dilengserkan sendiri oleh Partai-partai pendukungnya.

Bukankah keadaan tersebut bisa dikatakan demokrasi dari Partai, oleh Partai, dan untuk Partai?

Kesimpulan kami, harapan adanya Politik Non Transaksional hanya bisa terwujud apabila Caleg, Capres dan Cawapres dapat maju secara Independen dan mendapatkan dukungan secara luas dari masyarakat. Sistem seperti ini dapat kita lihat di Republik Islam Iran, dimana Caleg dan Presiden seluruhnya berasal dari calon Independen. Ya, karena di Iran tidak diterapkan sistem Partai. Seluruh warga negara berhak maju sebagai Caleg maupun Capres jika memenuhi syarat. Dalam pemilu terakhir di Iran, jumlah pendaftar calon Presiden mencapai ratusan orang.

Nb : Saat opini ini ditulis, Kabinet Jokowi-JK telah resmi diumumkan. Kami ucapkan selamat bekerja kepada Bapak Presiden dan Wakil Presiden beserta seluruh jajaran Menteri dalam Kabinetnya. Semoga Bangsa Indonesia semakin maju dan sejahtera.

Quote:
0
1.2K
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan