Kaskus

Entertainment

cakhyanjAvatar border
TS
cakhyanj
anak di luar nikah rugi atau menguntungkan...???
moga2 bukan emoticon-Blue Repost

SEKARANG ini agaknya lumrah sekali anak lahir di luar nikah di sekeliling kita. Tapi bagaimana sebenarnya Islam mengatur sang anak yang tak berdosa itu? Di lingkungan kita sering kali disebut anak haram. Sebutan anak haram itu tentu saja bukan si anak-nya yang haram, tapi kurang lebih hasil dari perbuatan haram.
emoticon-Mewek emoticon-Mewek
Islam hanya mengakui hubungan darah ( nasab ) seseorang melalui jalinan perkimpoian yang sah. Ini bisa dipahami langsung dari salah satu tujuan pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan. Artinya, ketika sesorang telah melangsungkan akad nikah, kemudian mereka bercampur ( melakukan hubungan suami isteri) dan memperoleh keturunan, maka anak yang dilahirkan tersebut adalah sah dan dinasabkan kepada si ayah.
anak di luar nikah rugi atau menguntungkan...???

Namun sebaliknya, jika keturunan yang diperoleh di luar ikatan perkimpoian, baik dilakukan dengan suka rela (perzinahan) atau paksaan (rudapaksa), maka dalam hal ini, anak yang dilahirkan dinasabkan pada si ibu yang melahirkannya, bukan pada si Ayah. Walaupun secara biologis diketahui bahwa anak tersebut terlahir dari benih sang ayah.
emoticon-Turut Berduka
Kondisi ini juga berlaku pada kasus hamil di luar nikah. Mayoritas ulama sepakat bahwa anak yang dilahirkan dari hasil hubungan di luar nikah tidak boleh dinasabkan pada ayahnya. Karena perbuatan tersebut tergolong zinah. Ini berdasarkan pada hadis Rasulullah SAW : “Status (kewalian) anak adalah bagi pemilik kasur/suami dari perempuan yang melahirkan. Dan bagi pelaku zina (dihukum) batu,” (Muttafaq ‘alaih). Dengan demikian, pernikahan yang didahului zinah dan dan hamil sebelum dilangsungkan aqad nikah maka anak yang terlahir dinasabkan pada ibu. Sebagai konsekwensi, si ayah tidak berhak menjadi wali nikah, mewariskan, dan hukum lainnya yang berkaitan dengan nasab.
emoticon-Turut Berduka
Adapun soal apakah si ibu harus memberitahukan pada si anak siapa ayah sebenarnya, itu tidak wajib. Jadi tidak berdosa menyembunyikan identitas ayahnya. Karena secara hukum, tidak ada lagi hak si ayah pada anak yang dihasilkan dari perzinahannya. Hanya saja, untuk memberitahukan bahwa sang ayah sudah mati, kalau itu tidak benar dan hanya sebagai luapan kebencian semata maka ini tidak boleh. Sebab termasuk pada perbuatan dusta yang justru akan menyulut permusuhan lebih dalam.

Cukup saja mengatakan kondisi apa adanya jika anak itu telah dewasa atau telah memungkinkan untuk menerima kenyataan. Karena kita diharuskan senantiasa berbuat adil kepada siapapun, sampai pada orang yang kita benci sekalipun. Dan, kejujuran itu merupakan wujud dari adil yang harus kita tampilkan. Allah swt berfirman : “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil” (QS.Al-maidah :8)

Di sini, juga perlu diingat bahwa tidak ada istilah anak haram. Karena Islam tidak mengakui adanya dosa warisan. Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah (suci). Kalaupun ia ditakdirkan lahir dari hasil zina kedua orang tuanya, namun dosa zina bukan pada si anak tapi pada kedua orang tuanya. Allah swt berfirman : “dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”. (QS.az-Zumar: 7). Oleh karenanya, orang tua harus bertaubat nasuha. Sebab zina adalah satu dosa besar yang sangat dimurkai oleh Allah swt

pre marital pregnancy (kehamilan di luar nikah) banyak mendatangkan masalah bagi pelaku, baik itu secara psikologis maupun sosiologis. Secara psikologis, pelaku jiwanya tertekan karena perasaan bersalah yang berkepanjangan baik kepada keluarga maupun norma agama. Sedangkan dari aspek sosiologis, pandangan “miring” dari masyarakat cukup membatasi ruang gerak bersosialisasi pelaku karena perasaan malu, tekanan ini makin hebat jika terjadi dikalangan masyarakat yang masih menjunjung tinggi norma susila. Di sisi lain impian masa depan pelaku jadi berantakan karena accident tersebut.

peran orang tua sangat krusial meminimalisir problematika remaja kita. Bahkan jauh berabad-abad sebelumnya Alqur’an sudah memperingatkan kewajiban orang tua ini bahwa “hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...”11. Pesan Alqur'an ini menyiratkan bahwa sebagai orang tua, selain menjaga diri dari segala bentuk perintah dan larangan Tuhan, orang tua pun turut bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan anak-anak mereka. Bukan hanya dari segi materi, tapi lebih dari itu, menjadi motivator buat mereka, menanamkan pendidikan akhlak secara kontinyu dan senantiasa mengontrol perkembangan psikis dan mental mereka. Sebab jika tidak, maka “lingkungan” yang dominan membentuk kepribadian mereka, lingkunganlah yang lebih dominan membentuk pola pikir, sikap dan perilaku mereka. Jadi jangan salahkan mereka jika suatu ketika kelak bertindak asusila dan segala bentuk penyakit masyarakat lainnya. Coba anda bayangkan, interaksi dan pengawasan oleh guru-guru mereka di sekolah rata-rata berkisar 5-7 jam sehari. Selebihnya kurang lebih 17 jam mereka terpapar oleh lingkungan (teman, tetangga, teknologi informasi, dan sebagainya) dan keluarga. Apakah Anda rela, waktu yang tersisa itu dominan dipengaruhi atau dibentuk oleh lingkungan mereka? Apakah Anda rela kelak menjadi “asing” bagi anak-anak Anda sendiri? Walhasil, semua terpulang kepada Anda sebagai pelakon panggung kehidupan ini.

ok gan ane newbie jadi baru nyoba aja semoga bermanfaat buat semuanya

plissemoticon-Blue Guy Cendol (L) and ratingnyaemoticon-Rate 5 Star
0
2.7K
11
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan