Jakarta -Setiap negara punya permasalahan masing-masing, misalnya Indonesia dengan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang terus membengkak. Di negara tetangga yaitu Timor Leste, subsidi juga menjadi beban negara.

BBM di Timor Leste memang tidak disubsidi, mengikuti harga pasar atau keekonomian. Namun ada subsidi lain yang membebani anggaran negara di sana.

"Kalau belajar dari Timor Leste, mereka membayar BBM tanpa subsidi. Tapi bagi mereka yang mengaku pejuang di Timor Leste mendapat subsidi US$ 5.000-6.000 (Rp 60-72 juta) per bulan. Ini membebani keuangan mereka juga. Saya nggak jadi kagum," kata pengamat ekonomi Universitas Atmajaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko di Avara Lounge and Function Hall, Epiwalk, Jakarta, Kamis (16/10/2014).

Untuk itu, lanjut Prastyantoko, pemerintahan baru pimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla diharap tidak terlalu berkutat pada kenaikan harga BBM. Harus diperjelas untuk apa dana hasil penghematan subsidi BBM.

"Jadi point-nya apa? Adalah bagaimana kenaikan harga BBM bisa direalokasi dengan tepat. Jangan hanya terfokus di kenaikannya, karena kenaikan ini hanya soal momentum. Yang lebih tepat diseriusi adalah mau dibawa ke mana arah kebijakan fiskal kita," paparnya.

Darmin Nasution, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), punya saran alokasi dana hasil penghematan subsidi BBM. Dia membaginya menjadi 3 pos besar.

"Saving (penghematan) yang diperoleh dari kenaikan harga BBM bisa dibagi tiga. Sepertiga untuk subsidi orang lewat BPJS (Badan Pelaksana Jaminan Sosial), sepertiga untuk infrastruktur kesehatan, dan sepertiga infrastruktur ekonomi," jelasnya.

Selama ini, demikian Darmin, Indonesia sulit membangun infrastruktur secara besar-besaran karena keterbatasan anggaran.

"Kita kehilangan gairah untuk membangun infrastruktur, karena anggaran kita nggak ada ruang untuk diutak-atik. Sudah terlalu banyak untuk BBM," tegasnya.
(hds/hds)

Sumber: DETIk.COM