- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengintip Kurikulum Pendidikan di Jepang


TS
dhika.gustiawan
Mengintip Kurikulum Pendidikan di Jepang

Disini ane mau share gan gimana si sistem pendidikan di negara Sakura Jepang

Langsung aja gan cekidot:
Quote:
Quote:
Kualitas pendidikan di Jepang memang tak perlu dipertanyakan lagi, jika melihat berhasilnya Jepang untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah kurikulum pendidikan di negara tersebut. Tak hanya di Indonesia yang gemar ganti kurikulum pendidikan, negara maju seperti Jepang pun kerap ganti kurikulum. Perubahan tersebut mau tidak mau membawa dampak perubahan permintaan kualifikasi dan kompetensi pendidik di Jepang.

Tingkatan pendidikan di Jepang sama dengan di Indonesia yaitu dengan menggunakan sistem 6-3-3 (6 tahun SD, 3 tahun SMP, tiga tahun SMA) dan Perguruan Tinggi. Pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama digolongkan sebagai Compulsory Education dan Sekolah Menengah Atas digolongkan sebagai Educational Board.
Di Jepang Pendidikan dasar tidak mengenal ujian kenaikan kelas, tetapi siswa yang telah menyelesaikan proses belajar di kelas satu secara otomatis akan naik ke kelas dua, demikian seterusnya. Ujian akhir juga tidak ada, karena SD dan SMP masih termasuk kelompok compulsory education, sehingga siswa yang telah menyelesaikan studinya di tingkat SD dapat langsung mendaftar ke SMP. Selanjutnya siswa lulusan SMP dapat memilih SMA yang diminatinya, tetapi kali ini mereka harus mengikuti ujian masuk SMA yang bersifat standar, artinya soal ujian dibuat oleh Educational Board.

Menurut Ahmad Sentosa dalam artikel berjudul Kurikulum dan Kompetensi Guru di Jepang, Ia menjelaskan untuk level pendidikan taman kanak-kanak (TK), di Jepang lebih cenderung merupakan lembaga pengembangan dan pelatihan kebiasaan sehari-hari. Karena itu pendidikan di level TK bukanlah pengajaran, tatapi lebih tepat disebut pendidikan.
Sedangkan untuk tingkat Sekolah Dasar (SD), sifat dan karakteristik kurikulum di Jepang hampir sama dengan kurikulum SD di Indonesia.Hanya yang membedakan adalah pada mata pelajaran kebiasaan hidup yang umumnya diajarkan di kelas 1 dan 2. Tujuan utama diajarkan mata pelajaran ini adalah untuk mengenalkan dan membiasakan anak-anak pada pola hidup mandiri. Daripada mengajarkan mata pelajaran IPA dan IPS, Jepang lebih memilih memperkenalkan tata cara kehidupan sehari-hari kepada anak-anak yang baru lulus dari tingkat TK yang lebih memfokuskan kegiatan bermain daripada belajar di dalam kelas

Pembelajaran utama seperti bahasa Jepang dan berhitung mempunyai porsi yang lebih dibanding pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran moral diajarkan tidak secara khusus dalam mata pelajaran tertentu, tetapi diajarkan oleh wali kelas sejam seminggu atau diintegrasikan melalui pelajaran lain. Dan pendidikan moral sudah termasuk pada pendidikan agama (Kristen, Budha, Shinto). Selain murid disibukkan dengan pendidikan akademik, pendidikan bersifat estetik berupa musik dan menggambar juga diajarkan dalam porsi besar di kelas 1 dan 2.

Untuk pendidikan SMP, kurikulum menitik beratkan pada pendidikan bahasa Jepang, matematika, IPA dan IPS. Sedangkan pendidikan bahasa asing seperti Inggris dan Jerman tidak diwajibkan dan hanya bersifat pilhan bagi murid. Pelajaran bahasa Inggris baru dijadikan pelajaran wajib di level SMP pada kurikulum 2002. Adanya mata pelajaran pilihan seperti bahasa Jepang, IPS, matematika, IPA, musik, art, pendidikan jasmani, keterampilan, dan bahasa asing, merupakan pembeda khas antara kurikulum pendidikan SMP di Jepang dan Indonesia. Selain pendidikan utama di Jepang juga dilengkapi dengan pendidikan ekstrakurikuler seperti di Indonesia.

Dibandingkan kurikulum SD dan SMP, kurikulum SMA di Jepang paling sering berubah. Pada tingkat ini sudah diadakan sistem penjurusan seperti di Indonesia. Sifat khas kurikulum SMA adalah kompleksnya pelajaran yang diajarkan. Contohnya pelajaran bahasa Jepang yang mulai dikelompokkan menjadi literatur klasik dan modern. Penjurusan dilakukan di kelas 3, jurusan yang ada meliputi IPA dan budaya/sosial. tetapi seiring berjalannya waktu penjurusan mengalami perkembangan karena banyaknya lulusan SMA yang memilih akademi yang terkait dengan teknik, pertanian, perikanan, kesejahteraan masyarakat, dan lain lain.

Bukan hanya di Indonesia saja banyak pro dan kontra tentang kurikulum pendidikan, di jepang pun kurikulum dilakukan secara top down, bukan bottom up. Karenanya banyak yang tidak dapat diterapkan di sekolah secara optimal. Dan pada akhirnya mendapat protes keras dari para guru. Di Jepang memperlakukan kegiatan belajar di luar secara berkala, mereka mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan lahan pertanian atau perkebunan untuk belajar memetik teh, jeruk dan menggali umbi-umbian, bahkan sampai belajar menanam padi di sawah. Di lain waktu, siswa secara berkelompok diajarkan cara menumpang kereta (densha) untuk melatih kemandirian, selain itu diselingi kegiatan wawancara dengan berbagai narasumber kemudian menjadi bahan untuk presentasi di depan kelas.
Sepertinya untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tidak hanya bergantung pada sistem pendidikan itu sendiri, tapi setiap sistem dan orang di dalamnya seperti guru dan para pelajar pun harus ikut mendukung untuk mencapai visi dan misi yang sama. Jadi, Jepang dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas pun tidak semata-mata dengan hasil instan tapi dengan proses yang hampir sama dengan negara maju lain pada umumnya. Karena seperti yang dikatakan sebelumya proses kurikulum di Jepang pun tidak lepas dari kata bongkar pasang, tapi dengan loyalitas para pengajar dan tingkat kedisiplinan pelajar akhirnya dapat menciptakan banyak SDM berkualitas.
Ciri-ciri pendidikan Jepang:
1. Perhatian pada pendidikan datang dari bermacam-macam pihak
2. Sekolah Jepang tidak Mahal
3. Di Jepang Tidak Ada Diskriminasi Terhadap Sekolah
4. Kurikulum sekolah Jepang sangat berat
5. Sekolah sebagai unit pendidikan
6. Guru terjamin tidak akan kehilangan jabatan
7. Guru jepang penuh dedikasi
8. Guru jepang merasa wajib memberi pendidikan “orang seutuhnya”
9. Guru Jepang bersikap adil.

Tingkatan pendidikan di Jepang sama dengan di Indonesia yaitu dengan menggunakan sistem 6-3-3 (6 tahun SD, 3 tahun SMP, tiga tahun SMA) dan Perguruan Tinggi. Pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama digolongkan sebagai Compulsory Education dan Sekolah Menengah Atas digolongkan sebagai Educational Board.
Di Jepang Pendidikan dasar tidak mengenal ujian kenaikan kelas, tetapi siswa yang telah menyelesaikan proses belajar di kelas satu secara otomatis akan naik ke kelas dua, demikian seterusnya. Ujian akhir juga tidak ada, karena SD dan SMP masih termasuk kelompok compulsory education, sehingga siswa yang telah menyelesaikan studinya di tingkat SD dapat langsung mendaftar ke SMP. Selanjutnya siswa lulusan SMP dapat memilih SMA yang diminatinya, tetapi kali ini mereka harus mengikuti ujian masuk SMA yang bersifat standar, artinya soal ujian dibuat oleh Educational Board.

Menurut Ahmad Sentosa dalam artikel berjudul Kurikulum dan Kompetensi Guru di Jepang, Ia menjelaskan untuk level pendidikan taman kanak-kanak (TK), di Jepang lebih cenderung merupakan lembaga pengembangan dan pelatihan kebiasaan sehari-hari. Karena itu pendidikan di level TK bukanlah pengajaran, tatapi lebih tepat disebut pendidikan.
Sedangkan untuk tingkat Sekolah Dasar (SD), sifat dan karakteristik kurikulum di Jepang hampir sama dengan kurikulum SD di Indonesia.Hanya yang membedakan adalah pada mata pelajaran kebiasaan hidup yang umumnya diajarkan di kelas 1 dan 2. Tujuan utama diajarkan mata pelajaran ini adalah untuk mengenalkan dan membiasakan anak-anak pada pola hidup mandiri. Daripada mengajarkan mata pelajaran IPA dan IPS, Jepang lebih memilih memperkenalkan tata cara kehidupan sehari-hari kepada anak-anak yang baru lulus dari tingkat TK yang lebih memfokuskan kegiatan bermain daripada belajar di dalam kelas

Pembelajaran utama seperti bahasa Jepang dan berhitung mempunyai porsi yang lebih dibanding pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran moral diajarkan tidak secara khusus dalam mata pelajaran tertentu, tetapi diajarkan oleh wali kelas sejam seminggu atau diintegrasikan melalui pelajaran lain. Dan pendidikan moral sudah termasuk pada pendidikan agama (Kristen, Budha, Shinto). Selain murid disibukkan dengan pendidikan akademik, pendidikan bersifat estetik berupa musik dan menggambar juga diajarkan dalam porsi besar di kelas 1 dan 2.

Untuk pendidikan SMP, kurikulum menitik beratkan pada pendidikan bahasa Jepang, matematika, IPA dan IPS. Sedangkan pendidikan bahasa asing seperti Inggris dan Jerman tidak diwajibkan dan hanya bersifat pilhan bagi murid. Pelajaran bahasa Inggris baru dijadikan pelajaran wajib di level SMP pada kurikulum 2002. Adanya mata pelajaran pilihan seperti bahasa Jepang, IPS, matematika, IPA, musik, art, pendidikan jasmani, keterampilan, dan bahasa asing, merupakan pembeda khas antara kurikulum pendidikan SMP di Jepang dan Indonesia. Selain pendidikan utama di Jepang juga dilengkapi dengan pendidikan ekstrakurikuler seperti di Indonesia.

Dibandingkan kurikulum SD dan SMP, kurikulum SMA di Jepang paling sering berubah. Pada tingkat ini sudah diadakan sistem penjurusan seperti di Indonesia. Sifat khas kurikulum SMA adalah kompleksnya pelajaran yang diajarkan. Contohnya pelajaran bahasa Jepang yang mulai dikelompokkan menjadi literatur klasik dan modern. Penjurusan dilakukan di kelas 3, jurusan yang ada meliputi IPA dan budaya/sosial. tetapi seiring berjalannya waktu penjurusan mengalami perkembangan karena banyaknya lulusan SMA yang memilih akademi yang terkait dengan teknik, pertanian, perikanan, kesejahteraan masyarakat, dan lain lain.

Bukan hanya di Indonesia saja banyak pro dan kontra tentang kurikulum pendidikan, di jepang pun kurikulum dilakukan secara top down, bukan bottom up. Karenanya banyak yang tidak dapat diterapkan di sekolah secara optimal. Dan pada akhirnya mendapat protes keras dari para guru. Di Jepang memperlakukan kegiatan belajar di luar secara berkala, mereka mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan lahan pertanian atau perkebunan untuk belajar memetik teh, jeruk dan menggali umbi-umbian, bahkan sampai belajar menanam padi di sawah. Di lain waktu, siswa secara berkelompok diajarkan cara menumpang kereta (densha) untuk melatih kemandirian, selain itu diselingi kegiatan wawancara dengan berbagai narasumber kemudian menjadi bahan untuk presentasi di depan kelas.
Sepertinya untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tidak hanya bergantung pada sistem pendidikan itu sendiri, tapi setiap sistem dan orang di dalamnya seperti guru dan para pelajar pun harus ikut mendukung untuk mencapai visi dan misi yang sama. Jadi, Jepang dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas pun tidak semata-mata dengan hasil instan tapi dengan proses yang hampir sama dengan negara maju lain pada umumnya. Karena seperti yang dikatakan sebelumya proses kurikulum di Jepang pun tidak lepas dari kata bongkar pasang, tapi dengan loyalitas para pengajar dan tingkat kedisiplinan pelajar akhirnya dapat menciptakan banyak SDM berkualitas.
Ciri-ciri pendidikan Jepang:
1. Perhatian pada pendidikan datang dari bermacam-macam pihak
2. Sekolah Jepang tidak Mahal
3. Di Jepang Tidak Ada Diskriminasi Terhadap Sekolah
4. Kurikulum sekolah Jepang sangat berat
5. Sekolah sebagai unit pendidikan
6. Guru terjamin tidak akan kehilangan jabatan
7. Guru jepang penuh dedikasi
8. Guru jepang merasa wajib memberi pendidikan “orang seutuhnya”
9. Guru Jepang bersikap adil.
Quote:
Numb 7 itu harus lebih di tanamkan ke indonesia
karena ada guru yang ngajar, ngajar aja tapi serasa kurang ngajarnya
Numb 9 HARUS ada di Indonesia karena Guru di indonesia kalau sudah tidak suka sama murid pasti semacam dendam sama itu murid
kalau ada 1 murid bagus, perhatiannya cuma khusus ke itu "Murid Kesayangan"
Numb 3
Diskriminasi Sekolah itu masih sering di Indonesia
sering sekali saya mendengar "Sekolah A disitu fasilitas sekolahnya bagus bagus muridnya pintar pintar, daripada di Sekolah B disitu tempat kumpulnya murid murid bandel, fasilitas sekolahnya hancur,dll"
jadi sering terjadi sentralisasi murid pintar di 1 sekolah
harusnya siswa" pintar merata di seluruh sekolah
bukannya sentralisasi di satu sekolah kan susah bersaingnya
karena ada guru yang ngajar, ngajar aja tapi serasa kurang ngajarnya
Numb 9 HARUS ada di Indonesia karena Guru di indonesia kalau sudah tidak suka sama murid pasti semacam dendam sama itu murid
kalau ada 1 murid bagus, perhatiannya cuma khusus ke itu "Murid Kesayangan"
Numb 3
Diskriminasi Sekolah itu masih sering di Indonesia
sering sekali saya mendengar "Sekolah A disitu fasilitas sekolahnya bagus bagus muridnya pintar pintar, daripada di Sekolah B disitu tempat kumpulnya murid murid bandel, fasilitas sekolahnya hancur,dll"
jadi sering terjadi sentralisasi murid pintar di 1 sekolah
harusnya siswa" pintar merata di seluruh sekolah
bukannya sentralisasi di satu sekolah kan susah bersaingnya

Gimana pendapat agan-agan? apa saja yang kurang di pendidikan negara kita ini

SOURCE
Diubah oleh dhika.gustiawan 15-10-2014 11:21


4iinch memberi reputasi
1
9.4K
Kutip
33
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan