- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
"Ngebet" Lepas dari Kemenkeu, Tiga Skenario untuk DJP Disiapkan
TS
jandoy
"Ngebet" Lepas dari Kemenkeu, Tiga Skenario untuk DJP Disiapkan
Menjelang pelantikan Jokowi-JK, wacana pemisahan DJP dari Kemenkeu kembali mencuat. Mari kita bantu kawal agar wacana tersebut tetap hangat dan terealisasi.
Banyak harapan yang ditumpukan pada pembentukan otoritas pajak yang mandiri dan memiliki kewenangan penuh dalam bidang organisasi, SDM, dan anggaran/keuangan. Hal ini diharapkan dapat memberikan dampak yang baik pada pencapaian target penerimaan pajak.
Pajak sebagai pengumbang 70% penerimaan negara, akan sangat menentukan pelaksanaan program kerja yang sudah dicanangkan oleh Jokowi-JK dalam visi dan misi maupun janji-janji selama kampanye. #duitdarimana
Kalo bukan kita, siapa lagi?
Kalo bukan sekarang, kapan lagi?
Berikut beberapa berita yang mencuat hari ini:
"Ngebet" Lepas dari Kemenkeu, Tiga Skenario untuk DJP Disiapkan
JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Keuangan tengah mengkaji semua kemungkinan untuk perubahan lembaga Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ke depan. Perubahan lembaga ini dilakukan sebagai cara untuk mengoptimalisasi penerimaan negara.
“Opsinya dimungkinkan tiga. Satu, BPN (Badan Penerimaan Negara) sebagai sebuah lembaga, tetapi di bawah Kementerian Keuangan,” ungkap Menteri Keuangan, Chatib Basri di Jakarta, Senin (13/10/2014).
Dia menuturkan, lembaga pengganti DJP itu nantinya berbentuk seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). “Dulu waktu BKPM zaman Pak Lutfi, itu badan yang lapor ke Menteri Perdagangan,” imbuh Chatib.
Opsi kedua, sambung dia, BPN menjadi sebuah lembaga di luar Kemenkeu, dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Jika lembaga baru ini berada di luar Kemenkeu, artinya harus ada revisi Undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Kalau dia sebagai badan tapi bertangungjawab kepada Kemenkeu, revisinya enggak terlalu banyak,” ucap Chatib.
Opsi terakhir, kata dia, DJP dalam jangka pendek tetap berbentuk seperti sekarang ini, namun diberikan fleksibilitas dalam hal penambahan pegawai, remunerasi, dan lain kewengan. “Tapi, itu terserah pemerintahan baru,” pungkas Chatib.
sumur: http://bisniskeuangan.kompas.com/rea....DJP.Disiapkan
Terpisah dari Kemenkeu, BPN Boleh Bikin Aturan Pajak?[/size
JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, ada tiga opsi yang bisa menjadi alternatif bentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai pengganti Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah satu opsinya adalah, badan ini berdiri di luar Kementerian Keuangan.
Chatib menjelaskan, meski terpisah dari Kementerian Keuangan, yang secara otomatis lebih fleksibel, namun BPN tidak bisa membuat regulasi atau mengambil kebijakan terkait perpajakan. “Enggak, BPN collect saja. Semua itu sifatnya collect. Karena biar bagaimanapun, kebijakan fiskal tetap harus di Kemenkeu,” kata Chatib ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (13/10/2014).
Sebelumnya dikabarkan, Kementerian Keuangan memiliki tiga opsi bentuk BPN. Pertama, BPN menjadi lembaga sendiri namun tetap di bawah Kemenkeu. Kedua, BPN menjadi lembaga di luar Kemenkeu yang bertanggungjawab langsung ke Presiden. Ketiga, BPN dalam jangka pendek tetap berbentuk DJP seperti sekarang ini, namun diberikan fleksibilitas dalam hal penambahan pegawai, remunerasi, dan lain kewengan.
"Sebetulnya, saya lebih suka menyebutnya Badan Administrasi Penerimaan Negara. Jadi yang meng-administrasi,” ucap Chatib.
sumur: http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...n.Aturan.Pajak
[size="4"]Rekomendasi Badan Penerimaan Pajak Bagi Pemerintahan Baru
VIVAnews - Kementerian Keuangan telah menyelesaikan kajian, terkait dengan bentuk keorganisasan baru yang ideal di Direktorat Jenderal Pajak di masa depan. Hasil kajian ini akan diserahkan ke pemerintahan baru.
Menteri Keuangan, M. Chatib Basri, Senin 13 Oktober 2014, menjelaskan bahwa ada beberapa opsi keorganisasian baru yang akan direkomendasikannya dalam melakukan transformasi institusi penerimaan negara tersebut.
"Kami paparkan semua kemungkinan mengenai cara optimalisasi penerimaan, dengan badan penerimaan itu," ujar Chatib di Jakarta.
Salah satu opsinya yaitu mentransformasi Direktorat Jenderal Pajak menjadi lembaga baru yang diberi nama Badan Penerimaan Negara (BPN). Namun, masih dibawah koordinasi Kementerian Keuangan.
"Jadi, mirip BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) yang di bawah Kementerian Perdagangan dulu. Dulu, waktu BKPM zaman Pak Lutfi, itu badan yang report ke Menteri Perdagangan," kata Chatib.
Opsi lainnya, ia melanjutkan, adalah membuat BPN di luar Kementerian Keuangan, namun bertanggung jawab langsung ke Presiden.
Adapun opsi lainnya adalah bersifat rekomendasi jangka pendek, yaitu tetap mempertahankan kelembagaan Ditjen Pajak saat ini, dengan memberikan fleksibilitas kebijakan.
Antara lain, lebih fleksibel dalam hal rekruitment pengawai dalam upaya meningkatkan penerimaan negara. "Jadi, kita buka semua opsinya apa, persyaratannya apa. Itu inti laporannya," kata Chatib.
Chatib menjelaskan, satu hal yang tidak berubah dari ketiga opsi yang ditawarkan itu adalah tugas pokok dan fungsi BPN hanya dalam ranah pemungutan pajak. Dari sisi kebijakan masih menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan.
Menurutnya, dalam jangka pendek yang bisa dilakukan adalah opsi ketiga. Sebab, tidak terlalu banyak mengubah struktur keorganisasian institusi yang ada selama ini.
"Karena biar bagaimana pun, fiscal policy tetap harus di Kemenkeu. Sebetulnya, saya lebih suka menyebutnya badan administrasi penerimaan negara, jadi hanya mengadministrasi," katanya.
Meski demikian, keputusan akhir mengenai hal ini ada di pemerintahan baru nanti. Dia meyakini, banyak pertimbangan yang akan menjadi dasar keputusan atas kebijakan ini.
Sebab, untuk melakukan transformasi besar suatu institusi strategis memerlukan waktu yang tidak sebentar. "Kita lihat pro dan kontranya seperti apa. Kalau dia sebagai badan, tetapi bertanggung jawab kepada Kemenkeu, revisinya enggak terlalu banyak," kata Chatib. (asp)
sumur: http://m.news.viva.co.id/news/read/5...erintahan-baru
PRESIDEN BARU
Timbang lagi pemisahan Ditjen Pajak
NUSA DUA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) kembali mengingatkan pemerintahan baru mendatang untuk tidak memisahkan kewenangan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) di luar koordinasi Menteri Keuangan (Menkeu).
Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, Wakil Menteri Keuangan menegaskan, pembentukan otoritas pajak terpisah dari Kemkeu seperti rencana pemerintah baru, tak menjamin peningkatan penerimaan pajak. Pasalnya, seretnya penerimaan pajak selama ini lebih disebabkan oleh tidak adanya fleksibilitas dan kemampuan Ditjen Pajak mengelola organisasinya sendiri.
Contoh, ketatnya aturan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kempan RB) bagi Ditjen Pajak dalam merekrut pegawai. Selama ini, kata Bambang, untuk menggenjot penerimaan, Ditjen Pajak kekurangan pegawai.
Namun, Ditjen Pajak tidak memiliki fleksibilitas dalam merekrut pegawai yang dibutuhkan. "Kalau Ditjen Pajak butuh tambahan 5.000 pegawai, harusnya tambah 5.000 orang. Jangan menunggu persetujuan Kempan dulu. Kalau pun dikasih, tapi jumlahnya hanya 3.000 orang," kata Bambang di sela-sela acara International Workshop and Conference on Growth Strategies for A Rising Indonesia, Nusa Dua, Bali, Jumat (10/10).
Fleksibel dan bergigi
Menurut Bambang, bila Ditjen Pajak masih diikat aturan Kempan RB yang terlalu rumit, sampai kapan pun penerimaannya tidak maju. "Bahkan, jika ditjen pajak sudah menjadi badan tersendiri, tapi tetap ikut peraturan Kempan, bakal sama hasilnya," imbuh dia.
Lagi pula, pemerintah Jokowi-JK butuh waktu dua tahun untuk mengubah undang-undang (UU). Soalnya, payung hukum otoritas pajak adalah UU Pajak. Di dalam UU Pajak telah dijelaskan, bahwa otoritas pengumpul pajak negara adalah Ditjen Pajak.
Yang paling penting, apapun bentuknya, institusi pengumpul pajak harus di bawah koordinasi Menkeu. Karena, Menkeu yang membuat kebijakan fiskal dan kebijakan pajak (tax policy) untuk menentukan belanja negara, menyusun penerimaan negara dan mengumpulkannya.
Jangan sampai, kata Bambang, tax policy dan tax service agency satu atap. Yang benar adalah menteri keuangan tax policy dan badannya tax service agency. "Kalau namanya badan penerimaan juga kurang tepat, karena kesannya policy juga ikut masuk. Lebih baik namanya Badan Administrasi Penerimaan atau Badan Administrasi Perpajakan," kata Bambang.
Itu sebabnya, di awal masa pemerintahannya, Jokowi-JK diharapkan mempertahankan skema ditjen sebagai otoritas pajak. Tapi, Ditjen Pajak harus diperkuat dengan memberikan fleksibiltas dan otoritas yang lebih besar. Jokowi sebagai presiden cukup menerbitkan Keputusan Presiden sebagai payung hukum pemberian fleksibilitas tersebut.
Melalui Keppres, presiden bisa memberikan kewenangan bagi dirjen pajak untuk merekrut pegawai, membuat remunerasi dan struktur organisasi yang berbeda. Dengan demikian, ditjen pajak tak lagi harus mengikuti aturan baku Kempan dalam merekrut pegawai dan bukan sebaliknya.
Pengamat Pajak Yustinus Prastowo menilai, tidak efektifnya ditjen pajak dalam meningkatkan penerimaan negara disebabkan jebakan birokrasi dan politik. Beban masa lalu yang menjadikan banyak pejabat pajak tersandera kedua faktor itu, yang akhirnya melemahkan tugas dan fungsi ditjen pajak sebagai otoritas penerimaan negara.
Sebagai jalan keluar, Yustinus setuju jika penerimaan pajak dilakukan oleh sebuah badan di luar Kemkeu. Badan pajak itu kedudukannya harus seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan seperti BPKP. Intinya, kata dia, ada tiga kewenangan yang dimiliki badan tersebut, yakni bujeting, SDM, dan otoritas yang jelas.
Menurut Yustinus, desain struktur pimpinan (komisioner) organisasinya harus mewakili lima unsur yang mewakili stakeholders, yakni menteri keuangan, wakil politik, asosiasi pengusaha, masyarakat atau civil society dan profesional. "Jadi, secara teknis, kelembagaan badan pajak ini akan efektif mengatasi jebakan birokrasi dan politik karena representatif," kata dia.
Sebelumnya, Andi Widjajanto, Deputi Tim Transisi mengatakan, ada dua opsi lembaga yang akan dibentuk untuk menggeber penerimaan negara. Pertama, Badan Otoritas Pajak. Badan ini rencananya akan dipisah dari Kemkeu dan hanya akan diberikan tugas menghimpun pendapatan negara dari sektor pajak.
Kedua, Badan Penerimaan Negara. Badan ini akan ditugaskan pemerintah baru untuk menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak, bea cukai, pajak kendaraan bermotor dan penerimaan negara bukan pajak.
sumur: http://nasional.kontan.co.id/news/ti...n-ditjen-pajak
Banyak harapan yang ditumpukan pada pembentukan otoritas pajak yang mandiri dan memiliki kewenangan penuh dalam bidang organisasi, SDM, dan anggaran/keuangan. Hal ini diharapkan dapat memberikan dampak yang baik pada pencapaian target penerimaan pajak.
Pajak sebagai pengumbang 70% penerimaan negara, akan sangat menentukan pelaksanaan program kerja yang sudah dicanangkan oleh Jokowi-JK dalam visi dan misi maupun janji-janji selama kampanye. #duitdarimana
Kalo bukan kita, siapa lagi?
Kalo bukan sekarang, kapan lagi?
Berikut beberapa berita yang mencuat hari ini:
Spoiler for kompas:
"Ngebet" Lepas dari Kemenkeu, Tiga Skenario untuk DJP Disiapkan
JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Keuangan tengah mengkaji semua kemungkinan untuk perubahan lembaga Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ke depan. Perubahan lembaga ini dilakukan sebagai cara untuk mengoptimalisasi penerimaan negara.
“Opsinya dimungkinkan tiga. Satu, BPN (Badan Penerimaan Negara) sebagai sebuah lembaga, tetapi di bawah Kementerian Keuangan,” ungkap Menteri Keuangan, Chatib Basri di Jakarta, Senin (13/10/2014).
Dia menuturkan, lembaga pengganti DJP itu nantinya berbentuk seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). “Dulu waktu BKPM zaman Pak Lutfi, itu badan yang lapor ke Menteri Perdagangan,” imbuh Chatib.
Opsi kedua, sambung dia, BPN menjadi sebuah lembaga di luar Kemenkeu, dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Jika lembaga baru ini berada di luar Kemenkeu, artinya harus ada revisi Undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Kalau dia sebagai badan tapi bertangungjawab kepada Kemenkeu, revisinya enggak terlalu banyak,” ucap Chatib.
Opsi terakhir, kata dia, DJP dalam jangka pendek tetap berbentuk seperti sekarang ini, namun diberikan fleksibilitas dalam hal penambahan pegawai, remunerasi, dan lain kewengan. “Tapi, itu terserah pemerintahan baru,” pungkas Chatib.
sumur: http://bisniskeuangan.kompas.com/rea....DJP.Disiapkan
Spoiler for kompas:
Terpisah dari Kemenkeu, BPN Boleh Bikin Aturan Pajak?[/size
JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, ada tiga opsi yang bisa menjadi alternatif bentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai pengganti Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah satu opsinya adalah, badan ini berdiri di luar Kementerian Keuangan.
Chatib menjelaskan, meski terpisah dari Kementerian Keuangan, yang secara otomatis lebih fleksibel, namun BPN tidak bisa membuat regulasi atau mengambil kebijakan terkait perpajakan. “Enggak, BPN collect saja. Semua itu sifatnya collect. Karena biar bagaimanapun, kebijakan fiskal tetap harus di Kemenkeu,” kata Chatib ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (13/10/2014).
Sebelumnya dikabarkan, Kementerian Keuangan memiliki tiga opsi bentuk BPN. Pertama, BPN menjadi lembaga sendiri namun tetap di bawah Kemenkeu. Kedua, BPN menjadi lembaga di luar Kemenkeu yang bertanggungjawab langsung ke Presiden. Ketiga, BPN dalam jangka pendek tetap berbentuk DJP seperti sekarang ini, namun diberikan fleksibilitas dalam hal penambahan pegawai, remunerasi, dan lain kewengan.
"Sebetulnya, saya lebih suka menyebutnya Badan Administrasi Penerimaan Negara. Jadi yang meng-administrasi,” ucap Chatib.
sumur: http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...n.Aturan.Pajak
Spoiler for viva:
[size="4"]Rekomendasi Badan Penerimaan Pajak Bagi Pemerintahan Baru
VIVAnews - Kementerian Keuangan telah menyelesaikan kajian, terkait dengan bentuk keorganisasan baru yang ideal di Direktorat Jenderal Pajak di masa depan. Hasil kajian ini akan diserahkan ke pemerintahan baru.
Menteri Keuangan, M. Chatib Basri, Senin 13 Oktober 2014, menjelaskan bahwa ada beberapa opsi keorganisasian baru yang akan direkomendasikannya dalam melakukan transformasi institusi penerimaan negara tersebut.
"Kami paparkan semua kemungkinan mengenai cara optimalisasi penerimaan, dengan badan penerimaan itu," ujar Chatib di Jakarta.
Salah satu opsinya yaitu mentransformasi Direktorat Jenderal Pajak menjadi lembaga baru yang diberi nama Badan Penerimaan Negara (BPN). Namun, masih dibawah koordinasi Kementerian Keuangan.
"Jadi, mirip BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) yang di bawah Kementerian Perdagangan dulu. Dulu, waktu BKPM zaman Pak Lutfi, itu badan yang report ke Menteri Perdagangan," kata Chatib.
Opsi lainnya, ia melanjutkan, adalah membuat BPN di luar Kementerian Keuangan, namun bertanggung jawab langsung ke Presiden.
Adapun opsi lainnya adalah bersifat rekomendasi jangka pendek, yaitu tetap mempertahankan kelembagaan Ditjen Pajak saat ini, dengan memberikan fleksibilitas kebijakan.
Antara lain, lebih fleksibel dalam hal rekruitment pengawai dalam upaya meningkatkan penerimaan negara. "Jadi, kita buka semua opsinya apa, persyaratannya apa. Itu inti laporannya," kata Chatib.
Chatib menjelaskan, satu hal yang tidak berubah dari ketiga opsi yang ditawarkan itu adalah tugas pokok dan fungsi BPN hanya dalam ranah pemungutan pajak. Dari sisi kebijakan masih menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan.
Menurutnya, dalam jangka pendek yang bisa dilakukan adalah opsi ketiga. Sebab, tidak terlalu banyak mengubah struktur keorganisasian institusi yang ada selama ini.
"Karena biar bagaimana pun, fiscal policy tetap harus di Kemenkeu. Sebetulnya, saya lebih suka menyebutnya badan administrasi penerimaan negara, jadi hanya mengadministrasi," katanya.
Meski demikian, keputusan akhir mengenai hal ini ada di pemerintahan baru nanti. Dia meyakini, banyak pertimbangan yang akan menjadi dasar keputusan atas kebijakan ini.
Sebab, untuk melakukan transformasi besar suatu institusi strategis memerlukan waktu yang tidak sebentar. "Kita lihat pro dan kontranya seperti apa. Kalau dia sebagai badan, tetapi bertanggung jawab kepada Kemenkeu, revisinya enggak terlalu banyak," kata Chatib. (asp)
sumur: http://m.news.viva.co.id/news/read/5...erintahan-baru
Spoiler for kontan:
PRESIDEN BARU
Timbang lagi pemisahan Ditjen Pajak
NUSA DUA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) kembali mengingatkan pemerintahan baru mendatang untuk tidak memisahkan kewenangan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) di luar koordinasi Menteri Keuangan (Menkeu).
Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, Wakil Menteri Keuangan menegaskan, pembentukan otoritas pajak terpisah dari Kemkeu seperti rencana pemerintah baru, tak menjamin peningkatan penerimaan pajak. Pasalnya, seretnya penerimaan pajak selama ini lebih disebabkan oleh tidak adanya fleksibilitas dan kemampuan Ditjen Pajak mengelola organisasinya sendiri.
Contoh, ketatnya aturan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kempan RB) bagi Ditjen Pajak dalam merekrut pegawai. Selama ini, kata Bambang, untuk menggenjot penerimaan, Ditjen Pajak kekurangan pegawai.
Namun, Ditjen Pajak tidak memiliki fleksibilitas dalam merekrut pegawai yang dibutuhkan. "Kalau Ditjen Pajak butuh tambahan 5.000 pegawai, harusnya tambah 5.000 orang. Jangan menunggu persetujuan Kempan dulu. Kalau pun dikasih, tapi jumlahnya hanya 3.000 orang," kata Bambang di sela-sela acara International Workshop and Conference on Growth Strategies for A Rising Indonesia, Nusa Dua, Bali, Jumat (10/10).
Fleksibel dan bergigi
Menurut Bambang, bila Ditjen Pajak masih diikat aturan Kempan RB yang terlalu rumit, sampai kapan pun penerimaannya tidak maju. "Bahkan, jika ditjen pajak sudah menjadi badan tersendiri, tapi tetap ikut peraturan Kempan, bakal sama hasilnya," imbuh dia.
Lagi pula, pemerintah Jokowi-JK butuh waktu dua tahun untuk mengubah undang-undang (UU). Soalnya, payung hukum otoritas pajak adalah UU Pajak. Di dalam UU Pajak telah dijelaskan, bahwa otoritas pengumpul pajak negara adalah Ditjen Pajak.
Yang paling penting, apapun bentuknya, institusi pengumpul pajak harus di bawah koordinasi Menkeu. Karena, Menkeu yang membuat kebijakan fiskal dan kebijakan pajak (tax policy) untuk menentukan belanja negara, menyusun penerimaan negara dan mengumpulkannya.
Jangan sampai, kata Bambang, tax policy dan tax service agency satu atap. Yang benar adalah menteri keuangan tax policy dan badannya tax service agency. "Kalau namanya badan penerimaan juga kurang tepat, karena kesannya policy juga ikut masuk. Lebih baik namanya Badan Administrasi Penerimaan atau Badan Administrasi Perpajakan," kata Bambang.
Itu sebabnya, di awal masa pemerintahannya, Jokowi-JK diharapkan mempertahankan skema ditjen sebagai otoritas pajak. Tapi, Ditjen Pajak harus diperkuat dengan memberikan fleksibiltas dan otoritas yang lebih besar. Jokowi sebagai presiden cukup menerbitkan Keputusan Presiden sebagai payung hukum pemberian fleksibilitas tersebut.
Melalui Keppres, presiden bisa memberikan kewenangan bagi dirjen pajak untuk merekrut pegawai, membuat remunerasi dan struktur organisasi yang berbeda. Dengan demikian, ditjen pajak tak lagi harus mengikuti aturan baku Kempan dalam merekrut pegawai dan bukan sebaliknya.
Pengamat Pajak Yustinus Prastowo menilai, tidak efektifnya ditjen pajak dalam meningkatkan penerimaan negara disebabkan jebakan birokrasi dan politik. Beban masa lalu yang menjadikan banyak pejabat pajak tersandera kedua faktor itu, yang akhirnya melemahkan tugas dan fungsi ditjen pajak sebagai otoritas penerimaan negara.
Sebagai jalan keluar, Yustinus setuju jika penerimaan pajak dilakukan oleh sebuah badan di luar Kemkeu. Badan pajak itu kedudukannya harus seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan seperti BPKP. Intinya, kata dia, ada tiga kewenangan yang dimiliki badan tersebut, yakni bujeting, SDM, dan otoritas yang jelas.
Menurut Yustinus, desain struktur pimpinan (komisioner) organisasinya harus mewakili lima unsur yang mewakili stakeholders, yakni menteri keuangan, wakil politik, asosiasi pengusaha, masyarakat atau civil society dan profesional. "Jadi, secara teknis, kelembagaan badan pajak ini akan efektif mengatasi jebakan birokrasi dan politik karena representatif," kata dia.
Sebelumnya, Andi Widjajanto, Deputi Tim Transisi mengatakan, ada dua opsi lembaga yang akan dibentuk untuk menggeber penerimaan negara. Pertama, Badan Otoritas Pajak. Badan ini rencananya akan dipisah dari Kemkeu dan hanya akan diberikan tugas menghimpun pendapatan negara dari sektor pajak.
Kedua, Badan Penerimaan Negara. Badan ini akan ditugaskan pemerintah baru untuk menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak, bea cukai, pajak kendaraan bermotor dan penerimaan negara bukan pajak.
sumur: http://nasional.kontan.co.id/news/ti...n-ditjen-pajak
0
7.6K
Kutip
52
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan