- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bila Naikkan BBM Dekati Harga Pasar, Bisa Dijadikan DPR Alasan Lengserkan Jokowi?


TS
yantique
Bila Naikkan BBM Dekati Harga Pasar, Bisa Dijadikan DPR Alasan Lengserkan Jokowi?
Jika Ngotot Naikkan BBM, Jokowi Terancam Dimakzulkan
Jum'at, 10-10-2014 14:34
Jakarta, Aktual.co — Dengan kembali menangnya Koalisi Merah Putih (KMP) dalam pemilihan pimpinan MPR, tampak jelas bahwa situasi akan semakin berbahaya bagi Jokowi. Apalagi bila ia tetap ngotot menaikkan harga BBM sebesar Rp3.000-Rp3.500 pada pemerintahannya paska 20 Oktober nanti.
Hal ini disampaikan oleh peneliti dari Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra kepada Aktual.co, Jumat (10/10).
"Bukan tidak mungkin, bahwa peluang sekecil apapun untuk melakukan impeachment alias pemakzulan terhadap Jokowi akan diambil oleh koalisi Prabowo, terutama setelah kursi pimpinan MPR sukses jatuh ke kubu mereka," tegasnya.
Apalagi, sambung Gede, di kalangan pimpinan MK, lembaga tinggi negara yang juga ikut berperan dalam memutuskan terjadinya pelanggaran konstitusi oleh Presiden, terdapat dua kader partisan yang berasal dari partai penyusun koalisi Prabowo. Keduanya adalah Patrialis Akbar dari PAN dan Hamdan Zoelva dari PBB.
Menurut catatan Gede, Pada 15 Desember tahun 2004, MK mengeluarkan putusan yang menyebutkan bahwa perundangan yang mengatur tentang harga BBM, Pasal 28 Ayat (2) UU Migas 2001 yang berbunyi, ”Harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar,” dibatalkan. Aturan ini kemudian tidak mempunyai kekuatan hukum.
Artinya, jika ada upaya-upaya pemerintah kita tetap menyerahkan harga BBM pada "persaingan usaha yang sehat dan wajar" atau pasar bebas, maka mereka telah melanggar konstitusi UUD 1945.
"Jika benar harga BBM akan dinaikkan sebesar Rp3.000-Rp3.500, sehingga harga di jual di konsumen akan berkisar di antara Rp9.500-Rp10.000/L, maka ini sudah setara dengan harga rata-rata BBM beroktan 87 di Amerika Serikat. Karena per 1 Oktober 2014 saja harga BBM di sana sebesar Rp10.800/L. Dan jika kenaikan benar terjadi, maka Jokowi berpotensi untuk melanggar konstitusi," sambungnya.
Menurut Gede yang yang berlatar sarjana teknik dari ITB dan master ekonomi dari UI ini, masih banyak langkah alternatif yang dapat diambil oleh pemerintahan Jokowi untuk memperbesar ruang fiskal. Contohnya 5 langkah memperbesar ruang fiskal versi DR Rizal Ramli.
Karena menurutnya juga, sudah menjadi kewajiban setiap Presiden Republik Indonesia untuk menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945, dengan "menjaga" harga bahan bakar tetap murah bagi rakyat.
Meskipun sempat dibantah Jokowi di berbagai kesempatan, "bocoran" rencana kenaikan harga BBM hingga melampaui harga keekonomiannya ini pernah disampaikan oleh penasehat Tim Transisi Luhut Panjaitan beberapa saat lalu.
http://www.aktual.co/voiceoffreedom/...am-dimakzulkan
Jokowi Jangan Langgar Konstitusi
Rabu, 01-10-2014 17:14
Jokowi Jangan Langgar Konstitusi : aktual.co
Jokowi (Istimewa)
Jadi sebenarnya SBY telah 4 kali membelakangi konstitusi UUD 1945, meskipun kemudian untuk menghindari "impeachment" dari parlemen ia memiliki "trik hukum" untuk ini, yaitu melalui berbagai Perpres (Perpres No. 55/2005, direvisi Perpres No. 9/2006 dan direvisi Perpres No. 15/2012) yang sejatinya intinya tetap sama: liberalisasi migas.
Pada 15 Desember tahun 2004, perundangan yang mengatur tentang harga BBM, Pasal 28 Ayat (2) UU Migas 2001 yang berbunyi, ”Harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar,” telah dinyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat oleh Mahkamah Konstitusi.
Artinya, jika ada upaya-upaya pemerintah kita tetap menyerahkan harga BBM pada "persaingan usaha yang sehat dan wajar" atau pasar bebas, maka mereka telah melanggar konstitusi UUD 1945.
Bagaimana dengan SBY, yang sebentar lagi akan lengser. Pada pemerintahannya, terhitung harga BBM telah naik 4 kali, yaitu pada tahun 2005, 2008, dan 2013 (dan turun 1 kali menjelang Pemilu 2009) dari Rp1.810 di tahun 2005 hingga Rp6.500 di tahun 2014.
Jadi sebenarnya SBY telah 4 kali membelakangi konstitusi UUD 1945, meskipun kemudian untuk menghindari "impeachment" dari parlemen ia memiliki "trik hukum" untuk ini, yaitu melalui berbagai Perpres (Perpres No. 55/2005, direvisi Perpres No. 9/2006 dan direvisi Perpres No. 15/2012) yang sejatinya intinya tetap sama: liberalisasi migas.
Bagaimanapun, kenaikan harga BBM hingga lebih dari 3 kali lipat pada masa pemerintahannya, ternyata belum melewati harga BBM pada harga internasional di bursa New York sebesar Rp9.000an ataupun harga "keekonomian" versi ESDM (yang kabarnya dihitung menggunakan MOPS) sebesar Rp8.400.
Hal berbeda sangat mungkin terjadi untuk pengganti SBY. Belum lama ini, menurut salah satu orang dekat Jokowi, sang Presiden terpilih 2014-209, harga BBM akan dinaikkan Pemerintahan Jokowi sebesar Rp3.000 hingga Rp3.500 pada akhir tahun.
Ini artinya harga BBM akan menjadi Rp9.500 atau Rp10.000. Jumlah ini sudah melampui harga keekonomian versi pemerintah, dan artinya pada masa Jokowi lah harga BBM benar-benar mencapai harga internasional.
Pengambil kebijakan semacam ini dapat dikategorikan sebagai pelanggar konstitusi, jika merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi yang disebutkan di awal tulisan- dengan tetap menyerahkan harga BBM pada "persaingan usaha yang sehat dan wajar" atau pasar bebas.
Ini adalah "peluru politik" yang sangat berbahaya untuk pemerintahan Jokowi ke depan- karena faktanya parlemen dikuasai oleh Koalisi Merah Putih. SBY memang berkali-kali menaikkan harga BBM, tetapi belum sampai melewati harga keekonomian (atau mencapai harga New York), maka ia tidak bisa di-"impeach" melalui kebijakan ini.
Namun Jokowi bisa jika ia kemudian naikkan harga BBM melewati harga keekonomian. Seharusnya Jokowi tidak perlu berlagak lugu dalam menyikapi soal penyerahan sektor migas ke pasar bebas, atau yang mereka istilahkan sebagai persaingan usaha yang sehat.
Karena sejujurnya dunia migas internasional sendiri tidak sehat, karena kenyataannya dikuasai oleh kartel yang bernama OPEC, sebesar 70% (sedangkan sisanya 30% yang diperdagangkan di New York/Nymex).
Jikapun memang ada yang membisiki Jokowi untuk melakukan pelanggaran konstitusi ini (menaikkan harga BBM sebesar Rp3000-3500), maka sangat mungkin, kecurigaan saja: ini adalah suatu "Jebakan Batman" dari orang-orang yang integritasnya diragukan.
Mereka yang berharap Jokowi cepat lengser. Harapan kami, jangan sampai lah Pak Jokowi melanggar konstitusi UUD 1945- karena akan sangat menyakitkan bagi kami rakyat pemilihnya.
http://www.aktual.co/voiceoffreedom/...gar-konstitusi
Rizal Ramli: Kalau Tak Hati-hati, Menaikkan BBM "Bumerang" untuk Jokowi
Sabtu, 11 Oktober 2014 | 17:37 WIB
PEKAN BARU, KOMPAS.com - Pengamat ekonomi yang juga mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Rizal Ramli, mengatakan, kebijakan yang tidak hati-hati dalam menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bisa menjadi "bumerang" bagi pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau tak hati-hati dan BBM naik sampai Rp 3.500, maka harga premium bisa mencapai Rp 10.000 dan itu akan lebih tinggi dari harga keekonomian karena biaya produksi hanya sekitar Rp 8.400 per liter. Itu sama saja pemerintah melawan konstitusi, dan bukan tidak mungkin presiden bisa di-impeach oleh Koalisi Merah Putih di DPR," kata Rizal Ramli dalam sarasehan Tata Kelola Migas di kampus Universitas Riau, Pekanbaru, Sabtu (11/10/2014), seperti dikutip Antara.
Rizal meminta Jokowi untuk menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945 dengan tetap menjamin agar harga bahan kebutuhan pokok tetap murah bagi rakyat, dan harganya tidak boleh sama dengan harga internasional. Apalagi, Mahkamah Konstitusi pada 15 Desember 2004, mengeluarkan putusan yang membatalkan Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Migas 2001 yang berbunyi, "harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar."
Artinya, aturan dalam UU Migas itu tidak punya kekuatan hukum dan jika ada upaya-upaya pemerintah tetap menyerahkan harga BBM pada mekanisme pasar bebas, maka hal itu sama dengan melanggar konstitusi.
"Saya tetap berprinsip, masih ada cara lain untuk mencegah menaikan harga BBM karena yang menjadi korbannya nanti adalah ratusan juta rakyat Indonesia. Cari dong cara lain yang ada nilai tambahnya," katanya.
Rizal menambahkan, masih banyak cara lain untuk mengurangi defisit neraca perdagangan selain dari menaikan harga BBM bersubsidi. Cara pertama, yakni subsidi silang dengan menaikan harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax dan Pertamax Plus. Sedangkan harga premium masih tetap, tetapi kandungan oktan diturunkan.
Menurut dia, premium di Indonesia terlalu "mewah" karena kandungan oktan mencapai 88, dan jauh lebih tinggi dibandingkan jenis serupa di Amerika Serikat sekali pun yang oktannya hanya 86.
Ia meyakini cara tersebut bisa menurunkan konsumsi BBM subsidi sekitar 40 persen karena pemilik mobil mewah yang biasa ikut "menyedot" BBM subsidi takut mobilnya rusak.
"BBM rakyat ini masih tetap bisa digunakan untuk motor, angkot dan nelayan, tapi untuk mobil mewah akan cepat rusak. Dari subsidi silang ini, konsumsi BBM subsidi dari 55 persen akan turun jadi 40 persen dan pemerintah untung Rp 40 triliun dari subsidi silang," katanya.
Cara kedua, pemerintah perlu benahi mekanisme "cost recovery" dari industri migas yang terlalu menguntungkan perusahaan, khususnya kontraktor asing. Sebabnya, kontrak bagi hasil produksi yang mengatur "cost recovery" sangat tidak adil dan rawan terjadi korupsi, dimana kontraktor bisa membebankan biaya produksi sampai biaya main golf dan pasang iklan di media massa kepada negara.
"Dari pembenahan cost recovery migas, pemerintah bisa hemat Rp 64 triliun. Ketika saya menjadi saksi ahli di Mahkamah Konstitusi pada 2012 terhadap gugatan Undang-undang Migas, saya mempertanyakan kenapa produksi migas turun 40 persen, tapi biaya cost recovery naik 200 persen. Benahi itu, kita bisa hemat 30 persen," ujarnya.
"Cara lainnya adalah sikat itu mafia migas, kita bisa hemat Rp 100 miliar dan bangun kilang pengolahan BBM kita bisa hemat berpuluh-puluh triliun rupiah daripada terus-terusan menguntungkan kilang Singapura dan bayar pajak ke Singapura," lanjut Rizal Ramli.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...g.untuk.Jokowi
----------------------------------
JKebijakan Jokowi saat menjadi presiden kelak, kayaknya sudah di "lock" semuanya oleh KMP dan koneksinya ...

Jum'at, 10-10-2014 14:34
Jakarta, Aktual.co — Dengan kembali menangnya Koalisi Merah Putih (KMP) dalam pemilihan pimpinan MPR, tampak jelas bahwa situasi akan semakin berbahaya bagi Jokowi. Apalagi bila ia tetap ngotot menaikkan harga BBM sebesar Rp3.000-Rp3.500 pada pemerintahannya paska 20 Oktober nanti.
Hal ini disampaikan oleh peneliti dari Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra kepada Aktual.co, Jumat (10/10).
"Bukan tidak mungkin, bahwa peluang sekecil apapun untuk melakukan impeachment alias pemakzulan terhadap Jokowi akan diambil oleh koalisi Prabowo, terutama setelah kursi pimpinan MPR sukses jatuh ke kubu mereka," tegasnya.
Apalagi, sambung Gede, di kalangan pimpinan MK, lembaga tinggi negara yang juga ikut berperan dalam memutuskan terjadinya pelanggaran konstitusi oleh Presiden, terdapat dua kader partisan yang berasal dari partai penyusun koalisi Prabowo. Keduanya adalah Patrialis Akbar dari PAN dan Hamdan Zoelva dari PBB.
Menurut catatan Gede, Pada 15 Desember tahun 2004, MK mengeluarkan putusan yang menyebutkan bahwa perundangan yang mengatur tentang harga BBM, Pasal 28 Ayat (2) UU Migas 2001 yang berbunyi, ”Harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar,” dibatalkan. Aturan ini kemudian tidak mempunyai kekuatan hukum.
Artinya, jika ada upaya-upaya pemerintah kita tetap menyerahkan harga BBM pada "persaingan usaha yang sehat dan wajar" atau pasar bebas, maka mereka telah melanggar konstitusi UUD 1945.
"Jika benar harga BBM akan dinaikkan sebesar Rp3.000-Rp3.500, sehingga harga di jual di konsumen akan berkisar di antara Rp9.500-Rp10.000/L, maka ini sudah setara dengan harga rata-rata BBM beroktan 87 di Amerika Serikat. Karena per 1 Oktober 2014 saja harga BBM di sana sebesar Rp10.800/L. Dan jika kenaikan benar terjadi, maka Jokowi berpotensi untuk melanggar konstitusi," sambungnya.
Menurut Gede yang yang berlatar sarjana teknik dari ITB dan master ekonomi dari UI ini, masih banyak langkah alternatif yang dapat diambil oleh pemerintahan Jokowi untuk memperbesar ruang fiskal. Contohnya 5 langkah memperbesar ruang fiskal versi DR Rizal Ramli.
Karena menurutnya juga, sudah menjadi kewajiban setiap Presiden Republik Indonesia untuk menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945, dengan "menjaga" harga bahan bakar tetap murah bagi rakyat.
Meskipun sempat dibantah Jokowi di berbagai kesempatan, "bocoran" rencana kenaikan harga BBM hingga melampaui harga keekonomiannya ini pernah disampaikan oleh penasehat Tim Transisi Luhut Panjaitan beberapa saat lalu.
http://www.aktual.co/voiceoffreedom/...am-dimakzulkan
Jokowi Jangan Langgar Konstitusi
Rabu, 01-10-2014 17:14
Jokowi Jangan Langgar Konstitusi : aktual.co
Jokowi (Istimewa)
Jadi sebenarnya SBY telah 4 kali membelakangi konstitusi UUD 1945, meskipun kemudian untuk menghindari "impeachment" dari parlemen ia memiliki "trik hukum" untuk ini, yaitu melalui berbagai Perpres (Perpres No. 55/2005, direvisi Perpres No. 9/2006 dan direvisi Perpres No. 15/2012) yang sejatinya intinya tetap sama: liberalisasi migas.
Pada 15 Desember tahun 2004, perundangan yang mengatur tentang harga BBM, Pasal 28 Ayat (2) UU Migas 2001 yang berbunyi, ”Harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar,” telah dinyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat oleh Mahkamah Konstitusi.
Artinya, jika ada upaya-upaya pemerintah kita tetap menyerahkan harga BBM pada "persaingan usaha yang sehat dan wajar" atau pasar bebas, maka mereka telah melanggar konstitusi UUD 1945.
Bagaimana dengan SBY, yang sebentar lagi akan lengser. Pada pemerintahannya, terhitung harga BBM telah naik 4 kali, yaitu pada tahun 2005, 2008, dan 2013 (dan turun 1 kali menjelang Pemilu 2009) dari Rp1.810 di tahun 2005 hingga Rp6.500 di tahun 2014.
Jadi sebenarnya SBY telah 4 kali membelakangi konstitusi UUD 1945, meskipun kemudian untuk menghindari "impeachment" dari parlemen ia memiliki "trik hukum" untuk ini, yaitu melalui berbagai Perpres (Perpres No. 55/2005, direvisi Perpres No. 9/2006 dan direvisi Perpres No. 15/2012) yang sejatinya intinya tetap sama: liberalisasi migas.
Bagaimanapun, kenaikan harga BBM hingga lebih dari 3 kali lipat pada masa pemerintahannya, ternyata belum melewati harga BBM pada harga internasional di bursa New York sebesar Rp9.000an ataupun harga "keekonomian" versi ESDM (yang kabarnya dihitung menggunakan MOPS) sebesar Rp8.400.
Hal berbeda sangat mungkin terjadi untuk pengganti SBY. Belum lama ini, menurut salah satu orang dekat Jokowi, sang Presiden terpilih 2014-209, harga BBM akan dinaikkan Pemerintahan Jokowi sebesar Rp3.000 hingga Rp3.500 pada akhir tahun.
Ini artinya harga BBM akan menjadi Rp9.500 atau Rp10.000. Jumlah ini sudah melampui harga keekonomian versi pemerintah, dan artinya pada masa Jokowi lah harga BBM benar-benar mencapai harga internasional.
Pengambil kebijakan semacam ini dapat dikategorikan sebagai pelanggar konstitusi, jika merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi yang disebutkan di awal tulisan- dengan tetap menyerahkan harga BBM pada "persaingan usaha yang sehat dan wajar" atau pasar bebas.
Ini adalah "peluru politik" yang sangat berbahaya untuk pemerintahan Jokowi ke depan- karena faktanya parlemen dikuasai oleh Koalisi Merah Putih. SBY memang berkali-kali menaikkan harga BBM, tetapi belum sampai melewati harga keekonomian (atau mencapai harga New York), maka ia tidak bisa di-"impeach" melalui kebijakan ini.
Namun Jokowi bisa jika ia kemudian naikkan harga BBM melewati harga keekonomian. Seharusnya Jokowi tidak perlu berlagak lugu dalam menyikapi soal penyerahan sektor migas ke pasar bebas, atau yang mereka istilahkan sebagai persaingan usaha yang sehat.
Karena sejujurnya dunia migas internasional sendiri tidak sehat, karena kenyataannya dikuasai oleh kartel yang bernama OPEC, sebesar 70% (sedangkan sisanya 30% yang diperdagangkan di New York/Nymex).
Jikapun memang ada yang membisiki Jokowi untuk melakukan pelanggaran konstitusi ini (menaikkan harga BBM sebesar Rp3000-3500), maka sangat mungkin, kecurigaan saja: ini adalah suatu "Jebakan Batman" dari orang-orang yang integritasnya diragukan.
Mereka yang berharap Jokowi cepat lengser. Harapan kami, jangan sampai lah Pak Jokowi melanggar konstitusi UUD 1945- karena akan sangat menyakitkan bagi kami rakyat pemilihnya.
http://www.aktual.co/voiceoffreedom/...gar-konstitusi
Rizal Ramli: Kalau Tak Hati-hati, Menaikkan BBM "Bumerang" untuk Jokowi
Sabtu, 11 Oktober 2014 | 17:37 WIB
PEKAN BARU, KOMPAS.com - Pengamat ekonomi yang juga mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Rizal Ramli, mengatakan, kebijakan yang tidak hati-hati dalam menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bisa menjadi "bumerang" bagi pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau tak hati-hati dan BBM naik sampai Rp 3.500, maka harga premium bisa mencapai Rp 10.000 dan itu akan lebih tinggi dari harga keekonomian karena biaya produksi hanya sekitar Rp 8.400 per liter. Itu sama saja pemerintah melawan konstitusi, dan bukan tidak mungkin presiden bisa di-impeach oleh Koalisi Merah Putih di DPR," kata Rizal Ramli dalam sarasehan Tata Kelola Migas di kampus Universitas Riau, Pekanbaru, Sabtu (11/10/2014), seperti dikutip Antara.
Rizal meminta Jokowi untuk menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945 dengan tetap menjamin agar harga bahan kebutuhan pokok tetap murah bagi rakyat, dan harganya tidak boleh sama dengan harga internasional. Apalagi, Mahkamah Konstitusi pada 15 Desember 2004, mengeluarkan putusan yang membatalkan Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Migas 2001 yang berbunyi, "harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar."
Artinya, aturan dalam UU Migas itu tidak punya kekuatan hukum dan jika ada upaya-upaya pemerintah tetap menyerahkan harga BBM pada mekanisme pasar bebas, maka hal itu sama dengan melanggar konstitusi.
"Saya tetap berprinsip, masih ada cara lain untuk mencegah menaikan harga BBM karena yang menjadi korbannya nanti adalah ratusan juta rakyat Indonesia. Cari dong cara lain yang ada nilai tambahnya," katanya.
Rizal menambahkan, masih banyak cara lain untuk mengurangi defisit neraca perdagangan selain dari menaikan harga BBM bersubsidi. Cara pertama, yakni subsidi silang dengan menaikan harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax dan Pertamax Plus. Sedangkan harga premium masih tetap, tetapi kandungan oktan diturunkan.
Menurut dia, premium di Indonesia terlalu "mewah" karena kandungan oktan mencapai 88, dan jauh lebih tinggi dibandingkan jenis serupa di Amerika Serikat sekali pun yang oktannya hanya 86.
Ia meyakini cara tersebut bisa menurunkan konsumsi BBM subsidi sekitar 40 persen karena pemilik mobil mewah yang biasa ikut "menyedot" BBM subsidi takut mobilnya rusak.
"BBM rakyat ini masih tetap bisa digunakan untuk motor, angkot dan nelayan, tapi untuk mobil mewah akan cepat rusak. Dari subsidi silang ini, konsumsi BBM subsidi dari 55 persen akan turun jadi 40 persen dan pemerintah untung Rp 40 triliun dari subsidi silang," katanya.
Cara kedua, pemerintah perlu benahi mekanisme "cost recovery" dari industri migas yang terlalu menguntungkan perusahaan, khususnya kontraktor asing. Sebabnya, kontrak bagi hasil produksi yang mengatur "cost recovery" sangat tidak adil dan rawan terjadi korupsi, dimana kontraktor bisa membebankan biaya produksi sampai biaya main golf dan pasang iklan di media massa kepada negara.
"Dari pembenahan cost recovery migas, pemerintah bisa hemat Rp 64 triliun. Ketika saya menjadi saksi ahli di Mahkamah Konstitusi pada 2012 terhadap gugatan Undang-undang Migas, saya mempertanyakan kenapa produksi migas turun 40 persen, tapi biaya cost recovery naik 200 persen. Benahi itu, kita bisa hemat 30 persen," ujarnya.
"Cara lainnya adalah sikat itu mafia migas, kita bisa hemat Rp 100 miliar dan bangun kilang pengolahan BBM kita bisa hemat berpuluh-puluh triliun rupiah daripada terus-terusan menguntungkan kilang Singapura dan bayar pajak ke Singapura," lanjut Rizal Ramli.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...g.untuk.Jokowi
----------------------------------
JKebijakan Jokowi saat menjadi presiden kelak, kayaknya sudah di "lock" semuanya oleh KMP dan koneksinya ...

0
3K
34


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan